Bagaimana Konflik Antara Identitas Nasional dan Identitas Lainnya Memperjuangkan Stabilitas Negara
Elizabeth Georgiana Pramitha - 41923010017
Politik Identitas: Bagaimana Konflik Antara Identitas Nasional dan Identitas Lainnya Mempengaruhi Stabilitas Negara
Abstrak
Indonesia adalah negara yang kaya akan agama, suku,
budaya, dan etnis. Keberagaman tersebut sering kali menjadi sebuah tantangan
dalam stabilitas negara. Politik identitas pun tak terelakkan dan sering
menjadi ajang perpecahan di dalam negara ini. Politik identitas dapat
memecahbelah negeri karena isu SARA.
Kata kunci: Politik,
Identitas, Konflik
PENDAHULUAN
Indonesia
memiliki banyak suku, etnis, budaya, dan agama. Karena keragaman, Indonesia
bukan hanya menjadi negara yang kaya, tetapi juga menimbulkan ancaman bagi
kesatuan negara. Segregasi masyarakat dan konflik SARA (suku, agama, ras, dan
antargolongan) adalah contoh ancaman tersebut. Di Indonesia, masalah dan
masalah SARA sering menjadi masalah sensitif. Akibatnya, banyak konten yang
dilarang mengandung SARA (Tutukansa, 2022).
PERMASALAHAN
Konflik
SARA dapat terjadi karena beberapa alasan. Konflik SARA biasanya disebabkan
oleh keanekaragaman masyarakat yang kemudian dimanipulasi untuk kepentingan
politik. Hal ini biasanya terjadi ketika seorang kandidat dalam pemilihan
melakukan propaganda politik yang mengandung ujaran kebencian dan hoaks yang
berisi konten SARA. Fenomena ini dapat menyebabkan masalah politik yang
berkaitan dengan identitas masyarakat (Tutukansa, 2022). Selain itu, ujaran
kebencian biasanya menghasilkan identitas tertentu, menyebabkan kemarahan,
kebencian, dan keresahan bagi identitas tersebut.
Baik di
tingkat nasional maupun lokal, politik identitas terus dibahas. Politik
identitas berkaitan dengan proses pemilihan kandidat, perilaku pendukung,
konflik komunikasi, dan proses pemilihan (Nordholt & Klinken dalam
Mahpudin, 2021). Kemudian, istilah "politik identitas" dianggap
sebagai politik perwakilan, multikulturalisme, dan perbedaan. Oleh karena itu,
politik identitas dapat didefinisikan sebagai alat politik yang digunakan oleh
perwakilan etnis, suku, budaya, dan agama tertentu dengan tujuan tertentu.
Misalnya, ini dilakukan untuk mendapatkan suara dan dukungan dari anggota
masyarakat yang memiliki identitas yang sama.
PEMBAHASAN
Politik
identitas sudah lama ada, bahkan seorang tokoh pernah berkata, "Semua
politik adalah politik identitas." Artinya, fenomena ini tidak hanya
terjadi di Indonesia, negara yang memiliki keanekaragaman multikultural, tetapi
juga di negara lain. Bahkan, politik identitas telah muncul di negara lain
(Tutukansa, 2022). Contohnya adalah Doland Trump, yang bersikap intoleran
terhadap kelompok etnis dan agama tertentu di Amerika Serikat, yang menyebabkan
konflik lebih lanjut. Selain itu, Joe Biden menggunakan politik identitas untuk
menggambarkan dirinya sebagai pemimpin multikultural, seperti yang ditunjukkan
oleh penerapan undang-undang yang membantu kaum kulit hitam dan kelompok
marginal lainnya (Irawan, 2023).
Politik
identitas menjelaskan dan mengorganisasikan identitas politik warga negara yang
berkaitan dengan pilihan politik mereka. Perspektif historis menunjukkan bahwa
politik identitas berasal dari perjuangan untuk hak-hak suatu kelompok yang
merasa diperlakukan tidak adil oleh negara dan pemerintah dalam kehidupan
berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Sebagaimana dijelaskan oleh Haller dan
Pusher dalam Hamdanny & Mukhtar (2021), politik identitas menekankan
perbedaan sebagai arus sosial-politik. Memiliki pemahaman yang salah tentang
kebebasan dan toleransi menyebabkan gerakan politik identitas. Oleh karena itu,
politik perbedaan telah menjadi istilah baru untuk politik identitas, rasisme,
feminism, dan konflik etnis.
Politik
identitas yang digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan konflik SARA yang
berpengaruh terhadap kualitas demokrasi Indonesia, terlebih saat pelaksanaan
pemilu. Proses politik yang diwarnai dengan politik identitas akan mengarah
pada populisme dan senrimmen agama. Perdebatan antara dua kekuatan politik
identitas terkadang melupakan unsur rasionalitas dan tidak matang dalam
berpikir. Masyarakat harus memilih satu pihak dan pihak yang tidak dipilihnya
merupakan pihak yang salah. Hal ini membuat demokrasi tidak dihadirkan dalam
proses politik dan memicu terjadinya perpecahan, ketegangan, dan ujaran
kebencian (Wicaksono et al dalam Indrawan et al, 2023).
Politik
identitas sering kali digunakan untuk menarik suara dalam sebuah pertarungan
politik. Namun, ideologi politik sering kali tidaklah murni dan terkadang
dimanipulasi oleh partai demi kepentingan kelompok politiknya saja bukan untuk
masyarakat maupun negara. Fakta bahwa ideologi politik tidak memiliki akar di
dalam masyarakat Indonesia membuat masyarakat Indonesia tidak memiliki
kecenderungan untuk memilih partai politik tertentu. Partai politik pada akhirnya
memanfaatkan simbol-simbol identitas tertentu khususnya agama dan etnis untuk
memberikan kesan di hati masyarakat dan mendapatkan suara. Praktik-praktik
politik uang juga banyak dilakukan oleh partai-partai di Indonesia. Kesadaran
masyarakat yang rendah dalam berpolitik menimbulkan banyak dampak negative.
Media sosial pun banyak membahas mengenai isu-isu identitas. (Indrawan et al,
2023).
KESIMPULAN
Terdapat adanya ancaman konflik
relasional antara agama dan negara dalam konteks penggunaan politik identitas
di Indonesia. Elit politik menyukai penggunaan identitas agama sebagai cara
untuk meraih hati rakyat karena agama memiliki dampak yang cukup tinggi dalam
keikutsertaan rakyat dalam memilih. Politik identitas memang tidak dilarang
dalam demokrasi Indonesia, namun dampak yang diakibatkan dapat menyebabkan
perpecahan hingga runtuhnya kesatuan negara Indonesia (Wicaksono et al dalam
Indrawan et al., 2023).
DAFTAR PUSTAKA
Hamdanny, D. R., & Mukhtar, K. (2021). Wacana Poros
Partai Islam untuk PILPRES 2024: Politik Identitas atau Penggalangan Suara
Oposisi?. Politea, 4(2), 190.
Indrawan, J., Rahmawati, R., Ilmar, A., & Yuliandri, P.
(2023). ANCAMAN POLITIK IDENTITAS BAGI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2024. Al
Qisthas Jurnal Hukum dan Politik, 14(1), 31-55.
Khamdan, M., & Wiharyani, W. (2018). Mobilisasi Politik
Identitas dan Kontestasi Gerakan Fundamentalisme. Al-Tahrir: Jurnal
Pemikiran Islam, 18(1), 193-218.
Tutukansa, A. F. (2022). MARAKNYA PENGARUH KOMPLEKS POLITIK
IDENTITAS DI INDONESIA. Khazanah: Jurnal Mahasiswa, 14(1).
No comments:
Post a Comment