Hukum Hak Asasi Manusia
KEWARGANEGARAAN
Dosen
Pengajar :
Atep
Afia Hidayat, Ir. MP
Disusun
Oleh :
Divan
alif pratama (41518010173)
PRODI
TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS
MERCU BUANA
2021/2022
BAB
I. PENDAHULUAN :
A.
Latar Belakang Masalah
(1) Konsep Dasar
Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia
semata-ma- ta karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena
diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan
sematamata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.10 Dalam arti ini, maka
meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak
tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat
universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk
apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya
perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu
tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada
dirinya sebagai makhluk insani. Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia
seperti dipaparkan di atas bersumber dari teori hak kodrati (natural rights
theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati
(natural law theory), yang terakhir ini dapat dirunut kembali sampai jauh ke
belakang hingga ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga ke zaman modern
melalui tulisan- tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas.11 Hugo de Groot
--seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “bapak hukum
internasional”, atau yang lebih dikenal dengan nama Latinnya, Grotius,
mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrati Aquinas dengan memutus
asal-usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang
rasional. Dengan landasan inilah kemudian, pada perkembangan selanjutnya, salah
se- orang kaum terpelajar pasca-Renaisans, John Locke, mengajukan pemikiran
mengenai teori hak-hak kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah
yang melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika
Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Dalam bukunya yang telah
menjadi klasik, “The Second Treatise of Civil Government and a Letter
Concerning Toleration” Locke mengajukan sebuah postulasi pemikiran bahwa semua
individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan
kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau
dipreteli oleh negara.12 Melalui suatu ‘kontrak sosial’ (social contract),
perlindungan atas hak yang tidak da- pat dicabut ini diserahkan kepada negara.
Tetapi, menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan kontrak sosial itu
dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di negara itu bebas
menurunkan sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia
menghormati hakhak tersebut. Melalui teori hak-hak kodrati ini, maka eksistensi
hak-hak individu yang pra-positif mendapat pengakuan kuat.
(2) Perkembangan
Pemikiran Hak Asasi Manusia Karel Vasak, seorang ahli hukum dari Perancis,
membantu kita untuk memahami dengan lebih baik perkembangan substansi hak-hak
yang terkandung dalam konsep hak asasi manusia. Vasak menggunakan istilah
“generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak yang
diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu. Ahli hukum dari Perancis itu
membuat kategori generasi berdasarkan slogan Revolusi Perancis yang terkenal
itu, yaitu: “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”.21 Menurut Vasak,
masingmasing kata dari slogan itu, sedikit banyak mencerminkan perkembangan
dari kategori-kategori atau generasi-generasi hak yangberbeda. Penggunaan
istilah “generasi” dalam melihat perkembangan hak asasi manusia memang bisa
menyesatkan. Tetapi model Vasak tentu saja tidak dimaksudkan sebagai
representasi dari kehidupan yang riil, model ini tak lebih dari sekedar suatu
ekspresi dari suatu perkembangan yang sangat rumit. Bagaimana persisnya
generasi-generasi hak yang dimaksud oleh Vasak? Di bawah ini garisgaris
besarnya dielaborasi lebih lanjut.
(a) Generasi Pertama Hak Asasi Manusia “Kebebasan”
atau “hak-hak generasi pertama” sering dirujuk untuk mewakili hak-hak sipil dan
politik, yakni hak-hak asasimanusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul dari
tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan
kekuatan-kekuatan sosial lainnya -sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak
yang bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18.
Karena itulah hak-hak generasi pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik.
(b) Generasi Kedua Hak Asasi Manusia “Persamaan”
atau“hak-hak generasikedua” diwakili olehperlindungan bagi hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya. Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar negara menyediakan
pemenuhan terhadap kebutuhan dasarsetiap orang, mulai dari makan sampai pada
kesehatan. Negara dengan demikian dituntut bertindak lebih aktif, agar hak-hak
tersebut dapat terpenuhi atau tersedia.
(c) Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia
“Persaudaraan” atau “hak-hak generasi ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak
solidaritas” atau “hak bersama”.24 Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih
negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atastatanan internasional yang
adil.Melalui tuntutan atas hak solidaritasitu, negara-negara berkembang
menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang
kondusif.
B. Permasalahan
Dari
uraian diatas, Penulis merumuskan masalah dalam makalah ini yakni bagaimana pengaruh
dari hak asasi manusia terhadap masyarakat dan generasi muda Indonesia di zaman
teknologi dan informasi yang semakin berkembang.
C.
Tujuan
a) Untuk
mendeskripsikan bagaimana pengaruh hak asasi manusia pada masyarakat dan generasi muda di
Indonesia.
b) Untuk
mendeskripsikan bagaimana mengatasi dampak hak asasi manusia supaya tidak
berpengaruh negatif.
Ruang
Lingkup
Sekarang kita
kembali pada pembahasan tentang hak asasi manusia sebagai norma internasional
dengan lebih mendalam. Pada uraian di muka telah dipaparkan perkembangan
gagasan hak asasi manusia hingga akhirnya diterima sebagai norma internasional,
dan kemudian diikuti dengan pembahasan terhadap gagasan yang menantang
universalisasi hak asasi manusia yang disuarakan oleh negara-negara berkembang
dengan mengusung gagasan relativisme budaya. Sekarang kita kembali pada
pembahasan mengenai diterimanya gagasan hak asasi manusia sebagai norma yang
berlaku bagi setiap negara. Kalau pembahasan di muka uraian difokuskan pada
evolusi gagasannya, pembahasan kali ini mencoba menelisik tonggak-onggak
terpenting sejarah lahirnya hak asasi manusia sebagai “Magna Charta” di pentas
hukum internasional
Kerangka Teori/Pemikiran
Pada awal
pertumbuhannya, hukum internasional hanya merupakan hukum yang mewadahi
pengaturan tentang hubungan antara negara- negara belaka. Subyeknya sangat
eksklusif, yakni hanya mencakup negara. Entitasentitas yang lain, termasuk
individu, hanya menjadi objek dari sistem itu,55 atau penerima manfaat
(beneficiary) dari sistem tersebut. Individu, sebagai warga negara, tunduk
sepenuhnya kepada kewenangan negaranya. Dalamarti ini, negara tentu dapat saja
membuat ketentuan-ketentuan demi kepentingan warga negaranya (individu), namun
ketentuan-ketentuan semacam itu tidak memberikan hak-hak substantif kepada
individu yang dapat mereka paksakan melaluiprosedur pengadilan. Negara-lah yang
membela hakatau kepentingan warga negaranya apabila mendapat perlakuan yang
bertentangan dengan aturan atau perlakuan semena-mena dari negara lainnya.
Apa yang
dikatakan di atas dikenal dengan doktrin “perlindungan negara terhadap orang
asing” atau “state responsibility for injury to alliens”, yang dikenal dalam
hukum internasional ketika itu. Berdasarkan doktrin hukum internasional itu,
orang-orang asing berhak mengajukan tuntutan terhadap negara tuan rumah yang
melanggar aturan. Biasanya, hal ini terjadi ketika seorang asing mengalami
perlakuan sewenang-wenang di tangan aparat pemerintah, dan negara tersebut
tidak mengambil tindakan apapun atas pelanggaran itu. Doktrin “perlindungan
negara terhadap orang asing” tersebut, khususnya mengenai standar minimal dan
kesamaan perlakuan, kemudian diambil alih oleh perkembangan-perkembangan dalam
hukum hak asasi manusia internasional.
PEMBAHASAN
a.Hukum internasional
yang lama (tradisional) telah berhasil mengembangkan berbagai doktrin dan
kelembagaan yang dirancang dan
ditujukanuntukmelindungiberbagaikelompokorang,mulaidarikaumbudak, kaum
minoritas, bangsa-bangsa pribumi, orang-orang asing, hingga tentara (combatants).
b. Perkembangan
hukum hak asasi manusia yang dipaparkan di atas bermula dari Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai sebuah traktat multilateral yang mengikat
secara hukum semua negara anggota PBB, Piagam itu memuat dengan eksplisit
pasal-pasal mengenai perlindungan hak asasi manusia. Dalam mukadimahnya tertera
tekad bangsa-bangsa yang tergabung dalam PBB untuk “menyatakan kembali
keyakinan pada hak asasi manusia, pada martabat dan nilai manusia”.
c.
“International Bill of Human Rights” adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk
pada tiga instrumen pokok hak asasi manusia internasional beserta optional
protocol-nya yang dirancang oleh PBB. Ketiga instrumen itu adalah: (i)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights);
(ii) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Political Rights); dan (iii) Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights). Sedangkan optional protocol yang masuk
dalamkategori ini adalah, “the Optional Protocol to the Covenant on Civil and
Political Rights” (Protokol Pilihan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik).
KESIMPULAN
Bagian pertama akan memberikan
perspektif historis tentang gagasan dasar hak asasi manusia, asal-usul
pemikiran dan perkembangan konseptualisasinya serta internasionalisasi gagasan
tersebut berikut upaya-upaya penolakannya. Bagian kedua akan menjelaskan
tonggak sejarah penting dalam perkembangan institusionalisasi hak asasi manusia
di tingkat internasional.
DAFTAR PUSTAKA.
Aswanto, 1999, Jaminan Perlindungan HAM dalam KUHAP dan
Bantuan Hukum Terhadap Penegakan HAM di Indonesia, Disertasi, Makassar:
Perpustakaan FH-Unair.
Christian, Jeff & Direktorat Jendral Pemasyarakatan
& RWI Kantor Jakarta , 2002 Kumpulan Instrumen Internasional Hak Asasi
Manusia & Materi Terkait Praktek Pemasyarakatan & Membuat
Standar-Standar Bekerja . Jakarta: Dirjen PRWI
Dahlan, M.Y, AI-Barry, 2003, Kamus Istilah llmiah Seri
Intelectual, Surabaya: Target Press.
Datunsolang, Akbar, 201, Perlindungan Hak Asasi Manusia
Bagi Narapidana Dalam Sistem Pemasyarakatan (Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Manado). Vol.XXI/No.4/April-Juni /2013
14_indah
ReplyDeletedalam artikel ini penulisannya kurang rapih jadi sedikit tidak nyaman ketika menyimak artikel ini, namun isi dari artikel ini sangat baik karena dapat menambah wawasan tentang hukum hak asasi manusia. dizaman sekarang banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi, jadi hukum dalam HAM harus lebih kuat.