Sabila Rosyada – C21
44119010144
"Pendidikan Kewarganegaraan dan Strategi Pencegahan Konflik Antar Mahasiswa di Kampus"
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi konflik dan membangun solidaritas bersama. Dalam makalah ini, kita akan membahas bagaimana pendidikan kewarganegaraan dapat digunakan sebagai strategi pencegahan konflik antar mahasiswa di kampus.
Konflik atau pertentangan memang tidak bisa dihindarkan dari dalam diri manusia baik sebagai mahluk pribadi terlebih sebagai mahluk sosial. Bahkan pada dataran yang sangat ekstrim, konflik sosial sering terjadi dalam bentuk pertikaian baik fisik maupun non fisik.
Umat manusia selalu berjuang dengan konflik. Kita tidak bisa membayangkan seseorang yang tidak pernah memiliki konflik dalam setiap aktivitasnya (William Hendricks, 1: 2000). Segala yang berhubungan dengan usaha pencapaian tujuan hampir dipastikan akan selalu berhadapan dengan berbagai pertentangan atau konflik yang melibatkan antar kelompok. Secara sederhana, pengertian konflik menurut Cornelius et al (1992) sebagaimana dikutip oleh Hoda Lacey (18:2003) adalah dua jajaran kebutuhan atau arah- arah yang berlawanan.
Faktor Penyebab Terjadinya Konflik
Sebab-sebab terjadinya konflik yang biasanya terjadi terutama di tempat kerja atau organisasi, antara lain:
1. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi. Komunikasi yang gagal membuat isi berita atas pesan tidak lengkap dan tidak jelas, lengkap dan jelas tetapi tidak sampai pada si penerima dengan baik dan tepat pada waktunya, sampai dengan baik dan tepat pada waktunya tetapi tidak diterima dan ditangkap utuh.
2. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidupyang dipegang. Tindakan dan langkah-langkah yang diambil berbeda; cara kerja dan irama kerja berbeda; dan waktu, alat serta perlengkapan kerja yang berbeda.
3. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja, jabatan. Peristiwa konflik dan tempat kerja, karena rebutan mesin ketik, kendaraan atau jabatan kepala bagian atau direktur.
4. Masalah wewenang dan tanggung jawab. Misalnya, pengemudi dan petugas ekspedisi surat, bagian pembukuan dan pemasaran, bagian personalia dan bagian pengembangan sumber daya manusia.
5. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama. Dengan penafsiran berbeda orang lalu berdebat, dan dari perdebatan yang sempit, lahirlah hubungan yang tidak baik, lalu timbul konflik. Misalnya perbedaan penafsiran tentang isi perjanjian kerja dan peraturan gaji.
6. Kurangnya kerja sama. Kurangnya kerja sama dapat terjadi antara atasan dan bawahan, bawahan atasan, dan antra rekan sekerja yang setingkat.
7. Tidak mentaati tata teritib dan peraturan kerja yang ada. Ketika oarang yang tertib dalam mentaati tata tertip dan peratura,merasa dirugikan, atasan merasa diganggu, dan kelancaran kerja di suatu bagian dan mungkin diseluruh tempat kerja terhambat.
8. Ada usaha untuk menguasai atau untuk merugikan pihak yang merasa hendak dikuasai dan dirugikan merasa terancam dan mengadakan perlawanan. Misalnya antara supervisor yang hendak menindas dan para bawahannya.
9. Pelecehan pribadi dan kedudukan. Orang yang merasa dilecehkan dan diinjak harga dirinya akan melawan orang yang melecehkan dan siap berkonflik dengannya.
10. Perubahan dalam sasaran dan prosedur. Kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan pada dirinya. Orang yang tidak mantap dalam bekerja, salah dalam mengambil pekerjaan yang dilakukan , atau melakukan kerja yang memang menjadi tugasnya tetapi dilakukan dengan salah. Orang yang tidak mantap dan melakukan kesalahan dalam kerja akan tidak puas dengan petugas yang membuat perubahan tujuan dan prosedur kerja dan dapat berkonflik dengannya.
Tahapan konflik terbagi atas tiga periode yaitu: 1) periode pertentangan yang sifatnya tidak terlalu mengancam dan paling mudah untuk diselesaikan, 2) periode tantangan, dan 3) periode peristiwa sehari-hari yang sifatnya sulit untuk dikelola dan potensinya meningkat menjadi lebih berbahaya.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Strategi Pencegahan Konflik
Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kemampuan mahasiswa untuk menghargai perbedaan dan mengolah permasalahan menjadi peluang positif. Dalam kajian materi integrasi nasional, pendidikan kewarganegaraan membahas pentingnya mengkaji rasionalitas bahwa suatu bangsa tidak akan terwujud jika masyarakat dalam negeri selalu memunculkan konflik. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan harus mampu mengajak mahasiswa untuk melakukan aktivitas sosial yang riil, seperti kegiatan-kegiatan sosial yang nyata yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.
Persepsi Tenaga Pengajar Terhadap Pencegahan dan Resolusi Konflik
Persepsi tenaga pengajar terhadap pencegahan dan resolusi konflik dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Tenaga pengajar harus memiliki pemahaman yang jelas tentang pencegahan konflik dan resolusi konflik. Mereka harus mampu memberikan nasehat, membimbing peserta didik, dan mengaitkan dengan kondisi riil. Tenaga pengajar juga harus memiliki kemampuan sebagai mediator dan memiliki cara yang efektif dalam mengajarkan resolusi konflik.
Pencegahan Konflik Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Global
Pendidikan kewarganegaraan global dapat digunakan sebagai strategi pencegahan konflik sosial. Model pendekatan yang digunakan melalui pembelajaran berbasis sekolah. Pendidikan kewarganegaraan global berorientasi pada peran warga dan upaya menjalankan tugas serta tanggung jawabnya. Konflik sosial yang terjadi tidak hanya karena konflik internal antar masyarakat, melainkan pengaruh globalisasi sehingga dilakukannya upaya yang sistematis dan strategis.
Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran strategis dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi konflik dan membangun solidaritas bersama. Tenaga pengajar harus memiliki pemahaman yang jelas tentang pencegahan konflik dan resolusi konflik. Pendidikan kewarganegaraan global dapat digunakan sebagai strategi pencegahan konflik sosial. Dengan demikian, pendidikan kewarganegaraan diharapkan dapat berkontribusi pada kemampuan siswa untuk menghargai perbedaan dan mengolah permasalahan menjadi peluang positif.
Daftar Pustaka
Sugara, H. (2022) ‘Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wawasan Demokrasi warga Negara’, JURNAL KOULUTUS, 5(1), pp. 103–116. doi:10.51158/koulutus.v5i1.822.
Sartika, R. (2017) ‘Persepsi Mahasiswa TERHADAP Konflik Dalam Pembelajaran Mata Kuliah pendidikan resolusi konflik’, EDUTECH, 16(1), p. 85. doi:10.17509/e.v16i1.7111.
Sutrisno, S. et al. (2021) ‘Pendidikan Kewarganegaraan global sebagai resolusi konflik sosial’, Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, 6(2), pp. 43–54. doi:10.24269/jpk.v6.n2.2021.pp43-54.
Anisa, T. (2023) Implementasi unnalli Melo Sebagai Alternatif Metode resolusi konflik: Perspektif Teologi Antaragama.[Preprint]. doi:10.31219/osf.io/q49d.
No comments:
Post a Comment