Abstrak
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak hanya menjadi landasan
konstitusional, tetapi juga sebagai pijakan moral dan etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Di tengah masyarakat yang majemuk dan dinamis, potensi
konflik sosial sangat besar, terutama ketika perbedaan nilai, keyakinan, dan
kepentingan terjadi. Etika Pancasila memainkan peran penting dalam mencegah dan
menyelesaikan konflik tersebut melalui nilai-nilai kebijaksanaan, keadilan, dan
persatuan. Artikel ini membahas makna etika Pancasila dalam mencegah dan
menyelesaikan konflik sosial di Indonesia, serta relevansinya dalam menjaga
harmoni sosial di masyarakat yang plural.
Kata
Kunci: Pancasila,
etika, konflik sosial, persatuan, kebijaksanaan, keadilan, Indonesia.
Pendahuluan
Indonesia
adalah negara yang sangat plural dengan keberagaman suku, agama, ras, dan antar
golongan (SARA). Keberagaman ini dapat menjadi kekuatan yang memperkaya
kehidupan bangsa jika dikelola dengan baik. Namun, keberagaman juga dapat
menjadi sumber konflik apabila perbedaan tersebut tidak dikelola dengan
prinsip-prinsip yang adil dan bijaksana. Dalam konteks ini, Pancasila sebagai
dasar negara tidak hanya berfungsi sebagai fondasi ideologis, tetapi juga
sebagai etika yang mengarahkan perilaku sosial dan politik warga negara.
Pancasila
terdiri dari lima sila yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima sila ini berfungsi sebagai panduan dalam menjaga keharmonisan sosial,
termasuk dalam konteks mencegah dan menyelesaikan konflik sosial.
Artikel
ini berupaya mengulas bagaimana etika Pancasila dapat diterapkan dalam
menyikapi konflik sosial yang terjadi di Indonesia. Dengan memahami nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar moral dan etika, diharapkan dapat tercipta upaya
pencegahan konflik yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Permasalahan
Potensi
konflik sosial di Indonesia cukup besar karena adanya perbedaan dalam hal:
- Keberagaman Identitas: Indonesia memiliki lebih
dari 1.300 suku bangsa dan enam agama besar yang diakui oleh negara.
Perbedaan identitas ini kadang-kadang menjadi pemicu gesekan sosial,
terutama ketika kepentingan antar kelompok bertabrakan.
- Kesenjangan Sosial dan
Ekonomi:
Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan dan kesempatan menciptakan
kesenjangan yang signifikan di masyarakat. Kondisi ini sering kali menjadi
penyebab munculnya konflik, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya.
- Perbedaan Kepentingan
Politik:
Kompetisi politik yang tajam, terutama dalam masa pemilu atau pilkada,
sering kali mengarah pada konflik antar kelompok pendukung. Rivalitas
politik dapat memperuncing sentimen etnis atau agama.
- Ketidakadilan dalam
Penegakan Hukum:
Ketika penegakan hukum tidak dijalankan secara adil dan transparan,
masyarakat kehilangan kepercayaan pada institusi negara. Ini dapat memicu
konflik, baik antar individu maupun kelompok, yang merasa diperlakukan
tidak adil.
- Disintegrasi Sosial Akibat
Globalisasi:
Pengaruh globalisasi, dengan segala perubahan teknologi dan informasi,
terkadang dapat menyebabkan disintegrasi nilai-nilai tradisional yang
dipegang oleh masyarakat lokal. Ini bisa menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya konflik ketika nilai-nilai baru berbenturan dengan
nilai lama.
Pembahasan
1. Pancasila sebagai Etika Sosial
yang Menjaga Harmoni dalam Kehidupan Bermasyarakat
Pancasila
sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia tidak hanya berfungsi
sebagai pedoman politik dan hukum, tetapi juga berperan sebagai etika sosial
yang menuntun perilaku individu dan kelompok dalam berinteraksi. Dalam konteks
sosial, Pancasila menanamkan nilai-nilai fundamental yang menjadi landasan
dalam menjaga kerukunan di tengah keberagaman. Setiap sila dalam Pancasila
menggambarkan norma dan nilai yang harus diinternalisasi oleh masyarakat
Indonesia agar tercipta harmoni, keadilan, dan persatuan. Dalam situasi yang
berpotensi menimbulkan konflik, Pancasila menyediakan panduan etis yang dapat
mengarahkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah melalui cara-cara damai dan
adil. Setiap sila dalam Pancasila mengandung prinsip etika sosial yang relevan
dalam upaya pencegahan dan penyelesaian konflik sosial.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila
pertama ini tidak hanya menegaskan bahwa Indonesia mengakui keberadaan Tuhan,
tetapi juga menanamkan nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap
keyakinan orang lain. Dalam masyarakat yang sangat plural, seperti Indonesia,
perbedaan keyakinan agama sering kali menjadi potensi konflik. Etika Pancasila
yang terkandung dalam sila pertama mengajarkan bahwa setiap individu harus
menghargai dan menghormati agama dan kepercayaan orang lain.
Penghormatan
terhadap perbedaan keyakinan adalah esensi dari sila pertama ini. Etika
Ketuhanan Yang Maha Esa tidak hanya menuntut masyarakat untuk memeluk agama
sesuai keyakinannya, tetapi juga mewajibkan untuk menghindari tindakan yang
dapat menimbulkan konflik antarumat beragama. Sikap saling menghormati ini juga
termasuk dalam menahan diri dari tindakan diskriminatif atau provokatif
terhadap kelompok agama lain, yang dapat memperparah ketegangan sosial. Sila
pertama ini menjadi landasan untuk menghindari konflik berbasis agama dan
memperkuat dialog antaragama sebagai cara untuk menyelesaikan perbedaan secara
damai.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Berada
Sila
kedua menekankan pentingnya menghargai martabat manusia dan menegakkan keadilan
dalam setiap tindakan sosial. Etika Pancasila yang tercermin dalam sila ini
adalah pengakuan terhadap hak asasi manusia dan kesetaraan setiap individu di
hadapan hukum. Kemanusiaan yang adil dan beradab menuntut setiap warga negara
untuk memperlakukan sesama dengan penuh penghormatan, tanpa memandang perbedaan
suku, ras, atau status sosial.
Dalam
konteks konflik sosial, sila kedua ini mendorong masyarakat untuk mengedepankan
kemanusiaan, menghargai hak-hak individu, dan menghindari tindakan yang
merugikan orang lain. Prinsip keadilan dalam sila ini tidak hanya berbicara
tentang keadilan hukum, tetapi juga tentang keadilan sosial yang adil dan merata
bagi setiap anggota masyarakat. Sila ini juga mengajarkan pentingnya resolusi
konflik yang tidak merugikan martabat manusia melalui cara-cara yang adil dan
beradab, seperti dialog dan musyawarah.
3. Persatuan Indonesia
Persatuan
Indonesia, sebagai sila ketiga, menekankan pentingnya menjaga kesatuan bangsa
di tengah keberagaman. Etika yang terkandung dalam sila ini adalah prioritas
terhadap kepentingan nasional di atas kepentingan kelompok atau individu. Dalam
sebuah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, menjaga
persatuan adalah tantangan tersendiri. Sila ini mengingatkan masyarakat bahwa
keberagaman bukanlah alasan untuk perpecahan, tetapi kekayaan yang harus
dirawat dengan bijak.
Dalam
mencegah dan menyelesaikan konflik sosial, persatuan menjadi landasan utama.
Konflik yang disebabkan oleh perbedaan identitas, seperti suku dan agama, dapat
diatasi jika semua pihak menempatkan kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa
sebagai prioritas. Etika persatuan ini juga berarti bahwa dalam situasi
konflik, individu dan kelompok harus menghindari sikap eksklusif atau sektarian
yang dapat merusak integrasi nasional. Sila ketiga ini mengajarkan bahwa untuk
mencapai perdamaian, diperlukan kesadaran bahwa setiap warga negara adalah
bagian dari satu kesatuan yang lebih besar, yaitu Indonesia.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila
keempat mengedepankan prinsip demokrasi yang berlandaskan kebijaksanaan dan
musyawarah. Etika yang terkandung dalam sila ini adalah bahwa segala keputusan
yang menyangkut kepentingan masyarakat harus diambil melalui proses musyawarah
yang didasarkan pada kebijaksanaan dan bukan kepentingan pribadi atau kelompok.
Demokrasi Pancasila bukanlah demokrasi mayoritarian yang hanya mengejar
kemenangan suara terbanyak, melainkan demokrasi yang menjunjung tinggi mufakat.
Dalam
konteks konflik sosial, musyawarah menjadi mekanisme utama untuk menyelesaikan
perbedaan. Etika Pancasila mengajarkan bahwa setiap pihak dalam konflik harus
siap mendengarkan pendapat dan pandangan orang lain dengan sikap terbuka dan
penuh kebijaksanaan. Keputusan yang diambil harus mencerminkan keseimbangan
antara kepentingan berbagai pihak yang terlibat, sehingga dapat tercapai
kesepakatan yang diterima oleh semua pihak. Proses musyawarah ini, jika
dijalankan dengan benar, dapat menghindari konflik berkepanjangan dan
menguatkan rasa persatuan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Sila
kelima merupakan puncak dari etika Pancasila yang menggarisbawahi pentingnya
keadilan sosial. Keadilan sosial tidak hanya berarti kesetaraan dalam
distribusi kekayaan, tetapi juga dalam hal kesempatan, hak, dan perlakuan yang
adil dalam berbagai aspek kehidupan. Sila ini menuntut negara dan masyarakat
untuk memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak-haknya secara adil,
tanpa diskriminasi, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun
kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan politik dan sosial.
Dalam
konteks konflik sosial, ketidakadilan adalah salah satu penyebab utama.
Ketidakmerataan akses terhadap sumber daya, kesempatan, dan layanan publik
sering kali menimbulkan ketegangan dan kecemburuan sosial. Oleh karena itu,
etika keadilan sosial dalam Pancasila menuntut setiap individu, kelompok, dan institusi
untuk menghindari tindakan yang menyebabkan ketidakadilan dan ketimpangan.
Pemerintah juga memiliki peran penting dalam memastikan bahwa kebijakan publik
mencerminkan prinsip-prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Penerapan Etika Pancasila dalam
Mencegah Konflik Sosial di Indonesia
Penerapan
etika Pancasila dalam konteks kehidupan bermasyarakat di Indonesia menjadi
sangat penting dalam upaya mencegah konflik sosial. Dengan kekayaan budaya,
agama, suku, dan ras yang dimiliki, Indonesia adalah negara yang rentan
terhadap potensi konflik berbasis identitas dan ketidakadilan sosial. Namun,
etika Pancasila memberikan kerangka dasar untuk menjaga harmoni di tengah
keragaman ini. Setiap warga negara diharapkan mampu menginternalisasi
nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak,
sehingga tercipta kehidupan sosial yang damai dan berkeadilan. Berikut adalah
beberapa aspek penting dalam penerapan etika Pancasila yang dapat mencegah
konflik sosial:
1.
Penguatan Toleransi dan Penghormatan terhadap Keberagaman
Indonesia
terdiri dari berbagai kelompok suku, agama, dan ras, yang masing-masing
memiliki nilai-nilai dan tradisi yang unik. Keberagaman ini adalah kekayaan
nasional, namun juga bisa menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan
baik. Salah satu prinsip utama dalam etika Pancasila, terutama yang tercermin
dalam sila pertama dan ketiga, adalah pentingnya toleransi dan penghormatan
terhadap perbedaan.
Toleransi
mengajarkan bahwa setiap warga negara harus saling menghormati keyakinan,
budaya, dan identitas yang berbeda. Ini penting tidak hanya dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi juga dalam dunia pendidikan, media, dan kebijakan publik.
Pendidikan formal dan nonformal memiliki peran penting dalam menanamkan
nilai-nilai toleransi sejak dini, sehingga generasi muda dapat tumbuh dengan
pemahaman yang mendalam tentang pentingnya hidup berdampingan secara harmonis
di tengah perbedaan.
Toleransi
yang diajarkan dalam etika Pancasila tidak berarti mengabaikan perbedaan,
tetapi justru menghormati dan menerima perbedaan sebagai bagian dari kehidupan
sosial yang dinamis. Masyarakat yang toleran akan lebih terbuka dalam menerima
perbedaan pendapat, kepercayaan, dan pandangan, serta lebih mampu mencegah konflik
yang bersumber dari perbedaan identitas.
2.
Penyelesaian Konflik melalui Musyawarah
Sila
keempat Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan," menekankan pentingnya
musyawarah sebagai metode penyelesaian konflik. Musyawarah adalah prinsip
demokrasi khas Indonesia yang mengutamakan dialog dan partisipasi kolektif
dalam pengambilan keputusan.
Musyawarah
dalam konteks penyelesaian konflik memungkinkan pihak-pihak yang berselisih
untuk duduk bersama, berdialog secara terbuka, dan berusaha mencari solusi yang
dapat diterima semua pihak. Dalam etika Pancasila, musyawarah adalah proses
yang harus dijalankan dengan hikmat kebijaksanaan, yang berarti bahwa setiap
individu harus mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
atau kelompok.
Penyelesaian
konflik melalui musyawarah memiliki beberapa keuntungan. Pertama, musyawarah
menghindari kekerasan fisik atau verbal, sehingga potensi eskalasi konflik
dapat diminimalisir. Kedua, musyawarah mendorong adanya pengambilan keputusan
yang inklusif, sehingga setiap pihak merasa dihargai dan terlibat dalam proses
penyelesaian masalah. Ketiga, musyawarah mencerminkan prinsip gotong royong, di
mana solusi yang dihasilkan mencerminkan semangat kebersamaan dan kerjasama.
3.
Pemerataan Keadilan Sosial dan Ekonomi
Salah
satu sumber utama konflik sosial di Indonesia adalah ketidakadilan dalam
distribusi kekayaan, akses terhadap sumber daya, dan kesempatan. Ketimpangan
sosial dan ekonomi sering kali menjadi pemicu ketegangan di masyarakat,
terutama di daerah yang merasa termarjinalisasi atau terpinggirkan. Etika
Pancasila, khususnya yang terkandung dalam sila kelima, menuntut adanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan
sosial menurut Pancasila adalah prinsip yang menekankan bahwa setiap warga
negara harus mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek
kehidupan, baik itu ekonomi, politik, pendidikan, maupun kesehatan. Pemerataan
keadilan sosial dapat dicapai melalui kebijakan ekonomi yang berorientasi pada
kesejahteraan bersama, penghapusan ketimpangan sosial, serta akses yang merata
terhadap sumber daya alam dan fasilitas publik.
Untuk
mencegah konflik sosial yang bersumber dari ketidakadilan, pemerintah harus
memastikan bahwa setiap kebijakan publik yang diambil berorientasi pada
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya kelompok tertentu.
Langkah-langkah konkret seperti pembangunan yang merata, program pengentasan
kemiskinan, peningkatan akses pendidikan, serta penyediaan layanan kesehatan
yang memadai akan mengurangi kesenjangan dan ketidakpuasan di masyarakat,
sehingga potensi konflik dapat diminimalisir.
4.
Penegakan Hukum yang Adil
Salah
satu faktor pemicu konflik sosial di Indonesia adalah ketidakadilan dalam
penegakan hukum. Ketika hukum dianggap tidak berlaku sama bagi semua orang,
atau hanya berpihak pada golongan tertentu, ketidakpuasan akan muncul dan
memicu konflik. Dalam etika Pancasila, hukum harus ditegakkan secara adil dan
merata tanpa diskriminasi. Hal ini berkaitan dengan sila kedua dan kelima yang
menuntut adanya keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam penegakan
hukum.
Hukum
yang adil adalah hukum yang ditegakkan tanpa pandang bulu, di mana setiap warga
negara, tanpa memandang status sosial, suku, agama, atau ras, diperlakukan sama
di hadapan hukum. Untuk mencegah konflik sosial yang bersumber dari
ketidakpuasan terhadap sistem hukum, perlu adanya transparansi dalam proses
peradilan, serta upaya untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan akses
yang setara terhadap keadilan.
Selain
itu, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum harus terus dijaga.
Lembaga-lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus
bertindak profesional dan independen dalam menangani berbagai kasus, sehingga
tidak ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil.
5.
Peran Aktif Pemerintah dan Masyarakat
Pencegahan
konflik sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga
memerlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah
memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung persatuan,
keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Namun, masyarakat juga harus berperan aktif
dalam menjaga keharmonisan sosial, baik melalui kegiatan pendidikan, dialog,
maupun pemberdayaan komunitas.
Partisipasi
masyarakat dalam mencegah konflik dapat dilakukan melalui pendidikan tentang
nilai-nilai Pancasila, pelatihan mediasi konflik, serta keterlibatan dalam
berbagai kegiatan sosial yang memperkuat ikatan komunitas. Dalam hal ini,
pemberdayaan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan kesadaran kolektif
tentang pentingnya menjaga kedamaian dan menghindari kekerasan.
3. Kasus Konflik Sosial dan
Penerapan Etika Pancasila
Berbagai
konflik sosial di Indonesia, baik yang berbasis identitas maupun ketidakadilan
ekonomi, dapat dijadikan sebagai contoh bagaimana penerapan etika Pancasila
sangat relevan.
1. Konflik Ambon dan Poso
Konflik
yang terjadi di Ambon pada akhir 1990-an dan di Poso pada awal 2000-an adalah
contoh nyata di mana perbedaan agama dan etnis memicu kekerasan yang berkepanjangan.
Ketegangan antara kelompok-kelompok agama di wilayah tersebut menunjukkan
betapa pentingnya penerapan toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman,
seperti yang diajarkan oleh Pancasila.
Penyelesaian
konflik di Ambon dan Poso akhirnya melibatkan dialog lintas agama, serta
program rekonsiliasi yang melibatkan masyarakat setempat untuk memulihkan
perdamaian. Pendekatan musyawarah yang sesuai dengan prinsip sila keempat juga
menjadi landasan dalam mencapai kesepakatan damai antara pihak-pihak yang
berseteru.
2. Konflik Pilkada
Konflik
politik, terutama yang terjadi selama pemilihan kepala daerah (Pilkada), sering
kali menimbulkan ketegangan antar kelompok pendukung. Persaingan politik yang
tajam dan sentimen SARA yang terkadang dieksploitasi selama masa kampanye bisa
memicu konflik yang mengancam stabilitas sosial.
Dalam hal
ini, penerapan nilai-nilai musyawarah dan kebijaksanaan seperti yang diajarkan
oleh Pancasila sangat penting. Para calon dan pendukungnya harus memahami bahwa
perbedaan politik bukanlah alasan untuk memecah belah masyarakat, dan bahwa
konflik dapat diselesaikan melalui dialog dan musyawarah yang berorientasi pada
kepentingan rakyat banyak.
Kesimpulan:
Artikel ini menekankan pentingnya etika Pancasila dalam mencegah dan
menyelesaikan konflik sosial di Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila
tidak hanya berfungsi sebagai landasan hukum, tetapi juga sebagai panduan moral
yang mengedepankan persatuan, keadilan, dan kebijaksanaan. Potensi konflik di
Indonesia yang disebabkan oleh perbedaan identitas, kesenjangan sosial-ekonomi,
ketidakadilan hukum, dan pengaruh globalisasi dapat dikelola melalui penerapan
nilai-nilai Pancasila. Setiap sila dalam Pancasila mengandung prinsip etis yang
relevan dalam menciptakan harmoni dan mencegah perpecahan, terutama dalam
konteks masyarakat yang plural.
Etika Pancasila mengajarkan pentingnya toleransi, penghormatan terhadap
keberagaman, keadilan sosial, serta penyelesaian konflik melalui musyawarah.
Penguatan toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan, musyawarah sebagai
metode penyelesaian masalah, pemerataan keadilan sosial, penegakan hukum yang
adil, dan peran aktif pemerintah serta masyarakat adalah kunci dalam menjaga
stabilitas sosial dan mencegah konflik di Indonesia. Berbagai konflik di
Indonesia, seperti konflik berbasis agama atau persaingan politik, menunjukkan
relevansi penerapan etika Pancasila dalam menjaga perdamaian.
Saran
1. Penguatan
Pendidikan Pancasila: Pendidikan tentang nilai-nilai Pancasila,
terutama dalam konteks keberagaman, perlu ditanamkan sejak dini melalui
kurikulum formal dan nonformal. Hal ini akan membantu generasi muda memahami
pentingnya hidup dalam toleransi dan harmoni.
2. Musyawarah
sebagai Solusi Konflik: Pemerintah dan masyarakat harus mendorong
penggunaan musyawarah sebagai metode utama dalam penyelesaian konflik, baik dalam
konteks politik, sosial, maupun ekonomi. Musyawarah yang mengedepankan
kebijaksanaan harus menjadi landasan dalam pengambilan keputusan yang
melibatkan kepentingan bersama.
3. Pemerataan
Keadilan Sosial: Pemerintah harus berkomitmen untuk menciptakan keadilan
sosial melalui kebijakan yang merata di berbagai sektor, seperti ekonomi,
pendidikan, dan kesehatan. Penghapusan ketimpangan dan peningkatan akses
terhadap sumber daya publik akan mengurangi potensi konflik.
4. Penegakan
Hukum yang Adil dan Transparan: Penegakan hukum harus dilakukan dengan
transparansi dan keadilan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Institusi hukum
harus berperan secara independen dan profesional dalam menegakkan keadilan
tanpa memandang latar belakang individu atau kelompok.
5. Peningkatan
Peran Masyarakat: Partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah konflik
melalui dialog antar komunitas, pendidikan tentang keberagaman, dan
pemberdayaan komunitas perlu diperkuat. Peningkatan kesadaran tentang
pentingnya menjaga persatuan akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis.
Daftar Pustaka
- Alfian, M. (2015). Pancasila
Sebagai Ideologi Terbuka. Jakarta: Balai Pustaka.
- Darwis, S. (2018). Konflik
Sosial dan Penegakan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Lubis, T. M. (2012). Etika
Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Bandung: Mizan
Media Utama.
- Sutrisno, A. (2020). Pancasila
dan Keberagaman Sosial di Indonesia. Surabaya: Universitas Airlangga
Press.
- Wahyudi, A. (2017). Pancasila
sebagai Paradigma Penyelesaian Konflik Sosial. Jakarta: Kompas Media.
- Anshori, T. M. (2016). Etika
Pancasila dalam Kehidupan Sosial di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
- Setiawan, B. (2018). Keadilan
Sosial dan Pancasila: Menggagas Keadilan dalam Masyarakat Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
No comments:
Post a Comment