Thursday, December 19, 2024
Thursday, November 28, 2024
"Bagaimana Kreativitas Membantu Menyebarkan Nilai Pancasila di Media Sosial"
Nama : Muhammad Haqqi Azhari
No: A12
Nim : 41823010036
Judul : "Bagaimana Kreativitas Membantu Menyebarkan Nilai
Pancasila di Media Sosial"
Abstrak
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran strategis
dalam membentuk identitas nasional sekaligus menjadi landasan moral dan etika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di era digital yang penuh tantangan
ini, media sosial telah menjadi salah satu medium yang paling efektif untuk
menyebarkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada masyarakat luas. Peran
kreativitas sangat krusial dalam menciptakan konten yang relevan, menarik, dan
mudah diterima oleh berbagai kalangan, terutama generasi muda yang merupakan
pengguna terbesar media sosial. Artikel ini mengulas secara mendalam bagaimana
kreativitas, yang diwujudkan dalam bentuk konten digital seperti video, meme,
infografis, podcast, dan kampanye interaktif, dapat digunakan untuk
menyampaikan nilai-nilai Pancasila secara efektif. Selain itu, artikel ini juga
mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam proses penyebaran tersebut,
seperti penyalahgunaan media sosial, kurangnya literasi digital, dan polarisasi
sosial. Dengan menyajikan analisis yang komprehensif, artikel ini memberikan
sejumlah rekomendasi strategis untuk mengoptimalkan penggunaan media sosial
sebagai alat transformasi nilai-nilai kebangsaan di era digital.
Kata Kunci: Pancasila, kreativitas, media sosial, generasi muda,
nilai-nilai kebangsaan, transformasi digital, literasi digital, konten
edukatif.
Pendahuluan
Pancasila, sebagai dasar negara sekaligus ideologi bangsa
Indonesia, mengandung nilai-nilai fundamental yang menjadi pedoman dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut
meliputi keadilan sosial, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan,
kedaulatan rakyat melalui musyawarah, dan ketuhanan yang Maha Esa. Dalam era
globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan
transformasi digital, cara masyarakat berkomunikasi, berinteraksi, dan
mengakses informasi telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Media
sosial, sebagai salah satu produk dari revolusi digital, telah menjadi platform
utama dalam menyampaikan ide, gagasan, serta nilai-nilai kepada masyarakat.
Namun, perkembangan ini juga membawa tantangan tersendiri.
Penyebaran informasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti
hoaks, ujaran kebencian, dan polarisasi sosial, menjadi semakin marak di media
sosial. Kondisi ini mengancam kohesi sosial dan potensi generasi muda untuk
memahami serta mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
Oleh karena itu, kreativitas diperlukan sebagai alat untuk menyampaikan
pesan-pesan berbasis Pancasila dengan cara yang inovatif dan menarik agar dapat
diterima oleh audiens yang lebih luas. Kreativitas dalam pembuatan konten dapat
menjadi solusi efektif untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam
kehidupan masyarakat digital, terutama bagi generasi muda yang menjadi tulang
punggung masa depan bangsa.
Permasalahan
1. Kurangnya Pemahaman Nilai Pancasila di Kalangan Generasi Muda
Banyak generasi muda yang lebih terpapar pada budaya populer
global dibandingkan nilai-nilai kebangsaan. Fenomena ini mengakibatkan
rendahnya pemahaman dan penghayatan terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Generasi muda lebih cenderung mengadopsi nilai-nilai yang berasal dari luar,
yang tidak selalu selaras dengan prinsip-prinsip kebangsaan. Akibatnya,
semangat nasionalisme dan rasa cinta tanah air menjadi semakin terkikis.
2. Penyalahgunaan Media Sosial
Media sosial sering digunakan untuk menyebarkan informasi yang
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti hoaks, ujaran kebencian,
fitnah, dan konten negatif lainnya. Penyalahgunaan ini tidak hanya merusak
moral generasi muda tetapi juga menimbulkan perpecahan di masyarakat. Konten
semacam ini menyebar dengan cepat, sering kali tanpa filter, sehingga
masyarakat mudah terpapar dan terpengaruh oleh narasi negatif yang menyimpang
dari nilai-nilai kebangsaan.
3. Kurangnya Konten Kreatif yang Menarik
Konten yang berfokus pada edukasi nilai-nilai Pancasila sering
disajikan dengan cara yang monoton, formal, dan tidak menarik bagi generasi
muda. Pendekatan yang kurang relevan dengan minat dan kebiasaan konsumsi media
generasi muda membuat mereka kurang tertarik untuk memahami nilai-nilai
Pancasila. Hal ini diperburuk oleh kurangnya inovasi dalam penyampaian pesan
yang mampu bersaing dengan konten populer di era digital.
4. Minimnya Kolaborasi Antar Pelaku
Kurangnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas kreatif,
institusi pendidikan, dan individu kreatif menyebabkan lemahnya upaya
menciptakan kampanye yang berkelanjutan dan efektif. Tidak adanya sinergi yang
kuat antar pemangku kepentingan ini menghambat terciptanya strategi penyebaran
nilai-nilai Pancasila yang inovatif dan berdampak luas. Akibatnya, inisiatif
yang muncul sering bersifat sporadis dan tidak memiliki kesinambungan.
Pembahasan
### 1. Peran Kreativitas dalam Menyebarkan Nilai Pancasila
Kreativitas memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan
nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda. Dengan pendekatan yang
kreatif, nilai-nilai Pancasila dapat disampaikan melalui berbagai media yang
relevan dan menarik perhatian masyarakat. Berikut adalah beberapa cara
pemanfaatan kreativitas dalam menyebarkan nilai Pancasila:
- Video Pendek yang Atraktif:
Platform digital seperti TikTok, YouTube Shorts, dan Instagram
Reels memberikan peluang untuk menciptakan video singkat yang atraktif dan
menghibur. Video ini dapat memuat cerita-cerita inspiratif, kutipan dari tokoh
nasional, atau animasi yang menggambarkan nilai-nilai Pancasila secara visual.
Dengan durasi yang singkat, video ini dapat dengan mudah ditonton dan dibagikan
oleh audiens generasi muda.
- Meme dan Infografis yang Menarik:
Meme dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan pesan
mendalam dengan cara yang santai, humoris, dan relatable bagi generasi muda.
Meme yang relevan dengan isu-isu terkini dapat menarik perhatian dan menyebar
secara viral di media sosial. Infografis, di sisi lain, memungkinkan penyajian
informasi yang kompleks dalam bentuk visual yang sederhana dan menarik, seperti
infografis tentang sejarah Pancasila atau penerapan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.
- Podcast dan Webinar Interaktif:
Podcast dan webinar memberikan kesempatan untuk berdiskusi lebih
mendalam mengenai nilai-nilai Pancasila. Melibatkan tokoh publik, akademisi,
atau influencer dalam diskusi interaktif dapat menarik minat audiens yang lebih
luas. Misalnya, podcast bertema “Pancasila dan Generasi Milenial” dapat
diunggah ke platform seperti Spotify atau YouTube, sementara webinar dapat
diselenggarakan melalui Zoom dengan sesi tanya jawab yang melibatkan peserta
secara aktif.
- Kampanye Hashtag di Media Sosial:
Penggunaan hashtag tematik seperti #PancasilaDalamAksi,
#GenerasiPancasila, atau #BanggaBerPancasila dapat menjadi cara efektif untuk
menggerakkan partisipasi masyarakat di media sosial. Kampanye ini dapat
dilengkapi dengan tantangan atau kompetisi, seperti membuat video kreatif
bertema Pancasila, yang diunggah menggunakan hashtag tersebut.
- Komik dan Cerita Visual:
Menciptakan komik digital atau cerita visual yang mengangkat
nilai-nilai Pancasila dapat menjadi cara yang menarik untuk menjangkau generasi
muda. Komik dengan karakter yang relatable dan cerita yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari dapat membantu menyampaikan pesan secara efektif.
Platform seperti Webtoon atau Instagram Stories dapat digunakan untuk
mendistribusikan komik ini.
- Game Edukasi Interaktif:
Mengembangkan permainan interaktif yang berbasis nilai-nilai
Pancasila dapat menjadi salah satu cara untuk mengedukasi generasi muda. Game
ini dapat berbentuk aplikasi mobile atau game berbasis web yang dirancang
dengan cerita yang mengandung pesan moral dan tantangan yang menantang. Dengan
cara ini, edukasi tentang Pancasila dapat dilakukan dengan cara yang
menyenangkan dan engaging.
- Film Pendek dan Dokumenter:
Produksi film pendek atau dokumenter yang menggambarkan penerapan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menjadi sarana
yang efektif. Film ini dapat didistribusikan melalui platform streaming seperti
YouTube atau ditayangkan dalam acara khusus untuk menyebarkan inspirasi.
- Kolaborasi dengan Influencer dan Komunitas Kreatif:
Melibatkan influencer, artis, atau kreator konten yang memiliki
pengaruh di media sosial untuk menyuarakan nilai-nilai Pancasila dapat
memberikan dampak yang signifikan. Dengan pendekatan yang relevan dan gaya
komunikasi yang santai, mereka dapat menjangkau audiens yang lebih luas. Selain
itu, kolaborasi dengan komunitas kreatif seperti desainer grafis, pembuat
video, dan pengembang aplikasi dapat memperkaya konten yang dihasilkan.
Dengan mengintegrasikan kreativitas dalam berbagai bentuk media,
nilai-nilai Pancasila dapat disampaikan secara efektif kepada generasi muda.
Pendekatan ini tidak hanya membantu meningkatkan pemahaman, tetapi juga
menumbuhkan kebanggaan terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa.
### 2. Studi Kasus Konten Media Sosial Berbasis Pancasila
Beberapa contoh kampanye kreatif yang berhasil menyebarkan
nilai-nilai Pancasila melalui media sosial:
- Gerakan Anti-Hoaks:
Kampanye yang menekankan
pentingnya nilai keadilan dan kebenaran informasi dengan menyebarkan edukasi
tentang verifikasi fakta di berbagai platform media sosial.
- Hari Kemerdekaan Digital:
Pembuatan konten kreatif
bertema persatuan dan kesatuan bangsa, seperti video animasi atau tantangan
daring yang mengajak partisipasi aktif masyarakat.
- Kisah Inspiratif Berbasis Nilai Pancasila:
Pengangkatan cerita lokal,
tokoh masyarakat, atau komunitas yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila,
seperti gotong royong dan solidaritas.
### 3. Tantangan dalam Penyebaran Nilai Pancasila di Media Sosial
- Algoritma Media Sosial:
Algoritma platform media
sosial cenderung memprioritaskan konten hiburan dibandingkan konten edukatif,
sehingga penyebaran nilai-nilai Pancasila sering kali tidak mendapatkan
jangkauan yang optimal.
- Polarisasi Sosial:
Ketegangan antar kelompok
masyarakat yang terjadi di dunia nyata juga tercermin di media sosial, sehingga
menghambat upaya penyebaran nilai-nilai Pancasila.
- Minimnya Literasi Digital:
Rendahnya pemahaman
masyarakat tentang cara menyaring informasi di media sosial memperburuk
penyebaran konten negatif yang bertentangan dengan Pancasila.
### 4. Strategi dan Rekomendasi
1. Kolaborasi Multi-Stakeholder:
Pemerintah, komunitas
kreatif, lembaga pendidikan, dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam
merancang kampanye kreatif yang mampu menarik perhatian generasi muda.
2. Peningkatan Literasi Digital:
Program literasi digital
perlu digalakkan melalui jalur pendidikan formal maupun informal untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi.
3. Penggunaan Teknologi AI:
Pemanfaatan kecerdasan
buatan untuk menganalisis tren dan preferensi audiens dapat membantu dalam
menciptakan konten yang relevan dan menarik.
4. Pelatihan Kreatif bagi Generasi Muda:
Pemerintah dan organisasi
non-profit dapat menyelenggarakan program pelatihan bagi anak muda untuk
mengembangkan keterampilan mereka dalam menciptakan konten berbasis nilai-nilai
Pancasila.
Kesimpulan
Kreativitas merupakan elemen yang sangat penting dalam menyebarkan
nilai-nilai Pancasila melalui media sosial. Dengan pendekatan yang inovatif,
nilai-nilai tersebut dapat disampaikan dalam format yang menarik, relevan, dan
mudah diterima oleh masyarakat, khususnya generasi muda. Namun, untuk mencapai
keberhasilan yang berkelanjutan, diperlukan strategi yang matang serta
kolaborasi antara berbagai pihak. Tantangan seperti algoritma media sosial,
polarisasi sosial, dan rendahnya literasi digital harus diatasi melalui upaya
bersama.
Saran
1. Pemerintah perlu mendorong lebih banyak program pelatihan
kreatif bagi generasi muda agar mereka dapat menjadi agen penyebar nilai-nilai
Pancasila.
2. Komunitas kreatif, influencer, dan pelaku industri media sosial
harus dilibatkan secara aktif dalam kampanye berbasis Pancasila.
3. Platform media sosial perlu bekerja sama dengan pemerintah dan
komunitas untuk mengembangkan algoritma yang memprioritaskan konten edukatif
dan bermuatan positif.
## Daftar Pustaka
1. Anshari, M. (2020). "Transformasi Digital dan Nilai
Kebangsaan." _Jurnal Pendidikan Nasional_, 12(3), 45-56.
2. Dewantara, K. H. (2019). _Pancasila sebagai Ideologi Bangsa_.
Jakarta: Gramedia.
3. Kominfo. (2022). "Statistik Penggunaan Media Sosial di
Indonesia." Kementerian Komunikasi dan Informatika.
4. Nugroho, H. (2021). "Membangun Karakter Bangsa melalui
Media Sosial." _Media dan Komunikasi_, 7(1), 34-50.
5. Suryono, T. (2023). "Kreativitas Digital dalam Pendidikan
Karakter." _Jurnal Kreativitas_, 5(2), 78-89.
Wednesday, November 20, 2024
Pancasila sebagai Fondasi dalam Melestarikan Budaya Gotong Royong di Era Globalisasi
Nama : Muhammad Haqqi Azhari
No: A12
Nim : 41823010036
#Abstrak
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, mengandung
serangkaian nilai luhur yang sangat mendalam dan dapat dijadikan pedoman hidup
dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam tatanan sosial, politik, ekonomi,
maupun budaya. Salah satu nilai yang sangat penting dalam Pancasila adalah
nilai gotong royong, yang telah menjadi bagian integral dari budaya Indonesia
sejak zaman dahulu kala. Gotong royong, yang mengedepankan semangat
kebersamaan, saling membantu, dan solidaritas antarindividu, telah menjadi identitas
sosial masyarakat Indonesia. Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan
globalisasi, nilai-nilai tersebut mulai tergerus dan terancam hilang.
Globalisasi membawa dampak signifikan terhadap pola hidup masyarakat, interaksi
sosial, dan nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi, menyebabkan masyarakat
lebih cenderung mengutamakan individualisme, konsumerisme, dan gaya hidup
modern yang jauh dari semangat kebersamaan. Dalam konteks ini, Pancasila,
sebagai ideologi negara yang memiliki nilai-nilai yang sangat relevan dengan
kehidupan masyarakat Indonesia, dapat menjadi landasan yang sangat kuat untuk
menjaga dan melestarikan budaya gotong royong agar tetap relevan dan
terpelihara di tengah arus globalisasi yang semakin kuat. Artikel ini akan
mengupas secara mendalam bagaimana Pancasila, sebagai dasar negara yang kokoh,
mampu berperan sebagai fondasi yang kokoh untuk mempertahankan dan
mengembangkan budaya gotong royong dalam menghadapi berbagai tantangan yang
muncul akibat globalisasi. Dengan pendekatan yang berlandaskan pada nilai-nilai
Pancasila, diharapkan budaya gotong royong akan terus berkembang dan menjadi
kekuatan sosial yang tak tergantikan di era global yang semakin modern ini.
*Kata Kunci: Pancasila, budaya gotong royong, globalisasi,
nilai sosial, solidaritas, Indonesia, kerjasama sosial, identitas budaya.
#Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman suku, agama,
budaya, dan bahasa, telah lama dikenal dengan budaya gotong royong. Gotong
royong merupakan konsep dasar dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang
mengedepankan kerja sama, kebersamaan, dan saling membantu tanpa mengharapkan
imbalan. Budaya ini sudah ada sejak sebelum kemerdekaan dan terus berkembang
hingga saat ini. Gotong royong terwujud dalam berbagai bentuk, baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan-kegiatan besar, seperti kerja
bakti, pembangunan fasilitas umum, serta dalam menyelesaikan masalah sosial
secara bersama-sama.
Namun, di tengah arus globalisasi yang semakin kuat, budaya
gotong royong mulai menghadapi tantangan yang tidak kecil. Globalisasi membawa
kemajuan teknologi yang pesat, perubahan gaya hidup, serta pola interaksi
sosial yang semakin individualistis. Banyak individu dan kelompok yang lebih
fokus pada kepentingan pribadi dan materi, yang menyebabkan tergerusnya
nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas sosial. Budaya gotong royong, yang
menjadi fondasi dalam kehidupan sosial Indonesia, mulai tergeser oleh budaya
asing yang lebih mengutamakan individualisme dan materialisme.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki
nilai-nilai yang sangat relevan dalam konteks ini. Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar untuk mempertahankan dan
melestarikan budaya gotong royong di tengah tantangan globalisasi. Dalam
artikel ini, akan dibahas lebih dalam mengenai bagaimana Pancasila dapat
berfungsi sebagai fondasi untuk menjaga dan mengembangkan budaya gotong royong
dalam kehidupan masyarakat Indonesia, serta bagaimana peran budaya gotong
royong itu sendiri dalam menjaga keberagaman dan solidaritas sosial.
#Permasalahan
Globalisasi telah membawa dampak yang sangat besar dan
mendalam dalam kehidupan masyarakat Indonesia, memengaruhi hampir seluruh aspek
kehidupan, baik dalam ranah sosial, budaya, maupun ekonomi. Di satu sisi,
globalisasi telah mendorong kemajuan pesat dalam bidang teknologi, komunikasi,
dan akses informasi yang sangat cepat, yang memungkinkan masyarakat Indonesia
untuk terhubung dengan berbagai belahan dunia dengan mudah dan efisien.
Teknologi digital, media sosial, serta berbagai inovasi dalam bidang transportasi
dan informasi memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses
pengetahuan, peluang kerja, dan interaksi sosial yang lebih luas. Namun, di
sisi lain, globalisasi juga menghadirkan berbagai tantangan besar, terutama
dalam hal pelestarian dan perlindungan terhadap budaya lokal, yang sudah
menjadi bagian integral dan identitas bangsa Indonesia. Di tengah derasnya arus
budaya asing yang masuk, budaya-budaya lokal seperti gotong royong, yang telah
lama menjadi karakteristik kehidupan sosial masyarakat Indonesia, mulai
tergerus dan terpinggirkan. Semakin banyak individu yang terpengaruh oleh
nilai-nilai individualisme, konsumerisme, dan materialisme yang dibawa oleh
globalisasi, yang pada akhirnya dapat melemahkan solidaritas sosial dan
kebersamaan dalam masyarakat, sehingga pelestarian budaya gotong royong yang
telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia membutuhkan perhatian dan upaya yang
lebih serius untuk dipertahankan dan dijaga agar tetap relevan dengan
perkembangan zaman. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam melestarikan
budaya gotong royong di era globalisasi antara lain:
1. **Individualisme yang Meningkat**
Salah satu dampak
paling signifikan dari globalisasi adalah meningkatnya nilai-nilai
individualisme. Dalam kehidupan sosial yang semakin terhubung oleh teknologi,
banyak individu yang cenderung lebih fokus pada kepentingan pribadi dan ambisi
individualnya. Hal ini berlawanan dengan prinsip gotong royong yang
mengedepankan kebersamaan dan saling membantu antarindividu tanpa mengharapkan
imbalan.
2. **Perubahan Gaya Hidup dan Nilai Konsumtif**
Gaya hidup
masyarakat yang semakin konsumtif dan materialistis juga menjadi tantangan
besar bagi pelestarian budaya gotong royong. Masyarakat yang terpengaruh oleh
budaya global sering kali lebih tertarik pada kepemilikan barang-barang mewah
dan pencapaian status sosial, dibandingkan dengan mengutamakan kepentingan
bersama dan kerjasama sosial yang menjadi inti dari budaya gotong royong.
3. **Pengaruh Teknologi yang Mengurangi Interaksi Sosial
Langsung**
Teknologi, meskipun
memberikan banyak manfaat, juga memiliki dampak negatif dalam konteks sosial.
Interaksi antarindividu menjadi semakin terfragmentasi karena lebih banyak
dilakukan melalui media sosial dan platform digital, bukan dalam pertemuan
tatap muka langsung. Hal ini menyebabkan hilangnya momen kebersamaan yang
biasanya tercipta dalam kegiatan gotong royong.
4. **Menurunnya Rasa Kepedulian Sosial**
Salah satu dampak
globalisasi yang paling terasa adalah penurunan rasa solidaritas sosial di
kalangan masyarakat. Banyak individu yang lebih mementingkan kepentingan
pribadi dan gaya hidup individualistis, yang menyebabkan berkurangnya
kepedulian terhadap sesama. Hal ini mengurangi semangat gotong royong, yang
pada dasarnya mengutamakan solidaritas sosial dan keinginan untuk bersama-sama
mengatasi masalah.
5. **Krisis Identitas Budaya Lokal**
Pengaruh budaya
global yang kuat seringkali membuat masyarakat lebih memilih untuk mengikuti
tren dan gaya hidup luar negeri yang dianggap lebih modern dan prestisius. Hal
ini menyebabkan krisis identitas budaya lokal, termasuk di dalamnya budaya
gotong royong. Masyarakat cenderung melupakan nilai-nilai tradisional yang
telah ada sejak lama, yang dalam hal ini adalah semangat gotong royong.
Permasalahan-permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian
serius, agar budaya gotong royong yang merupakan bagian penting dari identitas
bangsa Indonesia tidak hilang begitu saja. Salah satu jalan keluar dari masalah
ini adalah dengan mengaitkan kembali budaya gotong royong dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
#Pembahasan
#1. Pancasila Sebagai Dasar dalam Melestarikan Budaya Gotong
Royong
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, mengandung lima
sila yang masing-masing memiliki nilai luhur yang dapat dijadikan pedoman
hidup, tidak hanya dalam konteks bernegara, tetapi juga dalam kehidupan sosial
masyarakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sejalan dengan prinsip
gotong royong yang mengutamakan kebersamaan dan saling membantu. Berikut adalah
penjelasan mengenai bagaimana masing-masing sila Pancasila dapat berperan dalam
melestarikan budaya gotong royong:
- **Sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa**
Dalam sila ini
terkandung prinsip bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup sesuai dengan
keyakinannya, tetapi tetap harus menghormati dan menghargai perbedaan. Gotong
royong dapat berjalan dengan baik hanya jika masyarakat memiliki sikap saling
menghormati, menghargai, dan toleransi satu sama lain. Nilai ini mendorong
masyarakat untuk bekerja sama meskipun memiliki latar belakang agama dan
kepercayaan yang berbeda.
- **Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab**
Sila kedua
menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan beradab terhadap sesama manusia.
Gotong royong adalah manifestasi dari nilai ini, di mana setiap individu
memiliki kesempatan yang sama untuk saling membantu tanpa melihat latar
belakang sosial, ekonomi, atau status lainnya. Budaya gotong royong mengajarkan
bahwa setiap individu harus peduli terhadap sesama, terutama bagi mereka yang
membutuhkan bantuan.
- **Sila ketiga: Persatuan Indonesia**
Gotong royong juga
merupakan salah satu bentuk upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam kerangka gotong royong, masyarakat bekerja bersama untuk mengatasi
masalah bersama, tanpa memandang suku, agama, atau ras. Dalam menghadapi
tantangan globalisasi yang bisa memecah belah, gotong royong dapat menjadi
perekat yang memperkuat persatuan Indonesia.
- **Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan**
Musyawarah adalah
prinsip yang terkandung dalam sila keempat. Dalam konteks gotong royong,
musyawarah adalah cara untuk mencapai mufakat, yakni penyelesaian masalah
bersama dengan cara yang bijaksana dan saling menghargai. Prinsip ini
memperkuat bahwa gotong royong tidak hanya soal bekerja bersama, tetapi juga
melibatkan proses diskusi untuk mencapai kesepakatan yang terbaik bagi
kepentingan bersama.
- **Sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia**
Pancasila
mengajarkan bahwa keadilan sosial adalah hak setiap rakyat Indonesia. Dalam
konteks gotong royong, hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat memiliki
kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan saling membantu,
sehingga tercipta kesejahteraan bersama tanpa ada yang tertinggal.
#### **2. Dampak Globalisasi terhadap Budaya Gotong Royong**
Globalisasi telah membawa dampak yang tidak sedikit terhadap
pola pikir dan pola hidup masyarakat Indonesia. Teknologi informasi yang
berkembang pesat, media sosial yang menghubungkan orang-orang dari berbagai
belahan dunia, serta gaya hidup modern yang lebih cenderung pada konsumsi dan
individualisme, mempengaruhi bagaimana masyarakat berinteraksi dan bekerja
sama. Globalisasi membuat
masyarakat lebih
terfokus pada pencapaian pribadi dan mengabaikan kepentingan kolektif. Selain
itu, tekanan sosial dan ekonomi dari luar menyebabkan munculnya budaya
kompetisi yang semakin tajam, yang sering kali mengesampingkan semangat gotong
royong.
Namun demikian, globalisasi juga bisa dimanfaatkan untuk
memperkuat budaya gotong royong jika digunakan dengan bijak. Teknologi dapat
menjadi alat untuk mengorganisir kegiatan gotong royong, misalnya melalui
aplikasi yang memudahkan pengumpulan dana untuk kegiatan sosial atau platform
untuk menyebarluaskan informasi tentang kegiatan gotong royong di masyarakat.
Oleh karena itu, globalisasi bukanlah musuh bagi budaya gotong royong,
melainkan tantangan yang dapat dihadapi dengan bijaksana.
### **Kesimpulan**
Pancasila, yang merupakan dasar negara Indonesia, mengandung
nilai-nilai luhur yang terdapat dalam setiap sila dan memberikan landasan yang
sangat kuat bagi pelestarian budaya gotong royong yang telah menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, seperti kebersamaan, keadilan sosial, serta rasa
saling peduli antarindividu, memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana
membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. Dalam menghadapi tantangan
besar yang ditimbulkan oleh globalisasi, yang sering kali membawa dampak
negatif berupa individualisme, materialisme, dan kehilangan identitas budaya,
budaya gotong royong perlu dikuatkan kembali sebagai elemen yang sangat penting
dalam menjaga solidaritas sosial, kerukunan, dan kebersamaan antarwarga.
Globalisasi, meskipun membawa kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak
boleh menjadi alasan untuk melupakan nilai-nilai luhur yang telah membentuk
karakter bangsa Indonesia, seperti semangat gotong royong yang saling membantu
demi kepentingan bersama. Pancasila, sebagai ideologi dan pedoman hidup
berbangsa, memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga dan mengembangkan
budaya gotong royong ini, dengan menekankan pentingnya prinsip kebersamaan,
keadilan sosial, serta solidaritas, yang menjadi pondasi kuat untuk membangun
masyarakat yang sejahtera dan berkeadaban. Dengan memanfaatkan nilai-nilai
Pancasila secara optimal, serta memanfaatkan perkembangan teknologi secara
bijaksana dan bertanggung jawab, masyarakat Indonesia dapat terus menjaga,
melestarikan, dan bahkan mengembangkan budaya gotong royong ini agar tetap
relevan dan bermanfaat dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks
dan penuh perubahan.
#Saran
1. **Pendidikan Pancasila dan Budaya Gotong Royong**
Pendidikan karakter
yang menekankan pada nilai-nilai Pancasila dan budaya gotong royong perlu
ditingkatkan, baik di sekolah maupun di masyarakat. Anak-anak dan generasi muda
harus dikenalkan dengan pentingnya kebersamaan dan kepedulian sosial agar dapat
melanjutkan tradisi gotong royong ke depannya.
2. **Pemanfaatan Teknologi untuk Gotong Royong**
Teknologi harus
dimanfaatkan untuk memfasilitasi kegiatan gotong royong, seperti dengan
menciptakan aplikasi atau platform digital yang dapat membantu masyarakat dalam
mengorganisir dan melaksanakan kegiatan sosial secara lebih efisien.
3. **Pemberdayaan Komunitas Lokal**
Pemerintah dan
masyarakat perlu bekerja sama dalam memberdayakan komunitas lokal untuk
memperkuat budaya gotong royong. Program-program yang melibatkan masyarakat
dalam kegiatan sosial dan pembangunan komunitas harus digalakkan untuk
memastikan bahwa budaya gotong royong tetap hidup di tengah modernitas.
#Daftar Pustaka
1. Soekarno, Ir. (1984). *Pancasila sebagai Dasar Negara*.
Jakarta: Pustaka Jaya.
2. Kartodirdjo, Sartono. (1993). *Sejarah Nasional
Indonesia*. Jakarta: Balai Pustaka.
3. Mulder, Niels. (2000). *Indonesia: The Society and
Culture*. Melbourne: Oxford University Press.
4. S. Nasution, H. (1999). *Pancasila dan Budaya Gotong
Royong*. Jakarta: Yayasan Pancasila.
5. Amalia, Dian. (2010). "Globalisasi dan Dampaknya
terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat". *Jurnal Ilmu Sosial* 15(1),
45-62.
Sunday, November 10, 2024
"Pentingnya Beriman dan Bertakwa dalam Kehidupan Sehari-hari"
Nama :
Muhammad Haqqi Azhari
No: A12
Nim :
41823010036
# Abstrak
Abstrak: Artikel
ini membahas tentang betapa pentingnya keimanan dan ketakwaan sebagai landasan
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dua nilai ini bukan hanya sekadar aspek
spiritual, tetapi juga menjadi pondasi moral yang kokoh bagi setiap individu
dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan modern. Dengan adanya keimanan,
seseorang memiliki keyakinan penuh terhadap keberadaan dan kekuasaan Tuhan yang
menjadi pegangan kuat dalam menghadapi kesulitan hidup, ujian, dan tantangan
yang terus datang. Keyakinan ini memberi ketenangan batin dan rasa aman,
sehingga individu tidak mudah merasa cemas atau kehilangan harapan dalam
situasi sulit.
Ketakwaan,
yang merupakan cerminan nyata dari keimanan, terlihat dalam setiap tindakan dan
perilaku seseorang. Ketakwaan memandu individu untuk senantiasa bersikap baik,
menjaga tutur kata, dan mengedepankan akhlak mulia sesuai dengan ajaran agama.
Perilaku ini bukan hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga memberikan
dampak positif bagi orang-orang di sekitarnya. Ketakwaan menjadikan individu
lebih bijaksana, berempati, dan berusaha untuk tidak merugikan orang lain.
Artikel
ini mengupas berbagai aspek yang berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan, mulai
dari peran keduanya dalam membentuk karakter seseorang yang jujur, sabar, dan
bertanggung jawab, hingga dampak positifnya terhadap kesehatan mental. Dengan
keimanan yang kuat, seseorang lebih mampu mengelola emosi, menghindari stres
berlebihan, dan tetap optimis dalam menjalani hidup. Ketakwaan pun memberikan
panduan moral yang berharga bagi individu untuk bersikap adil, peduli, dan
menghormati sesama, sehingga dapat memperkuat integritas sosial dan menjaga
keharmonisan dalam masyarakat.
Melalui
pembahasan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami arti penting dari
kedua nilai ini dan tergerak untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengamalkan keimanan dan ketakwaan, kehidupan akan menjadi lebih damai,
seimbang, dan bermakna, baik di tingkat individu maupun sosial.
Kata
Kunci: Keimanan, Ketakwaan, Moralitas, Etika, Sosial, Spiritualitas,
Pembentukan Karakter, Kesehatan Mental.
#
Pendahuluan
Keimanan
dan ketakwaan merupakan dua pilar utama dalam kehidupan beragama yang tidak
hanya memiliki dampak signifikan pada individu, tetapi juga memberikan
kontribusi besar dalam menciptakan dan menjaga kesejahteraan sosial. Keduanya
menjadi dasar dalam membentuk karakter moral dan spiritual seseorang. Keimanan,
yang mencakup keyakinan yang kokoh terhadap Tuhan, mengarahkan seseorang untuk
memiliki pandangan hidup yang jelas dan penuh harapan. Ketakwaan, sebagai
manifestasi dari keimanan, mencerminkan penerapan nilai-nilai agama dalam
perilaku sehari-hari. Keduanya berfungsi sebagai alat pembentuk karakter yang
positif dan sebagai panduan untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab, baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun masyarakat.
Di
tengah-tengah perubahan sosial yang sangat cepat, kita menyaksikan kemerosotan
nilai-nilai moral yang terjadi secara bertahap. Salah satu faktor penyebabnya
adalah pengaruh globalisasi yang membawa berbagai budaya asing, tidak semuanya
sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Hal ini sering kali menyebabkan
pergeseran nilai yang mendalam dalam pola pikir dan perilaku masyarakat. Selain
itu, peningkatan tekanan sosial, kompetisi yang semakin ketat di dunia kerja,
serta tuntutan hidup yang terus meningkat, menyebabkan banyak individu
menghadapi berbagai tantangan psikologis, emosional, dan moral yang berat.
Dalam banyak kasus, ketegangan ini berujung pada penurunan kualitas hidup, baik
secara mental, fisik, maupun spiritual. Banyak orang merasa kekosongan batin,
kebingungan dalam menentukan arah hidup, dan ketidakpuasan terhadap pencapaian
mereka, meskipun secara materi mungkin telah berhasil.
Dalam
situasi yang penuh ketidakpastian dan tekanan ini, keimanan dan ketakwaan hadir
sebagai dua faktor yang memberikan stabilitas dan arah yang jelas dalam hidup.
Keimanan, yang berasal dari keyakinan mendalam terhadap Tuhan, memberi
seseorang rasa tenang dan penuh harapan. Keimanan bukan hanya soal percaya
kepada Tuhan, tetapi juga tentang penerimaan terhadap takdir dan hikmah yang
terkandung dalam setiap peristiwa hidup. Dengan keyakinan ini, individu akan
lebih mudah menghadapi cobaan hidup, mengurangi rasa cemas, dan menemukan makna
dalam setiap perjalanan hidup yang dilalui. Keimanan ini juga menuntun
seseorang untuk selalu bersyukur dalam segala keadaan, baik saat senang maupun
susah, karena ia meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari
takdir Tuhan yang penuh dengan tujuan dan hikmah.
#
Permasalahan
1.
**Mengapa keimanan dan ketakwaan menjadi elemen penting dalam kehidupan
sehari-hari?**
Keimanan
dan ketakwaan merupakan dua elemen yang saling terkait dan sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari karena keduanya menjadi dasar dalam membentuk pandangan
hidup dan perilaku manusia. Keimanan memberi individu keyakinan yang kokoh
terhadap Tuhan, yang pada gilirannya memberi mereka rasa tujuan dan arah dalam
hidup. Tanpa keimanan, seseorang bisa merasa kehilangan arah atau terbawa arus
kehidupan yang tidak pasti. Ketakwaan, sebagai bentuk pengamalan dari keimanan,
mendorong individu untuk selalu mengingat Tuhan dalam setiap perbuatannya.
Dengan ketakwaan, seseorang akan lebih berhati-hati dalam bertindak, menjaga
hubungan baik dengan orang lain, serta berusaha hidup sesuai dengan nilai-nilai
moral yang telah diajarkan agama. Keimanan dan ketakwaan juga memberikan dasar
bagi individu untuk menjaga keseimbangan spiritual, psikologis, dan sosial
dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan dan godaan.
2.
**Bagaimana keimanan dan ketakwaan membantu individu mengatasi tantangan hidup
dan tekanan sosial?**
Keimanan
berperan penting dalam memberikan kekuatan batin dan ketenangan mental bagi
individu yang menghadapi berbagai tantangan hidup. Dalam kehidupan sehari-hari,
seseorang sering kali menghadapi masalah seperti kegagalan, kehilangan, atau
konflik. Keimanan membantu individu untuk menerima kenyataan dengan lapang
dada, percaya bahwa setiap ujian memiliki hikmah yang dapat dipelajari.
Ketakwaan, dengan menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan, memberikan rasa aman
dan perlindungan dalam menghadapi masalah-masalah tersebut. Seseorang yang
bertakwa akan lebih mudah mengendalikan emosinya, menghindari perilaku negatif,
dan berfokus pada solusi yang konstruktif.
Selain
itu, dalam masyarakat yang penuh tekanan sosial, ketakwaan juga berfungsi
sebagai kompas moral. Ketika tekanan untuk mengikuti arus atau berperilaku
tidak sesuai dengan nilai agama semakin kuat, seseorang yang memiliki ketakwaan
akan tetap teguh pada prinsip-prinsip moral yang benar. Keimanan dan ketakwaan
akan memberi keteguhan hati, mencegah individu untuk tergoda pada perilaku yang
dapat merugikan dirinya atau orang lain.
3. **Apa
manfaat dari perspektif psikologis dan sosial yang diperoleh dari pengamalan
keimanan dan ketakwaan?**
Secara
psikologis, keimanan dan ketakwaan memiliki manfaat yang sangat besar bagi
kesehatan mental seseorang. Orang yang beriman cenderung lebih tahan terhadap
stres karena mereka percaya bahwa segala peristiwa dalam hidup adalah bagian
dari takdir Tuhan yang harus dijalani dengan penuh kesabaran dan rasa syukur.
Mereka lebih mampu mengatasi perasaan cemas, takut, atau depresi, karena mereka
merasa terhubung dengan sumber kekuatan yang lebih besar, yaitu Tuhan.
Di sisi
sosial, keimanan dan ketakwaan meningkatkan kualitas hubungan antar individu.
Seseorang yang bertakwa akan selalu berusaha berperilaku adil, jujur, dan penuh
kasih sayang. Ketakwaan mendorong seseorang untuk menjaga amanah, menghargai
orang lain, serta berusaha untuk tidak menyakiti perasaan orang lain dengan
perkataan atau perbuatan. Dengan demikian, masyarakat yang anggotanya memiliki
keimanan dan ketakwaan akan lebih harmonis, penuh kedamaian, dan saling
mendukung satu sama lain.
#
Pembahasan
1.
Definisi Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan,
atau iman, berasal dari bahasa Arab yang berarti "percaya" atau
"meyakini." Dalam konteks agama, keimanan mengacu pada keyakinan yang
kuat terhadap Tuhan dan ajaran-ajaran yang diturunkan-Nya. Keimanan bukan hanya
sekadar pengakuan verbal atau ritual, tetapi juga suatu keyakinan mendalam yang
menjadi pondasi kehidupan. Seorang yang beriman percaya bahwa kehidupan di
dunia ini memiliki tujuan dan bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan
di hadapan Tuhan.
Sementara
itu, ketakwaan adalah pengamalan dari keimanan yang tercermin dalam sikap dan
perilaku sehari-hari. Ketakwaan meliputi sikap hormat, integritas, kejujuran,
dan tanggung jawab. Seorang yang bertakwa senantiasa menjaga tindakan dan
ucapannya agar sesuai dengan nilai-nilai agama dan etika, serta menjauhi
hal-hal yang dilarang oleh agama. Dalam kehidupan sosial, ketakwaan berfungsi
sebagai panduan moral yang mendorong individu untuk selalu berbuat baik dan
menghindari tindakan yang merugikan orang lain.
2.
Keimanan sebagai Sumber Ketenangan dan Kekuatan Batin
Keimanan
memberikan stabilitas emosional dan mental yang sangat dibutuhkan dalam
menghadapi tantangan hidup. Seseorang yang beriman meyakini bahwa Tuhan selalu
ada untuk membimbing dan memberikan pertolongan. Dengan demikian, ia tidak
merasa sendirian dalam menghadapi masalah hidup, seperti kehilangan pekerjaan,
penyakit, atau kematian orang yang dicintai. Dalam Islam, konsep ini tercermin
dalam ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan
hambanya, dan bahwa segala ujian yang dihadapi seseorang adalah untuk
memperkuat imannya.
Contoh
sederhana dapat kita lihat dari sikap orang yang beriman dalam menghadapi
kehilangan materi. Mereka akan menghadapinya dengan tenang, percaya bahwa ada
hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian. Keimanan juga mengajarkan untuk
tidak bersikap sombong ketika sukses dan tetap bersyukur serta rendah hati.
Dalam hal ini, keimanan menumbuhkan sikap tawakal dan rasa syukur yang
mendalam.
3.
Ketakwaan sebagai Pedoman Moral dalam Kehidupan Sosial
Ketakwaan
menuntun seseorang untuk bersikap jujur, adil, serta bertanggung jawab dalam
setiap tindakan. Sikap bertakwa mengarahkan individu untuk menjaga amanah dan
menghindari perbuatan curang. Dalam lingkungan kerja, ketakwaan mendorong
karyawan untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab, menghindari praktik
korupsi, serta berusaha memberikan kontribusi yang terbaik bagi organisasi.
Ketakwaan
juga mengajarkan kesetaraan dan keadilan. Dalam bermasyarakat, seorang yang
bertakwa tidak akan memandang rendah orang lain berdasarkan status sosial,
suku, atau agama, melainkan berusaha memahami dan menghormati setiap individu.
Selain itu, ketakwaan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap orang yang kurang
mampu, seperti menyisihkan sebagian harta untuk bersedekah atau membantu mereka
yang sedang dalam kesulitan.
4.
Pengaruh Keimanan dan Ketakwaan terhadap Pembentukan Karakter
Keimanan
dan ketakwaan adalah pondasi utama dalam pembentukan karakter yang baik.
Seseorang yang beriman cenderung memiliki sifat-sifat positif seperti
kesabaran, kejujuran, tanggung jawab, dan rasa empati. Dalam perspektif
pendidikan, keimanan berperan besar dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada
generasi muda.
Misalnya,
ketika anak-anak diajarkan untuk memiliki keimanan yang kuat sejak kecil,
mereka akan tumbuh menjadi individu yang jujur, adil, dan bertanggung jawab.
Pendidikan agama juga menanamkan nilai-nilai ketakwaan seperti menjaga amanah,
berbuat baik kepada orang lain, dan menghindari tindakan merugikan. Hal ini
tidak hanya membentuk karakter individu yang berkualitas, tetapi juga
menciptakan generasi penerus yang mampu membangun masyarakat yang harmonis.
5. Manfaat
Keimanan dan Ketakwaan dalam Kesehatan Mental
Keimanan
memiliki peran yang penting dalam menjaga kesehatan mental. Dalam berbagai
penelitian, ditemukan bahwa individu yang memiliki keimanan yang kuat cenderung
memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan lebih mudah mengatasi tekanan
hidup. Hal ini karena keimanan mengajarkan untuk bersikap tawakal, atau
berserah diri kepada Tuhan, yang membantu individu mengurangi beban pikiran.
Ketakwaan,
yang diwujudkan dalam perilaku baik, juga membantu menjaga kesehatan mental.
Ketika seseorang selalu berusaha berbuat baik dan menjauhi hal-hal yang
merusak, seperti alkohol atau narkoba, ia terhindar dari gangguan mental yang
disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Selain itu, ketakwaan membantu
seseorang mengelola emosi dengan baik, seperti mengendalikan kemarahan atau
mengatasi rasa iri.
6. Dampak
Kekurangan Keimanan dan Ketakwaan dalam Masyarakat
Ketika
nilai-nilai keimanan dan ketakwaan memudar, masyarakat cenderung menghadapi
banyak masalah sosial seperti meningkatnya angka kriminalitas, individualisme,
dan ketidakpedulian terhadap sesama. Tanpa keimanan dan ketakwaan, seseorang
cenderung mengabaikan norma-norma moral dan etika, yang akhirnya merugikan
orang lain.
Dalam
suatu komunitas yang tidak menjunjung tinggi nilai keimanan dan ketakwaan,
hubungan antarwarga menjadi renggang, dan tingkat kepercayaan antarindividu
berkurang. Misalnya, masyarakat yang dipenuhi oleh kecurangan, korupsi, dan
ketidakadilan akan merasakan suasana yang tidak aman dan tidak nyaman.
Kehidupan di lingkungan seperti ini cenderung menjadi egois, di mana setiap
individu hanya peduli pada kepentingan pribadi dan mengabaikan kepentingan
bersama.
7. Cara
Memelihara dan Meningkatkan Keimanan serta Ketakwaan
Ada
beberapa cara untuk memelihara dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan dalam
kehidupan sehari-hari:
1.
**Pendidikan Agama Sejak Dini:** Pendidikan agama memberikan pondasi yang kokoh
dalam membentuk keimanan dan ketakwaan. Anak-anak yang diajarkan tentang
nilai-nilai agama akan lebih mudah mengembangkan karakter yang baik dan
memiliki panduan moral yang kuat dalam hidup.
2.
**Ibadah yang Konsisten:** Melakukan ibadah rutin seperti shalat, puasa, zikir,
dan membaca kitab suci adalah cara efektif untuk memperkuat hubungan dengan
Tuhan. Melalui ibadah, individu mengingatkan diri akan keberadaan Tuhan dan
memperkokoh rasa ketergantungan kepada-Nya.
3.
**Berbuat Baik dan Beramal Sosial:** Ketakwaan dapat dipupuk melalui kebiasaan
berbuat baik kepada orang lain, seperti menolong yang membutuhkan, menghormati
orang tua, dan menjaga amanah. Beramal sosial juga dapat meningkatkan keimanan
dan rasa empati kepada sesama.
4.
**Menghindari Hal-Hal Negatif:** Untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan,
penting untuk menjauhi pengaruh negatif seperti lingkungan yang penuh dengan
perbuatan maksiat, kebiasaan buruk, dan pergaulan bebas. Dengan menghindari
hal-hal negatif, individu akan lebih fokus pada kegiatan yang memperkuat
spiritualitas dan moralitas.
#Kesimpulan
Keimanan
dan ketakwaan adalah pilar utama dalam kehidupan yang bermakna dan damai.
Keimanan memberikan ketenangan dan keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan,
sedangkan ketakwaan menjadikan seseorang menjaga moralitas dan etika dalam
hubungan sosial. Manfaat dari kedua nilai ini meliputi peningkatan kualitas
hidup secara individu, kesehatan mental yang lebih baik, serta pembentukan
karakter yang tangguh dan berintegritas.
#Saran
Peningkatan
keimanan dan ketakwaan harus menjadi perhatian keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Pemerintah juga memiliki peran penting dalam menciptakan program
yang mendukung pengembangan moralitas dan spiritualitas di kalangan masyarakat.
Di tingkat individu, setiap orang harus berusaha memperdalam ilmu agama,
memperbanyak ibadah, serta berbuat baik kepada sesama.
### Daftar
Pustaka
1.
Al-Ghazali, Imam. *Ihya Ulum al-Din*. Jakarta: Pustaka Amani, 2001.
2. Syed
Muhammad Naquib Al-Attas. *The Concept of Education in Islam: A Framework for
an Islamic Philosophy of Education*. Kuala Lumpur: Muslim Youth Movement of
Malaysia, 1980.
3. Rahmat,
Jalaluddin. *Psikologi Agama*. Bandung: Mizan, 2000.
4. Syukur,
Azwar. *Pengaruh Iman dan Takwa dalam Kehidupan Sosial*. Jakarta: Pustaka
Islam, 2003.
5. Yusuf
Qardhawi. *Pendidikan Islam dan Pengaruhnya terhadap Keluarga dan Masyarakat*.
Bandung: Al-Ma'arif, 1997.
6.
Suryadi, A. *Agama dan Pembangunan Karakter Bangsa*. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2005.
7.
Al-Qardhawi, Yusuf. *Islam and Social Justice*. Cairo: Dar Al-Shuruq, 1995.
8. Ridwan,
A. *Etika dalam Islam dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial*. Surabaya:
Pustaka Ilmu, 2010.
Sunday, November 3, 2024
Thursday, October 24, 2024
Pancasila sebagai Panduan dalam Merumuskan Kebijakan Ekonomi Kerakyatan
Nama : Muhammad Haqqi Azhari
No: A12
Nim : 41823010036
**Pancasila sebagai Panduan dalam Merumuskan Kebijakan Ekonomi Kerakyatan**
**Abstrak**
Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, memberikan pedoman yang sangat penting dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Artikel ini membahas peran Pancasila, khususnya sila keempat dan kelima, dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang mengedepankan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Ekonomi kerakyatan merupakan konsep yang menitikberatkan pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Dengan mengadopsi nilai-nilai Pancasila, diharapkan Indonesia dapat menciptakan kebijakan ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan. Artikel ini juga mengulas tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan ekonomi kerakyatan, serta solusi yang dapat diambil untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Pada akhirnya, artikel ini memberikan beberapa rekomendasi untuk memperkuat kebijakan ekonomi yang berpihak kepada rakyat.
**Kata kunci**: Pancasila, ekonomi kerakyatan, keadilan
sosial, kebijakan ekonomi, kesejahteraan rakyat.
# 1. Pendahuluan
Pancasila, yang lahir dari pergulatan pemikiran dan
perjuangan bangsa Indonesia, telah menjadi dasar negara yang mencakup seluruh
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai ideologi
negara, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai panduan dalam bidang politik
dan sosial, tetapi juga dalam bidang ekonomi. Dalam konteks ekonomi,
nilai-nilai Pancasila sangat relevan, khususnya dalam menciptakan kebijakan
yang mampu membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di tengah pesatnya perkembangan ekonomi global, Indonesia
dihadapkan pada tantangan besar berupa ketimpangan ekonomi. Meskipun negara ini
mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif, distribusi kekayaan yang tidak
merata mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial yang semakin tajam. Ekonomi
kerakyatan, yang berakar pada Pancasila, menjadi solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Ekonomi kerakyatan menekankan pentingnya keterlibatan
rakyat dalam proses pembangunan ekonomi dan distribusi kesejahteraan yang lebih
adil.
Dalam artikel ini, akan dibahas bagaimana Pancasila dapat
berfungsi sebagai panduan dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang berorientasi
pada kepentingan rakyat. Artikel ini akan menjelaskan peran Pancasila dalam
kebijakan ekonomi, permasalahan yang muncul dalam implementasinya, serta solusi
untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
#2. Permasalahan
Seiring dengan perkembangan ekonomi global, Indonesia
menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks dalam upaya mewujudkan ekonomi
kerakyatan. Beberapa permasalahan utama yang dihadapi dalam merumuskan
kebijakan ekonomi yang berlandaskan Pancasila antara lain:
1. **Kesenjangan Ekonomi yang Semakin Melebar**
Kesenjangan
antara kelompok kaya dan miskin di Indonesia terus meningkat dari waktu ke
waktu. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil, sebagian besar
kekayaan hanya dinikmati oleh golongan atas, sementara golongan bawah masih
hidup dalam kemiskinan. Ketimpangan ini tidak hanya terjadi di perkotaan,
tetapi juga di pedesaan, di mana banyak masyarakat yang masih bergantung pada
sektor agraria dan mengalami kesulitan dalam mengakses pasar dan sumber daya ekonomi.
2. **Dominasi Ekonomi Pasar Bebas**
Dalam beberapa
dekade terakhir, Indonesia telah mengadopsi banyak prinsip ekonomi pasar bebas
yang mengedepankan persaingan dan efisiensi. Namun, model ekonomi ini cenderung
mengabaikan prinsip keadilan sosial yang diusung oleh Pancasila. Kebijakan yang
terlalu pro-pasar sering kali menyebabkan eksploitasi sumber daya dan
memperparah kesenjangan sosial.
3. **Ketergantungan pada Modal Asing dan Sektor
Formal**
Investasi modal
asing sering kali dianggap sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Namun,
ketergantungan yang berlebihan pada investasi asing memiliki risiko jangka
panjang, terutama ketika kebijakan yang diambil lebih mengutamakan kepentingan
investor daripada kepentingan rakyat. Sektor formal, seperti industri besar dan
korporasi multinasional, sering kali mendominasi kebijakan ekonomi, sementara
sektor informal dan UMKM yang sebenarnya menjadi tulang punggung perekonomian
rakyat sering kali terpinggirkan.
4. **Kurangnya Partisipasi Rakyat dalam Perumusan
Kebijakan Ekonomi**
Salah satu
prinsip utama dalam Pancasila adalah permusyawaratan dan perwakilan. Namun,
dalam praktiknya, rakyat kecil sering kali tidak dilibatkan secara langsung
dalam proses perumusan kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi sering kali
dirumuskan secara top-down tanpa memperhatikan aspirasi dan kebutuhan rakyat
kecil, terutama di pedesaan dan daerah terpencil.
5. **Regulasi yang Kurang Berpihak kepada Rakyat**
Regulasi yang
ada di Indonesia sering kali lebih menguntungkan perusahaan besar daripada UMKM
dan sektor informal. Misalnya, prosedur perizinan yang rumit, akses permodalan
yang terbatas, dan tingginya biaya produksi sering kali menjadi hambatan bagi
pelaku usaha kecil dan menengah. Selain itu, regulasi yang ada sering kali
tidak mendukung pelaksanaan ekonomi yang berkeadilan sosial dan berpihak pada
rakyat kecil.
\
\
#3. Pembahasan
# 3.1. Pancasila sebagai Dasar Kebijakan Ekonomi
Kerakyatan
Pancasila mengandung nilai-nilai yang dapat menjadi
landasan dalam merumuskan kebijakan ekonomi kerakyatan. Nilai-nilai ini
menekankan pentingnya kesejahteraan bersama, keadilan sosial, dan pemerataan
ekonomi. Dua sila yang paling relevan dalam konteks kebijakan ekonomi adalah
sila keempat dan kelima.
1. **Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan**
Sila keempat
Pancasila menekankan pentingnya partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan.
Hal ini mengandung makna bahwa dalam merumuskan kebijakan ekonomi, rakyat harus
dilibatkan melalui proses permusyawaratan yang demokratis. Kebijakan ekonomi
yang baik harus mencerminkan aspirasi dan kepentingan rakyat, bukan hanya
kepentingan segelintir elit ekonomi atau investor asing.
2. **Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia**
Sila kelima
Pancasila menggarisbawahi pentingnya keadilan sosial. Kebijakan ekonomi yang
berlandaskan pada keadilan sosial harus memastikan bahwa hasil dari pembangunan
ekonomi dapat dinikmati oleh seluruh rakyat, tanpa terkecuali. Ini berarti
bahwa kebijakan ekonomi harus berfokus pada distribusi kekayaan yang lebih
merata, mengurangi kesenjangan sosial, dan memberikan akses yang adil terhadap
sumber daya ekonomi.
#3.2. Prinsip-prinsip Ekonomi Kerakyatan Berdasarkan
Pancasila
Ekonomi kerakyatan adalah model ekonomi yang menempatkan
rakyat sebagai aktor utama dalam pembangunan ekonomi. Model ini menekankan
pentingnya peran rakyat dalam kegiatan ekonomi dan distribusi hasil pembangunan
yang adil. Beberapa prinsip utama ekonomi kerakyatan yang sejalan dengan
nilai-nilai Pancasila adalah:
1. **Keadilan Distribusi**
Dalam ekonomi
kerakyatan, distribusi kekayaan tidak boleh terkonsentrasi pada segelintir
orang atau kelompok. Semua rakyat harus memiliki akses yang sama terhadap
sumber daya ekonomi, termasuk tanah, modal, dan pendidikan. Kebijakan seperti
reforma agraria dan distribusi lahan kepada petani kecil adalah salah satu
contoh konkret dari upaya redistribusi aset.
2. **Pemberdayaan Ekonomi Rakyat**
Kebijakan
ekonomi harus bertujuan untuk memberdayakan rakyat, terutama mereka yang berada
di lapisan ekonomi bawah. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui penguatan UMKM,
peningkatan akses permodalan, pelatihan keterampilan, dan pembangunan
infrastruktur yang mendukung kegiatan ekonomi di pedesaan.
3. **Peran Negara sebagai Regulator dan
Fasilitator**
Dalam ekonomi
kerakyatan, negara memiliki peran penting sebagai regulator dan fasilitator.
Negara harus memastikan bahwa pasar berjalan secara adil dan tidak didominasi
oleh kekuatan-kekuatan oligarki. Selain itu, negara juga harus menyediakan
infrastruktur yang mendukung kegiatan ekonomi rakyat, seperti pembangunan
jalan, pasar, dan fasilitas umum lainnya.
4. **Partisipasi Rakyat dalam Pengambilan
Keputusan**
Ekonomi
kerakyatan mengedepankan prinsip permusyawaratan dan partisipasi rakyat. Rakyat
harus terlibat secara aktif dalam perumusan kebijakan ekonomi, baik di tingkat
lokal maupun nasional. Hal ini sesuai dengan semangat sila keempat Pancasila,
di mana keputusan yang diambil harus mencerminkan kepentingan bersama, bukan
hanya kepentingan segelintir orang.
#3.3. Implementasi Kebijakan Ekonomi Kerakyatan
Untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan yang berlandaskan
Pancasila, diperlukan langkah-langkah konkret dalam merumuskan dan
mengimplementasikan kebijakan ekonomi. Beberapa langkah yang dapat diambil
antara lain:
1. **Peningkatan Dukungan terhadap UMKM**
UMKM merupakan
tulang punggung perekonomian Indonesia, menyerap sebagian besar tenaga kerja,
dan berkontribusi signifikan terhadap PDB nasional. Namun. UMKM sering kali
menghadapi berbagai hambatan, seperti akses permodalan yang terbatas, teknologi
yang kurang memadai, dan regulasi yang tidak mendukung. Pemerintah perlu
meningkatkan dukungan terhadap UMKM melalui penyederhanaan regulasi,
peningkatan akses permodalan, pelatihan keterampilan, dan bantuan teknis.
2. **Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal**
Setiap daerah di
Indonesia memiliki potensi ekonomi dan kearifan lokal yang dapat dikembangkan.
Kebijakan ekonomi kerakyatan harus memperhatikan potensi lokal dan mendorong
pengembangan ekonomi yang sesuai dengan kondisi geografis, sosial, dan budaya
masyarakat setempat. Misalnya, pengembangan sektor pertanian, perikanan, dan
pariwisata berbasis masyarakat dapat menjadi salah satu solusi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
3. **Penguatan Ekonomi Pedesaan**
Sebagian besar
masyarakat Indonesia masih tinggal di pedesaan, dan sektor pertanian adalah
sumber penghidupan utama. Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung penguatan
ekonomi pedesaan, seperti pembangunan infrastruktur, akses pasar, dan teknologi
pertanian, sangat penting untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan. Reformasi
agraria juga dapat menjadi solusi untuk memberikan akses yang lebih adil
terhadap lahan bagi petani kecil.
4. **Pengurangan Kesenjangan Sosial melalui Pajak
Progresif**
Kebijakan
fiskal, khususnya pajak, dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengurangi
kesenjangan sosial. Pajak progresif, di mana kelompok berpenghasilan tinggi
membayar pajak lebih besar, dapat membantu mendanai program-program sosial yang
bermanfaat bagi masyarakat miskin. Selain itu, pajak juga dapat digunakan untuk
mendanai investasi infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah
terpencil.
5. **Penguatan Perlindungan Sosial**
Perlindungan
sosial, termasuk jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan program-program
bantuan sosial, merupakan komponen penting dari kebijakan ekonomi kerakyatan.
Pemerintah perlu memperkuat sistem perlindungan sosial untuk memastikan bahwa
seluruh rakyat Indonesia, terutama kelompok rentan, terlindungi dari risiko
ekonomi.
#3.4. Tantangan dalam Implementasi Ekonomi Kerakyatan
Meskipun ekonomi kerakyatan menawarkan solusi bagi
berbagai permasalahan ekonomi Indonesia, implementasinya tidaklah mudah.
Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain:
1. **Dominasi Elit Ekonomi**
Elit ekonomi
sering kali memiliki kekuatan politik yang besar dan dapat mempengaruhi
kebijakan ekonomi. Kebijakan yang seharusnya berpihak pada rakyat kecil sering
kali menjadi bias terhadap kepentingan perusahaan besar dan investor asing.
2. **Keterbatasan Infrastruktur**
Salah satu
hambatan utama dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan adalah kurangnya
infrastruktur di banyak daerah, terutama di pedesaan dan daerah terpencil.
Tanpa infrastruktur yang memadai, seperti jalan, listrik, dan akses internet,
kegiatan ekonomi rakyat akan sulit berkembang.
3. **Kurangnya Pendidikan dan Keterampilan di Kalangan
Rakyat Kecil**
Pendidikan dan
keterampilan merupakan faktor penting dalam meningkatkan produktivitas ekonomi
rakyat. Namun, masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat
pendidikan rendah dan keterbatasan dalam keterampilan teknis. Pemerintah perlu
meningkatkan program-program pelatihan dan pendidikan untuk memberdayakan
rakyat kecil.
3.5.
Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Kebijakan Ekonomi Kerakyatan
Walaupun
ekonomi kerakyatan menawarkan landasan yang kuat berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, penerapannya menghadapi beberapa hambatan struktural. Di samping
tantangan dominasi elit ekonomi dan kurangnya infrastruktur, seperti yang telah
dibahas, ada juga beberapa faktor lain yang turut memperlambat implementasi
ekonomi kerakyatan.
- Globalisasi dan Persaingan
Ekonomi
Tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah globalisasi, yang membawa persaingan ketat dengan ekonomi negara-negara lain. Kebijakan ekonomi pasar bebas, yang diterapkan di berbagai sektor, sering kali bertentangan dengan prinsip ekonomi kerakyatan yang mengedepankan perlindungan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Persaingan global juga mendorong pelaku usaha lokal menghadapi kesulitan bersaing dengan produk-produk asing yang lebih murah, terutama di sektor UMKM. Dalam konteks ini, pemerintah harus lebih proaktif dalam menciptakan kebijakan proteksi bagi produk lokal, serta memberikan subsidi dan insentif bagi UMKM untuk meningkatkan daya saing mereka. - Korupsi dan Penyalahgunaan
Kekuasaan
Korupsi masih menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Penyalahgunaan kekuasaan oleh segelintir elit politik dan ekonomi sering kali menghambat implementasi kebijakan yang benar-benar adil dan berkeadilan sosial. Misalnya, proyek-proyek pembangunan yang seharusnya mendukung ekonomi pedesaan sering kali terhambat karena praktik korupsi di berbagai tingkatan pemerintahan. Dalam menghadapi tantangan ini, reformasi dalam tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel sangat diperlukan untuk memastikan kebijakan ekonomi kerakyatan dapat berjalan efektif. - Kurangnya Edukasi dan
Kesadaran Masyarakat
Selain keterbatasan infrastruktur, rendahnya tingkat edukasi di kalangan masyarakat juga menjadi penghalang dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan. Banyak masyarakat di pedesaan atau sektor informal yang kurang memahami hak-hak ekonomi mereka serta tidak memiliki akses yang cukup terhadap program-program pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan program-program edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran aktif mereka dalam ekonomi kerakyatan. Selain itu, program pelatihan keterampilan dan akses informasi perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat lebih mandiri dalam menghadapi perubahan ekonomi. - Ketimpangan Akses Teknologi
Di era digital, teknologi memainkan peran penting dalam memajukan ekonomi. Namun, di banyak daerah di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, akses terhadap teknologi masih sangat terbatas. Ketimpangan akses teknologi ini memperparah kesenjangan ekonomi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus memprioritaskan pembangunan infrastruktur teknologi, seperti internet dan telekomunikasi, di daerah-daerah yang tertinggal. Hal ini akan membuka peluang baru bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk terhubung dengan pasar yang lebih luas, baik di tingkat nasional maupun global.
Solusi
Untuk
mengatasi berbagai tantangan tersebut, pemerintah perlu mengambil
langkah-langkah strategis, seperti memperkuat regulasi yang melindungi
kepentingan ekonomi rakyat, meningkatkan investasi dalam infrastruktur pedesaan
dan teknologi, serta menggalakkan reformasi birokrasi untuk memberantas
korupsi. Upaya ini harus dibarengi dengan peningkatan edukasi masyarakat dan
penguatan ekonomi berbasis komunitas agar ekonomi kerakyatan dapat terwujud
secara berkelanjutan.
# 4. Kesimpulan
Pancasila, sebagai dasar negara dan panduan hidup bangsa
Indonesia, memberikan landasan yang kuat bagi terciptanya kebijakan ekonomi
yang adil dan berkeadilan sosial. Ekonomi kerakyatan, yang berlandaskan pada
nilai-nilai Pancasila, adalah solusi yang tepat untuk mengatasi ketimpangan
ekonomi dan memastikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun,
tantangan seperti dominasi elit ekonomi, ketergantungan pada modal asing, dan
kurangnya infrastruktur perlu diatasi agar kebijakan ekonomi kerakyatan dapat
diimplementasikan secara efektif.
#5. Saran
1. **Peningkatan Partisipasi Rakyat**
Pemerintah perlu
lebih aktif dalam melibatkan rakyat dalam proses perumusan kebijakan ekonomi,
terutama melalui musyawarah yang demokratis dan inklusif.
2. **Pendidikan Ekonomi**
Meningkatkan
pendidikan ekonomi dan keterampilan teknis di kalangan masyarakat kecil,
terutama di pedesaan, sangat penting untuk memberdayakan mereka dalam kegiatan
ekonomi.
3. **Penguatan Kebijakan Berbasis Kearifan Lokal**
Kebijakan
ekonomi harus disesuaikan dengan potensi lokal dan memperhatikan kearifan
lokal. Pemerintah perlu mendukung pengembangan ekonomi berbasis masyarakat
dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan sosial budaya setempat.
4. **Penguatan UMKM dan Sektor Informal**
Pemerintah perlu
meningkatkan dukungan terhadap UMKM dan sektor informal melalui penyederhanaan
regulasi, peningkatan akses permodalan, dan pelatihan keterampilan.
5. **Pengurangan Kesenjangan Melalui Kebijakan Pajak yang
Adil**
Pajak progresif
harus diterapkan untuk mendukung program-program sosial dan mengurangi
kesenjangan ekonomi.
### Daftar Pustaka
1. Bung Karno. (1945). **Pidato Lahirnya Pancasila**.
Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.
2. Hatta, M. (1954). **Menuju Masyarakat Adil Makmur**.
Jakarta: Pustaka Rakyat.
3. Sulistiyo, B. (2008). **Ekonomi Kerakyatan dan
Pancasila: Tantangan dan Peluang**. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
4. Rahardjo, M. (2010). **Reformasi Agraria dan Keadilan
Sosial dalam Pancasila**. Bandung: Alfabeta.
5. Santoso, A. (2015). **Pancasila dan Ekonomi
Berkeadilan**. Jakarta: Kompas Media.
KUIS 13-2 (11 JULI 2025) SUSULAN
D04,D05,D07,D09,D16,D18,D20,D46,D47
-
Abstrak Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia, telah menjadi landasan fundamental dalam kehidupan berbangsa ...
-
ABSTRAK Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran fundamental dalam menjalankan kebijakan luar negeri, terutama dalam membentu...
-
Abstrak Pancasila sebagai dasar negara Indonesia menekankan pentingnya nilai-nilai keadilan sosial sebagai landasan utama dala...