Thursday, November 20, 2025

Penegakan Hukum Di Indonesia

Materi Pembelajaran 09

Pendahuluan: Memahami Landasan dan Tantangan

Mata kuliah ini dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai Penegakkan Hukum (Law Enforcement) di Indonesia, mulai dari landasan filosofis Negara Hukum (Rechtsstaat) hingga aplikasi praktisnya melalui analisis studi kasus yang mencerminkan kekuatan dan kelemahan sistem peradilan. Penegakan hukum bukan sekadar implementasi peraturan, tetapi merupakan pilar utama untuk mencapai keadilan substantif dan ketertiban sosial.

 

I. Prinsip Negara Hukum Indonesia

Indonesia menganut prinsip Negara Hukum Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), khususnya Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, "Negara Indonesia adalah negara hukum." Prinsip ini mengintegrasikan nilai-nilai universal negara hukum (seperti Rechtsstaat dan Rule of Law) dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

A. Konsep Dasar Negara Hukum

Secara umum, konsep negara hukum modern mencakup beberapa elemen fundamental:

  1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law): Hukum adalah kekuasaan tertinggi dalam negara, bukan kekuasaan individu atau kelompok. Semua tindakan pemerintah dan warga negara harus didasarkan pada dan dibatasi oleh hukum.
  2. Persamaan di Hadapan Hukum (Equality Before the Law): Setiap orang, tanpa memandang ras, agama, status sosial, atau jabatan, memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan berhak atas perlakuan yang adil.
  3. Asas Legalitas (Due Process of Law): Setiap tindakan pidana harus diatur dalam undang-undang sebelum perbuatan itu dilakukan (nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege). Proses hukum harus adil, transparan, dan sesuai prosedur yang berlaku.
  4. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM): Negara hukum harus menjamin dan melindungi hak-hak dasar warga negara, yang diatur secara eksplisit dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
  5. Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak (Independent Judiciary): Kekuasaan kehakiman harus independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif maupun legislatif untuk menjamin putusan yang adil.
  6. Pembatasan Kekuasaan Negara (Separation of Power/Checks and Balances): Kekuasaan negara dibagi dan dibatasi (trias politika) untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan otoritarianisme.

B. Ciri Khas Negara Hukum Pancasila

Jimly Asshiddiqie (2010) mengemukakan ciri-ciri khas Negara Hukum Pancasila yang membedakannya dari konsep klasik, yaitu:

  • Hukum Bersumber pada Pancasila: Nilai-nilai Pancasila menjadi sumber filosofis dan ideologis utama bagi pembentukan dan pelaksanaan hukum.
  • Keadilan Sosial: Penegakan hukum tidak hanya mengejar kepastian hukum (certainty) dan kemanfaatan (utility), tetapi juga harus diarahkan untuk mencapai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
  • Demokrasi Konstitusional: Negara dijalankan berdasarkan konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat.

 

II. Studi Kasus Penegakkan Hukum yang Lemah 📉

Penegakan hukum yang lemah seringkali dicirikan oleh disparitas putusan, korupsi, intervensi kekuasaan, dan "hukum tumpul ke atas, runcing ke bawah". Kasus-kasus ini menunjukkan adanya kegagalan pada salah satu atau lebih komponen sistem hukum (substansi, struktur, atau budaya hukum).

A. Kasus Nenek Minah (Pencurian Kakao)

Kasus Nenek Minah (2009) adalah contoh klasik dari ketidakadilan yang menampar prinsip Persamaan di Hadapan Hukum dan Keadilan Sosial.

  • Fakta Kasus: Minah, seorang petani miskin, didakwa mencuri 3 buah kakao senilai sekitar Rp 2.000 di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) di Banyumas.
  • Proses Hukum dan Putusan: Ia divonis 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.
  • Analisis Kelemahan:
    1. Tumpul ke Atas, Runcing ke Bawah: Kontras mencolok terlihat ketika kasus-kasus besar (seperti korupsi dengan kerugian miliaran) seringkali diproses lambat atau mendapat hukuman ringan, sementara kejahatan kecil yang dilakukan rakyat jelata diproses cepat dengan sanksi pidana penjara.
    2. Mengabaikan Keadilan Substantif: Hakim, meski sempat menangis, memprioritaskan kepastian hukum normatif (pasal pencurian) tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan, ekonomi, dan keadilan restoratif yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam konteks Negara Hukum Pancasila.

B. Kasus Kejahatan Korporasi dan Korupsi Skala Besar

Banyak kasus korupsi dan kejahatan lingkungan yang melibatkan pejabat tinggi atau korporasi besar menunjukkan kelemahan struktural dan budaya hukum.

  • Fakta Kasus: Kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah (misalnya skandal Bank Century, kasus korupsi e-KTP, atau kasus korupsi di sektor Asuransi) atau kasus perusakan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi.
  • Analisis Kelemahan:
    1. Korupsi dan Mafia Hukum: Adanya praktik suap, jual beli perkara, dan intervensi politik menunjukkan rendahnya integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim). Ini merusak prinsip Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak.
    2. Sanksi yang Tidak Efektif: Seringkali, hukuman yang dijatuhkan (misalnya denda atau pidana penjara ringan) tidak sebanding dengan dampak kerugian negara atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
    3. Kualitas SDM: Kurangnya pelatihan dan rendahnya kesadaran HAM di kalangan aparat, terutama dalam menangani kelompok rentan, turut memperparah kondisi penegakan hukum (Adnani, 2020).

 

III. Studi Kasus Penegakkan Hukum yang Kuat 💪

Meskipun dihadapkan pada banyak tantangan, terdapat pula kasus-kasus di mana sistem hukum Indonesia menunjukkan kekuatan dan integritasnya, khususnya dalam penerapan Supremasi Hukum dan Peradilan yang Bebas.

A. Penindakan Kasus Terorisme oleh Densus 88

Penindakan terhadap tindak pidana Terorisme oleh Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Polri, diikuti dengan proses peradilan yang tegas, sering dianggap sebagai contoh penegakan hukum yang efektif dalam konteks keamanan nasional.

  • Fakta Kasus: Penangkapan dan pemrosesan hukum terhadap para pelaku tindak pidana terorisme berdasarkan Undang-Undang Anti-Terorisme.
  • Analisis Kekuatan:
    1. Kecepatan dan Koordinasi: Adanya lembaga khusus (Densus 88, BNPT) dengan payung hukum yang kuat dan koordinasi yang baik antar-lembaga, memungkinkan penindakan yang cepat dan tepat.
    2. Ketegasan Hukum: Umumnya, pengadilan menjatuhkan hukuman yang berat sesuai dengan dampak kejahatan, menunjukkan ketegasan negara dalam menjaga ketertiban umum dan keamanan nasional.
    3. Pembaharuan Hukum (Substansi): Lahirnya UU Anti-Terorisme yang terus diperbarui menunjukkan respons cepat negara dalam menyesuaikan substansi hukum terhadap ancaman baru.

B. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Pengujian Undang-Undang

Keputusan-keputusan penting yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian undang-undang (judicial review) sering menjadi cerminan kekuatan prinsip Pembatasan Kekuasaan dan Supremasi Konstitusi.

  • Fakta Kasus: Putusan MK yang membatalkan atau merevisi undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945. Misalnya, putusan yang membatalkan sebagian pasal UU terkait wewenang lembaga negara atau yang memperluas jaminan HAM.
  • Analisis Kekuatan:
    1. Implementasi Checks and Balances: MK berfungsi sebagai penjaga konstitusi, membatasi kekuasaan legislatif (DPR dan Presiden) dalam membuat undang-undang. Ini menunjukkan berfungsinya mekanisme kontrol kekuasaan sesuai prinsip negara hukum.
    2. Perlindungan Konstitusional HAM: MK kerap mengadopsi tafsir progresif untuk melindungi hak-hak warga negara yang terancam oleh undang-undang, menegakkan prinsip Perlindungan HAM.
    3. Independensi Lembaga Yudikatif: Sebagian besar putusan MK menunjukkan independensi yudikatif dalam menafsirkan dan mengawal konstitusi, terlepas dari tekanan politik.

 

IV. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto (2005), efektivitas penegakan hukum dipengaruhi oleh lima faktor utama:

  1. Faktor Hukumnya Sendiri (Peraturan): Mutu dan kejelasan peraturan perundang-undangan.
  2. Faktor Aparat Penegak Hukum (Struktur): Profesionalisme, integritas, dan kompetensi aparat (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat).
  3. Faktor Sarana dan Prasarana (Fasilitas): Dukungan fasilitas, anggaran, dan teknologi.
  4. Faktor Masyarakat (Budaya Hukum): Kesadaran hukum, kepatuhan, dan tingkat partisipasi masyarakat.
  5. Faktor Kebudayaan (Nilai): Nilai-nilai yang mendasari sistem hukum dan penerimaan terhadap norma hukum.

Kelemahan pada salah satu faktor, seperti rendahnya integritas aparat (faktor aparat) atau rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan (faktor masyarakat), akan secara langsung melemahkan penegakan hukum secara keseluruhan.

 

V. Penutup: Harapan dan Rekomendasi

Mewujudkan penegakan hukum yang ideal di Indonesia memerlukan reformasi di tiga pilar: substansi (merevisi undang-undang yang diskriminatif), struktur (memperkuat integritas dan profesionalisme aparat, serta memberantas korupsi di lembaga peradilan), dan budaya hukum (meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan budaya pengawasan). Penegakan hukum yang kuat adalah prasyarat mutlak untuk mencapai keadilan sosial dan stabilitas pembangunan nasional.

 

📖 Daftar Pustaka

  1. Asshiddiqie, Jimly. (2010). Perihal Undang-Undang. Jakarta: Rajawali Press. (Prinsip Negara Hukum Pancasila)
  2. Arief, Barda Nawawi. (2007). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
  3. Hamzah, Andi. (2016). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
  4. Kanter, E.Y., & Sianturi, S.R. (2003). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Storia Grafika.
  5. Marzuki, Peter Mahmud. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
  6. Moeljatno. (2008). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta.
  7. Prodjodikoro, Wirjono. (2003). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Refika Aditama.
  8. Soekanto, Soerjono. (2005). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. (Faktor-faktor Penegakan Hukum)
  9. UUD NRI 1945. (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
  10. Adnani, A. (2020). "Indikator Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia." Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan. (Membahas Indikator Kelemahan, termasuk SDM dan Korupsi).
  11. Alamsyah, Bunyamin. (2017). "Penegakan Hukum dan Keadilan di Indonesia antara Harapan dan Kenyataan." Legalitas. (Menganalisis Kasus Nenek Minah dan Munir).
  12. Mertokusumo, Sudikno. (2010). Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

 

🏷️ Hastag (20 Tagar)

  1. #PenegakanHukumIndonesia
  2. #NegaraHukumPancasila
  3. #SupremasiHukum
  4. #KeadilanSosial
  5. #EqualityBeforeTheLaw
  6. #ReformasiHukum
  7. #AparatPenegakHukum
  8. #HukumTumpulKeAtas
  9. #KasusNenekMinah
  10. #StudiKasusHukum
  11. #KorupsiIndonesia
  12. #PilarHukum
  13. #RuleOfLaw
  14. #JimlyAsshiddiqie
  15. #SoerjonoSoekanto
  16. #SistemPeradilan
  17. #MahkamahKonstitusi
  18. #HakAsasiManusia
  19. #Densus88
  20. #BudayaHukum

 


No comments:

Post a Comment

Tugas Mandiri 09

Laporan Pengamatan Berita Hukum Aktual I. Tujuan Pembelajaran Mengembangkan Sensitivitas Hukum: Mahasiswa mampu mengidentifikasi...