Saturday, October 19, 2024

 


Abstrak
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak hanya menjadi landasan konstitusional, tetapi juga sebagai pijakan moral dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah masyarakat yang majemuk dan dinamis, potensi konflik sosial sangat besar, terutama ketika perbedaan nilai, keyakinan, dan kepentingan terjadi. Etika Pancasila memainkan peran penting dalam mencegah dan menyelesaikan konflik tersebut melalui nilai-nilai kebijaksanaan, keadilan, dan persatuan. Artikel ini membahas makna etika Pancasila dalam mencegah dan menyelesaikan konflik sosial di Indonesia, serta relevansinya dalam menjaga harmoni sosial di masyarakat yang plural.

Kata Kunci: Pancasila, etika, konflik sosial, persatuan, kebijaksanaan, keadilan, Indonesia.


Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang sangat plural dengan keberagaman suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Keberagaman ini dapat menjadi kekuatan yang memperkaya kehidupan bangsa jika dikelola dengan baik. Namun, keberagaman juga dapat menjadi sumber konflik apabila perbedaan tersebut tidak dikelola dengan prinsip-prinsip yang adil dan bijaksana. Dalam konteks ini, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya berfungsi sebagai fondasi ideologis, tetapi juga sebagai etika yang mengarahkan perilaku sosial dan politik warga negara.

Pancasila terdiri dari lima sila yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelima sila ini berfungsi sebagai panduan dalam menjaga keharmonisan sosial, termasuk dalam konteks mencegah dan menyelesaikan konflik sosial.

Artikel ini berupaya mengulas bagaimana etika Pancasila dapat diterapkan dalam menyikapi konflik sosial yang terjadi di Indonesia. Dengan memahami nilai-nilai Pancasila sebagai dasar moral dan etika, diharapkan dapat tercipta upaya pencegahan konflik yang lebih efektif dan berkelanjutan.

Permasalahan

Potensi konflik sosial di Indonesia cukup besar karena adanya perbedaan dalam hal:

  1. Keberagaman Identitas: Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa dan enam agama besar yang diakui oleh negara. Perbedaan identitas ini kadang-kadang menjadi pemicu gesekan sosial, terutama ketika kepentingan antar kelompok bertabrakan.
  2. Kesenjangan Sosial dan Ekonomi: Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan dan kesempatan menciptakan kesenjangan yang signifikan di masyarakat. Kondisi ini sering kali menjadi penyebab munculnya konflik, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya.
  3. Perbedaan Kepentingan Politik: Kompetisi politik yang tajam, terutama dalam masa pemilu atau pilkada, sering kali mengarah pada konflik antar kelompok pendukung. Rivalitas politik dapat memperuncing sentimen etnis atau agama.
  4. Ketidakadilan dalam Penegakan Hukum: Ketika penegakan hukum tidak dijalankan secara adil dan transparan, masyarakat kehilangan kepercayaan pada institusi negara. Ini dapat memicu konflik, baik antar individu maupun kelompok, yang merasa diperlakukan tidak adil.
  5. Disintegrasi Sosial Akibat Globalisasi: Pengaruh globalisasi, dengan segala perubahan teknologi dan informasi, terkadang dapat menyebabkan disintegrasi nilai-nilai tradisional yang dipegang oleh masyarakat lokal. Ini bisa menjadi salah satu faktor penyebab munculnya konflik ketika nilai-nilai baru berbenturan dengan nilai lama.

Pembahasan

1.      Pancasila sebagai Etika Sosial yang Menjaga Harmoni dalam Kehidupan Bermasyarakat

Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai pedoman politik dan hukum, tetapi juga berperan sebagai etika sosial yang menuntun perilaku individu dan kelompok dalam berinteraksi. Dalam konteks sosial, Pancasila menanamkan nilai-nilai fundamental yang menjadi landasan dalam menjaga kerukunan di tengah keberagaman. Setiap sila dalam Pancasila menggambarkan norma dan nilai yang harus diinternalisasi oleh masyarakat Indonesia agar tercipta harmoni, keadilan, dan persatuan. Dalam situasi yang berpotensi menimbulkan konflik, Pancasila menyediakan panduan etis yang dapat mengarahkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah melalui cara-cara damai dan adil. Setiap sila dalam Pancasila mengandung prinsip etika sosial yang relevan dalam upaya pencegahan dan penyelesaian konflik sosial.

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama ini tidak hanya menegaskan bahwa Indonesia mengakui keberadaan Tuhan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap keyakinan orang lain. Dalam masyarakat yang sangat plural, seperti Indonesia, perbedaan keyakinan agama sering kali menjadi potensi konflik. Etika Pancasila yang terkandung dalam sila pertama mengajarkan bahwa setiap individu harus menghargai dan menghormati agama dan kepercayaan orang lain.

Penghormatan terhadap perbedaan keyakinan adalah esensi dari sila pertama ini. Etika Ketuhanan Yang Maha Esa tidak hanya menuntut masyarakat untuk memeluk agama sesuai keyakinannya, tetapi juga mewajibkan untuk menghindari tindakan yang dapat menimbulkan konflik antarumat beragama. Sikap saling menghormati ini juga termasuk dalam menahan diri dari tindakan diskriminatif atau provokatif terhadap kelompok agama lain, yang dapat memperparah ketegangan sosial. Sila pertama ini menjadi landasan untuk menghindari konflik berbasis agama dan memperkuat dialog antaragama sebagai cara untuk menyelesaikan perbedaan secara damai.

2.      Kemanusiaan yang Adil dan Berada

Sila kedua menekankan pentingnya menghargai martabat manusia dan menegakkan keadilan dalam setiap tindakan sosial. Etika Pancasila yang tercermin dalam sila ini adalah pengakuan terhadap hak asasi manusia dan kesetaraan setiap individu di hadapan hukum. Kemanusiaan yang adil dan beradab menuntut setiap warga negara untuk memperlakukan sesama dengan penuh penghormatan, tanpa memandang perbedaan suku, ras, atau status sosial.

Dalam konteks konflik sosial, sila kedua ini mendorong masyarakat untuk mengedepankan kemanusiaan, menghargai hak-hak individu, dan menghindari tindakan yang merugikan orang lain. Prinsip keadilan dalam sila ini tidak hanya berbicara tentang keadilan hukum, tetapi juga tentang keadilan sosial yang adil dan merata bagi setiap anggota masyarakat. Sila ini juga mengajarkan pentingnya resolusi konflik yang tidak merugikan martabat manusia melalui cara-cara yang adil dan beradab, seperti dialog dan musyawarah.

3.      Persatuan Indonesia

Persatuan Indonesia, sebagai sila ketiga, menekankan pentingnya menjaga kesatuan bangsa di tengah keberagaman. Etika yang terkandung dalam sila ini adalah prioritas terhadap kepentingan nasional di atas kepentingan kelompok atau individu. Dalam sebuah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, menjaga persatuan adalah tantangan tersendiri. Sila ini mengingatkan masyarakat bahwa keberagaman bukanlah alasan untuk perpecahan, tetapi kekayaan yang harus dirawat dengan bijak.

Dalam mencegah dan menyelesaikan konflik sosial, persatuan menjadi landasan utama. Konflik yang disebabkan oleh perbedaan identitas, seperti suku dan agama, dapat diatasi jika semua pihak menempatkan kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa sebagai prioritas. Etika persatuan ini juga berarti bahwa dalam situasi konflik, individu dan kelompok harus menghindari sikap eksklusif atau sektarian yang dapat merusak integrasi nasional. Sila ketiga ini mengajarkan bahwa untuk mencapai perdamaian, diperlukan kesadaran bahwa setiap warga negara adalah bagian dari satu kesatuan yang lebih besar, yaitu Indonesia.

4.      Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Sila keempat mengedepankan prinsip demokrasi yang berlandaskan kebijaksanaan dan musyawarah. Etika yang terkandung dalam sila ini adalah bahwa segala keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat harus diambil melalui proses musyawarah yang didasarkan pada kebijaksanaan dan bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Demokrasi Pancasila bukanlah demokrasi mayoritarian yang hanya mengejar kemenangan suara terbanyak, melainkan demokrasi yang menjunjung tinggi mufakat.

Dalam konteks konflik sosial, musyawarah menjadi mekanisme utama untuk menyelesaikan perbedaan. Etika Pancasila mengajarkan bahwa setiap pihak dalam konflik harus siap mendengarkan pendapat dan pandangan orang lain dengan sikap terbuka dan penuh kebijaksanaan. Keputusan yang diambil harus mencerminkan keseimbangan antara kepentingan berbagai pihak yang terlibat, sehingga dapat tercapai kesepakatan yang diterima oleh semua pihak. Proses musyawarah ini, jika dijalankan dengan benar, dapat menghindari konflik berkepanjangan dan menguatkan rasa persatuan.

5.      Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila kelima merupakan puncak dari etika Pancasila yang menggarisbawahi pentingnya keadilan sosial. Keadilan sosial tidak hanya berarti kesetaraan dalam distribusi kekayaan, tetapi juga dalam hal kesempatan, hak, dan perlakuan yang adil dalam berbagai aspek kehidupan. Sila ini menuntut negara dan masyarakat untuk memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak-haknya secara adil, tanpa diskriminasi, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan politik dan sosial.

Dalam konteks konflik sosial, ketidakadilan adalah salah satu penyebab utama. Ketidakmerataan akses terhadap sumber daya, kesempatan, dan layanan publik sering kali menimbulkan ketegangan dan kecemburuan sosial. Oleh karena itu, etika keadilan sosial dalam Pancasila menuntut setiap individu, kelompok, dan institusi untuk menghindari tindakan yang menyebabkan ketidakadilan dan ketimpangan. Pemerintah juga memiliki peran penting dalam memastikan bahwa kebijakan publik mencerminkan prinsip-prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.      Penerapan Etika Pancasila dalam Mencegah Konflik Sosial di Indonesia

Penerapan etika Pancasila dalam konteks kehidupan bermasyarakat di Indonesia menjadi sangat penting dalam upaya mencegah konflik sosial. Dengan kekayaan budaya, agama, suku, dan ras yang dimiliki, Indonesia adalah negara yang rentan terhadap potensi konflik berbasis identitas dan ketidakadilan sosial. Namun, etika Pancasila memberikan kerangka dasar untuk menjaga harmoni di tengah keragaman ini. Setiap warga negara diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak, sehingga tercipta kehidupan sosial yang damai dan berkeadilan. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam penerapan etika Pancasila yang dapat mencegah konflik sosial:

1.      Penguatan Toleransi dan Penghormatan terhadap Keberagaman

Indonesia terdiri dari berbagai kelompok suku, agama, dan ras, yang masing-masing memiliki nilai-nilai dan tradisi yang unik. Keberagaman ini adalah kekayaan nasional, namun juga bisa menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu prinsip utama dalam etika Pancasila, terutama yang tercermin dalam sila pertama dan ketiga, adalah pentingnya toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan.

Toleransi mengajarkan bahwa setiap warga negara harus saling menghormati keyakinan, budaya, dan identitas yang berbeda. Ini penting tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam dunia pendidikan, media, dan kebijakan publik. Pendidikan formal dan nonformal memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini, sehingga generasi muda dapat tumbuh dengan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya hidup berdampingan secara harmonis di tengah perbedaan.

Toleransi yang diajarkan dalam etika Pancasila tidak berarti mengabaikan perbedaan, tetapi justru menghormati dan menerima perbedaan sebagai bagian dari kehidupan sosial yang dinamis. Masyarakat yang toleran akan lebih terbuka dalam menerima perbedaan pendapat, kepercayaan, dan pandangan, serta lebih mampu mencegah konflik yang bersumber dari perbedaan identitas.

2.      Penyelesaian Konflik melalui Musyawarah

Sila keempat Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan," menekankan pentingnya musyawarah sebagai metode penyelesaian konflik. Musyawarah adalah prinsip demokrasi khas Indonesia yang mengutamakan dialog dan partisipasi kolektif dalam pengambilan keputusan.

Musyawarah dalam konteks penyelesaian konflik memungkinkan pihak-pihak yang berselisih untuk duduk bersama, berdialog secara terbuka, dan berusaha mencari solusi yang dapat diterima semua pihak. Dalam etika Pancasila, musyawarah adalah proses yang harus dijalankan dengan hikmat kebijaksanaan, yang berarti bahwa setiap individu harus mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Penyelesaian konflik melalui musyawarah memiliki beberapa keuntungan. Pertama, musyawarah menghindari kekerasan fisik atau verbal, sehingga potensi eskalasi konflik dapat diminimalisir. Kedua, musyawarah mendorong adanya pengambilan keputusan yang inklusif, sehingga setiap pihak merasa dihargai dan terlibat dalam proses penyelesaian masalah. Ketiga, musyawarah mencerminkan prinsip gotong royong, di mana solusi yang dihasilkan mencerminkan semangat kebersamaan dan kerjasama.

3.      Pemerataan Keadilan Sosial dan Ekonomi

Salah satu sumber utama konflik sosial di Indonesia adalah ketidakadilan dalam distribusi kekayaan, akses terhadap sumber daya, dan kesempatan. Ketimpangan sosial dan ekonomi sering kali menjadi pemicu ketegangan di masyarakat, terutama di daerah yang merasa termarjinalisasi atau terpinggirkan. Etika Pancasila, khususnya yang terkandung dalam sila kelima, menuntut adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan sosial menurut Pancasila adalah prinsip yang menekankan bahwa setiap warga negara harus mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu ekonomi, politik, pendidikan, maupun kesehatan. Pemerataan keadilan sosial dapat dicapai melalui kebijakan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan bersama, penghapusan ketimpangan sosial, serta akses yang merata terhadap sumber daya alam dan fasilitas publik.

Untuk mencegah konflik sosial yang bersumber dari ketidakadilan, pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan publik yang diambil berorientasi pada kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya kelompok tertentu. Langkah-langkah konkret seperti pembangunan yang merata, program pengentasan kemiskinan, peningkatan akses pendidikan, serta penyediaan layanan kesehatan yang memadai akan mengurangi kesenjangan dan ketidakpuasan di masyarakat, sehingga potensi konflik dapat diminimalisir.

4.      Penegakan Hukum yang Adil

Salah satu faktor pemicu konflik sosial di Indonesia adalah ketidakadilan dalam penegakan hukum. Ketika hukum dianggap tidak berlaku sama bagi semua orang, atau hanya berpihak pada golongan tertentu, ketidakpuasan akan muncul dan memicu konflik. Dalam etika Pancasila, hukum harus ditegakkan secara adil dan merata tanpa diskriminasi. Hal ini berkaitan dengan sila kedua dan kelima yang menuntut adanya keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam penegakan hukum.

Hukum yang adil adalah hukum yang ditegakkan tanpa pandang bulu, di mana setiap warga negara, tanpa memandang status sosial, suku, agama, atau ras, diperlakukan sama di hadapan hukum. Untuk mencegah konflik sosial yang bersumber dari ketidakpuasan terhadap sistem hukum, perlu adanya transparansi dalam proses peradilan, serta upaya untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan akses yang setara terhadap keadilan.

Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum harus terus dijaga. Lembaga-lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak profesional dan independen dalam menangani berbagai kasus, sehingga tidak ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil.

 

5.      Peran Aktif Pemerintah dan Masyarakat

Pencegahan konflik sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung persatuan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Namun, masyarakat juga harus berperan aktif dalam menjaga keharmonisan sosial, baik melalui kegiatan pendidikan, dialog, maupun pemberdayaan komunitas.

Partisipasi masyarakat dalam mencegah konflik dapat dilakukan melalui pendidikan tentang nilai-nilai Pancasila, pelatihan mediasi konflik, serta keterlibatan dalam berbagai kegiatan sosial yang memperkuat ikatan komunitas. Dalam hal ini, pemberdayaan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga kedamaian dan menghindari kekerasan.

 

3.      Kasus Konflik Sosial dan Penerapan Etika Pancasila

Berbagai konflik sosial di Indonesia, baik yang berbasis identitas maupun ketidakadilan ekonomi, dapat dijadikan sebagai contoh bagaimana penerapan etika Pancasila sangat relevan.

1.      Konflik Ambon dan Poso

Konflik yang terjadi di Ambon pada akhir 1990-an dan di Poso pada awal 2000-an adalah contoh nyata di mana perbedaan agama dan etnis memicu kekerasan yang berkepanjangan. Ketegangan antara kelompok-kelompok agama di wilayah tersebut menunjukkan betapa pentingnya penerapan toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman, seperti yang diajarkan oleh Pancasila.

Penyelesaian konflik di Ambon dan Poso akhirnya melibatkan dialog lintas agama, serta program rekonsiliasi yang melibatkan masyarakat setempat untuk memulihkan perdamaian. Pendekatan musyawarah yang sesuai dengan prinsip sila keempat juga menjadi landasan dalam mencapai kesepakatan damai antara pihak-pihak yang berseteru.

2.      Konflik Pilkada

Konflik politik, terutama yang terjadi selama pemilihan kepala daerah (Pilkada), sering kali menimbulkan ketegangan antar kelompok pendukung. Persaingan politik yang tajam dan sentimen SARA yang terkadang dieksploitasi selama masa kampanye bisa memicu konflik yang mengancam stabilitas sosial.

Dalam hal ini, penerapan nilai-nilai musyawarah dan kebijaksanaan seperti yang diajarkan oleh Pancasila sangat penting. Para calon dan pendukungnya harus memahami bahwa perbedaan politik bukanlah alasan untuk memecah belah masyarakat, dan bahwa konflik dapat diselesaikan melalui dialog dan musyawarah yang berorientasi pada kepentingan rakyat banyak.

Kesimpulan:

Artikel ini menekankan pentingnya etika Pancasila dalam mencegah dan menyelesaikan konflik sosial di Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai landasan hukum, tetapi juga sebagai panduan moral yang mengedepankan persatuan, keadilan, dan kebijaksanaan. Potensi konflik di Indonesia yang disebabkan oleh perbedaan identitas, kesenjangan sosial-ekonomi, ketidakadilan hukum, dan pengaruh globalisasi dapat dikelola melalui penerapan nilai-nilai Pancasila. Setiap sila dalam Pancasila mengandung prinsip etis yang relevan dalam menciptakan harmoni dan mencegah perpecahan, terutama dalam konteks masyarakat yang plural.

Etika Pancasila mengajarkan pentingnya toleransi, penghormatan terhadap keberagaman, keadilan sosial, serta penyelesaian konflik melalui musyawarah. Penguatan toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan, musyawarah sebagai metode penyelesaian masalah, pemerataan keadilan sosial, penegakan hukum yang adil, dan peran aktif pemerintah serta masyarakat adalah kunci dalam menjaga stabilitas sosial dan mencegah konflik di Indonesia. Berbagai konflik di Indonesia, seperti konflik berbasis agama atau persaingan politik, menunjukkan relevansi penerapan etika Pancasila dalam menjaga perdamaian.

Saran

1.      Penguatan Pendidikan Pancasila: Pendidikan tentang nilai-nilai Pancasila, terutama dalam konteks keberagaman, perlu ditanamkan sejak dini melalui kurikulum formal dan nonformal. Hal ini akan membantu generasi muda memahami pentingnya hidup dalam toleransi dan harmoni.

2.      Musyawarah sebagai Solusi Konflik: Pemerintah dan masyarakat harus mendorong penggunaan musyawarah sebagai metode utama dalam penyelesaian konflik, baik dalam konteks politik, sosial, maupun ekonomi. Musyawarah yang mengedepankan kebijaksanaan harus menjadi landasan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan bersama.

3.      Pemerataan Keadilan Sosial: Pemerintah harus berkomitmen untuk menciptakan keadilan sosial melalui kebijakan yang merata di berbagai sektor, seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Penghapusan ketimpangan dan peningkatan akses terhadap sumber daya publik akan mengurangi potensi konflik.

4.      Penegakan Hukum yang Adil dan Transparan: Penegakan hukum harus dilakukan dengan transparansi dan keadilan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Institusi hukum harus berperan secara independen dan profesional dalam menegakkan keadilan tanpa memandang latar belakang individu atau kelompok.

5.      Peningkatan Peran Masyarakat: Partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah konflik melalui dialog antar komunitas, pendidikan tentang keberagaman, dan pemberdayaan komunitas perlu diperkuat. Peningkatan kesadaran tentang pentingnya menjaga persatuan akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis.

Daftar Pustaka

  1. Alfian, M. (2015). Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka. Jakarta: Balai Pustaka.
  2. Darwis, S. (2018). Konflik Sosial dan Penegakan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  3. Lubis, T. M. (2012). Etika Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Bandung: Mizan Media Utama.
  4. Sutrisno, A. (2020). Pancasila dan Keberagaman Sosial di Indonesia. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
  5. Wahyudi, A. (2017). Pancasila sebagai Paradigma Penyelesaian Konflik Sosial. Jakarta: Kompas Media.
  6. Anshori, T. M. (2016). Etika Pancasila dalam Kehidupan Sosial di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  7. Setiawan, B. (2018). Keadilan Sosial dan Pancasila: Menggagas Keadilan dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment

PRESENTASI PANCASILA (5)

PRESENTASI PANCASILA (5) Jum'at, 18 Oktober 2024