Materi Pembelajaran 09
Pendahuluan: Memahami Landasan dan Tantangan
Mata kuliah ini dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai Penegakkan Hukum (Law Enforcement) di Indonesia, mulai dari landasan filosofis Negara Hukum (Rechtsstaat) hingga aplikasi praktisnya melalui analisis studi kasus yang mencerminkan kekuatan dan kelemahan sistem peradilan. Penegakan hukum bukan sekadar implementasi peraturan, tetapi merupakan pilar utama untuk mencapai keadilan substantif dan ketertiban sosial.
I. Prinsip Negara Hukum Indonesia
Indonesia menganut prinsip Negara Hukum Pancasila,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD NRI 1945), khususnya Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan,
"Negara Indonesia adalah negara hukum." Prinsip ini mengintegrasikan
nilai-nilai universal negara hukum (seperti Rechtsstaat dan Rule of
Law) dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
A. Konsep Dasar Negara Hukum
Secara umum, konsep negara hukum modern mencakup beberapa
elemen fundamental:
- Supremasi
Hukum (Supremacy of Law): Hukum adalah kekuasaan tertinggi
dalam negara, bukan kekuasaan individu atau kelompok. Semua tindakan
pemerintah dan warga negara harus didasarkan pada dan dibatasi oleh hukum.
- Persamaan
di Hadapan Hukum (Equality Before the Law): Setiap orang, tanpa
memandang ras, agama, status sosial, atau jabatan, memiliki kedudukan yang
sama di mata hukum dan berhak atas perlakuan yang adil.
- Asas
Legalitas (Due Process of Law): Setiap tindakan pidana harus
diatur dalam undang-undang sebelum perbuatan itu dilakukan (nullum
crimen sine lege, nulla poena sine lege). Proses hukum harus adil,
transparan, dan sesuai prosedur yang berlaku.
- Perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM): Negara hukum harus menjamin dan melindungi
hak-hak dasar warga negara, yang diatur secara eksplisit dalam konstitusi
dan peraturan perundang-undangan.
- Peradilan
yang Bebas dan Tidak Memihak (Independent Judiciary): Kekuasaan
kehakiman harus independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif
maupun legislatif untuk menjamin putusan yang adil.
- Pembatasan
Kekuasaan Negara (Separation of Power/Checks and Balances):
Kekuasaan negara dibagi dan dibatasi (trias politika) untuk mencegah
penyalahgunaan wewenang dan otoritarianisme.
B. Ciri Khas Negara Hukum Pancasila
Jimly Asshiddiqie (2010) mengemukakan ciri-ciri khas Negara
Hukum Pancasila yang membedakannya dari konsep klasik, yaitu:
- Hukum
Bersumber pada Pancasila: Nilai-nilai Pancasila menjadi sumber
filosofis dan ideologis utama bagi pembentukan dan pelaksanaan hukum.
- Keadilan
Sosial: Penegakan hukum tidak hanya mengejar kepastian hukum (certainty)
dan kemanfaatan (utility), tetapi juga harus diarahkan untuk
mencapai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
- Demokrasi
Konstitusional: Negara dijalankan berdasarkan konstitusi dan
prinsip-prinsip demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat.
II. Studi Kasus Penegakkan Hukum yang Lemah 📉
Penegakan hukum yang lemah seringkali dicirikan oleh disparitas
putusan, korupsi, intervensi kekuasaan, dan "hukum
tumpul ke atas, runcing ke bawah". Kasus-kasus ini menunjukkan adanya
kegagalan pada salah satu atau lebih komponen sistem hukum (substansi,
struktur, atau budaya hukum).
A. Kasus Nenek Minah (Pencurian Kakao)
Kasus Nenek Minah (2009) adalah contoh klasik dari
ketidakadilan yang menampar prinsip Persamaan di Hadapan Hukum dan Keadilan
Sosial.
- Fakta
Kasus: Minah, seorang petani miskin, didakwa mencuri 3 buah kakao
senilai sekitar Rp 2.000 di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) di
Banyumas.
- Proses
Hukum dan Putusan: Ia divonis 1 bulan 15 hari penjara dengan masa
percobaan 3 bulan.
- Analisis
Kelemahan:
- Tumpul
ke Atas, Runcing ke Bawah: Kontras mencolok terlihat ketika
kasus-kasus besar (seperti korupsi dengan kerugian miliaran) seringkali
diproses lambat atau mendapat hukuman ringan, sementara kejahatan kecil
yang dilakukan rakyat jelata diproses cepat dengan sanksi pidana penjara.
- Mengabaikan
Keadilan Substantif: Hakim, meski sempat menangis, memprioritaskan
kepastian hukum normatif (pasal pencurian) tanpa mempertimbangkan aspek
kemanusiaan, ekonomi, dan keadilan restoratif yang seharusnya menjadi
pertimbangan dalam konteks Negara Hukum Pancasila.
B. Kasus Kejahatan Korporasi dan Korupsi Skala Besar
Banyak kasus korupsi dan kejahatan lingkungan
yang melibatkan pejabat tinggi atau korporasi besar menunjukkan kelemahan
struktural dan budaya hukum.
- Fakta
Kasus: Kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah (misalnya
skandal Bank Century, kasus korupsi e-KTP, atau kasus korupsi di
sektor Asuransi) atau kasus perusakan lingkungan yang dilakukan oleh
korporasi.
- Analisis
Kelemahan:
- Korupsi
dan Mafia Hukum: Adanya praktik suap, jual beli perkara, dan
intervensi politik menunjukkan rendahnya integritas dan profesionalisme
aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim). Ini merusak prinsip Peradilan
yang Bebas dan Tidak Memihak.
- Sanksi
yang Tidak Efektif: Seringkali, hukuman yang dijatuhkan (misalnya
denda atau pidana penjara ringan) tidak sebanding dengan dampak kerugian
negara atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
- Kualitas
SDM: Kurangnya pelatihan dan rendahnya kesadaran HAM di kalangan
aparat, terutama dalam menangani kelompok rentan, turut memperparah
kondisi penegakan hukum (Adnani, 2020).
III. Studi Kasus Penegakkan Hukum yang Kuat 💪
Meskipun dihadapkan pada banyak tantangan, terdapat pula
kasus-kasus di mana sistem hukum Indonesia menunjukkan kekuatan dan
integritasnya, khususnya dalam penerapan Supremasi Hukum dan Peradilan
yang Bebas.
A. Penindakan Kasus Terorisme oleh Densus 88
Penindakan terhadap tindak pidana Terorisme oleh
Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Polri, diikuti dengan proses peradilan yang
tegas, sering dianggap sebagai contoh penegakan hukum yang efektif dalam
konteks keamanan nasional.
- Fakta
Kasus: Penangkapan dan pemrosesan hukum terhadap para pelaku tindak
pidana terorisme berdasarkan Undang-Undang Anti-Terorisme.
- Analisis
Kekuatan:
- Kecepatan
dan Koordinasi: Adanya lembaga khusus (Densus 88, BNPT) dengan payung
hukum yang kuat dan koordinasi yang baik antar-lembaga, memungkinkan
penindakan yang cepat dan tepat.
- Ketegasan
Hukum: Umumnya, pengadilan menjatuhkan hukuman yang berat sesuai
dengan dampak kejahatan, menunjukkan ketegasan negara dalam menjaga
ketertiban umum dan keamanan nasional.
- Pembaharuan
Hukum (Substansi): Lahirnya UU Anti-Terorisme yang terus diperbarui
menunjukkan respons cepat negara dalam menyesuaikan substansi hukum
terhadap ancaman baru.
B. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Pengujian
Undang-Undang
Keputusan-keputusan penting yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) terkait pengujian undang-undang (judicial review) sering
menjadi cerminan kekuatan prinsip Pembatasan Kekuasaan dan Supremasi
Konstitusi.
- Fakta
Kasus: Putusan MK yang membatalkan atau merevisi undang-undang yang
dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945. Misalnya, putusan yang
membatalkan sebagian pasal UU terkait wewenang lembaga negara atau yang
memperluas jaminan HAM.
- Analisis
Kekuatan:
- Implementasi
Checks and Balances: MK berfungsi sebagai penjaga konstitusi,
membatasi kekuasaan legislatif (DPR dan Presiden) dalam membuat
undang-undang. Ini menunjukkan berfungsinya mekanisme kontrol kekuasaan
sesuai prinsip negara hukum.
- Perlindungan
Konstitusional HAM: MK kerap mengadopsi tafsir progresif untuk
melindungi hak-hak warga negara yang terancam oleh undang-undang,
menegakkan prinsip Perlindungan HAM.
- Independensi
Lembaga Yudikatif: Sebagian besar putusan MK menunjukkan independensi
yudikatif dalam menafsirkan dan mengawal konstitusi, terlepas dari
tekanan politik.
IV. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto (2005), efektivitas
penegakan hukum dipengaruhi oleh lima faktor utama:
- Faktor
Hukumnya Sendiri (Peraturan): Mutu dan kejelasan peraturan
perundang-undangan.
- Faktor
Aparat Penegak Hukum (Struktur): Profesionalisme, integritas, dan
kompetensi aparat (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat).
- Faktor
Sarana dan Prasarana (Fasilitas): Dukungan fasilitas, anggaran, dan
teknologi.
- Faktor
Masyarakat (Budaya Hukum): Kesadaran hukum, kepatuhan, dan tingkat
partisipasi masyarakat.
- Faktor
Kebudayaan (Nilai): Nilai-nilai yang mendasari sistem hukum dan
penerimaan terhadap norma hukum.
Kelemahan pada salah satu faktor, seperti rendahnya
integritas aparat (faktor aparat) atau rendahnya partisipasi masyarakat
dalam pengawasan (faktor masyarakat), akan secara langsung melemahkan
penegakan hukum secara keseluruhan.
V. Penutup: Harapan dan Rekomendasi
Mewujudkan penegakan hukum yang ideal di Indonesia
memerlukan reformasi di tiga pilar: substansi (merevisi undang-undang
yang diskriminatif), struktur (memperkuat integritas dan profesionalisme
aparat, serta memberantas korupsi di lembaga peradilan), dan budaya hukum
(meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan budaya pengawasan). Penegakan
hukum yang kuat adalah prasyarat mutlak untuk mencapai keadilan sosial dan
stabilitas pembangunan nasional.
📖 Daftar Pustaka
- Asshiddiqie,
Jimly. (2010). Perihal Undang-Undang. Jakarta: Rajawali Press.
(Prinsip Negara Hukum Pancasila)
- Arief,
Barda Nawawi. (2007). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum
Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
- Hamzah,
Andi. (2016). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
- Kanter,
E.Y., & Sianturi, S.R. (2003). Asas-Asas Hukum Pidana di
Indonesia. Jakarta: Storia Grafika.
- Marzuki,
Peter Mahmud. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
- Moeljatno.
(2008). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta.
- Prodjodikoro,
Wirjono. (2003). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta:
Refika Aditama.
- Soekanto,
Soerjono. (2005). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers. (Faktor-faktor Penegakan Hukum)
- UUD
NRI 1945. (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
- Adnani,
A. (2020). "Indikator Lemahnya Penegakan Hukum di
Indonesia." Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan. (Membahas
Indikator Kelemahan, termasuk SDM dan Korupsi).
- Alamsyah,
Bunyamin. (2017). "Penegakan Hukum dan Keadilan di Indonesia
antara Harapan dan Kenyataan." Legalitas. (Menganalisis Kasus
Nenek Minah dan Munir).
- Mertokusumo,
Sudikno. (2010). Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Cahaya Atma Pustaka.
🏷️ Hastag (20 Tagar)
- #PenegakanHukumIndonesia
- #NegaraHukumPancasila
- #SupremasiHukum
- #KeadilanSosial
- #EqualityBeforeTheLaw
- #ReformasiHukum
- #AparatPenegakHukum
- #HukumTumpulKeAtas
- #KasusNenekMinah
- #StudiKasusHukum
- #KorupsiIndonesia
- #PilarHukum
- #RuleOfLaw
- #JimlyAsshiddiqie
- #SoerjonoSoekanto
- #SistemPeradilan
- #MahkamahKonstitusi
- #HakAsasiManusia
- #Densus88
- #BudayaHukum

No comments:
Post a Comment