Abstrak
Membahas bagaimana Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, mempengaruhi proses pembuatan aturan di negara kita. Dengan menggunakan pendekatan hukum dan menganalisis berbagai sumber, penelitian ini menemukan bahwa Pancasila memiliki peran penting sebagai sumber utama dalam pembuatan aturan. Pancasila memberikan dasar pemikiran dan menjadi tolok ukur dalam membuat aturan di Indonesia. Meskipun ada upaya untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam aturan yang dibuat, masih ada tantangan dalam pelaksanaannya secara konsisten.
Kata Kunci : Pancasila, Perundang-Undangan, Dasar Negara, Sistem Hukum Indonesia
Pendahuluan
Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak diumumkan pada 18 Agustus 1945, Pancasila telah menjadi landasan pemikiran dan pedoman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam sistem hukum nasional, Pancasila berperan sebagai sumber utama dalam pembuatan aturan, yang berarti bahwa setiap aturan yang dibuat harus mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pembuatan aturan merupakan salah satu aspek penting dalam menjalankan negara hukum. Proses ini tidak hanya melibatkan aspek teknis penulisan aturan, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek filosofis, sosial, dan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam hal ini, Pancasila menjadi acuan utama untuk memastikan bahwa setiap aturan yang dibuat tidak bertentangan dengan jati diri dan cita-cita bangsa Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam bagaimana Pancasila mempengaruhi proses pembuatan aturan di Indonesia. Fokus utama akan diberikan pada cara penerapan nilai-nilai Pancasila dalam tahapan pembuatan aturan, tantangan yang dihadapi, serta upaya-upaya yang dilakukan untuk memastikan keselarasan antara pandangan hidup bangsa dengan sistem hukum yang berlaku.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kedudukan Pancasila dalam sistem hukum nasional Indonesia?
2. Sejauh mana nilai-nilai Pancasila diterapkan dalam proses pembuatan aturan?
3. Apa saja tantangan dan kendala yang dihadapi dalam menerapkan Pancasila ke dalam aturan-aturan nasional?
4. Bagaimana upaya menyelaraskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dengan perkembangan hukum di era modern?
Pembahasan
1. Kedudukan Pancasila dalam Sistem Hukum Nasional
Pancasila memiliki kedudukan yang unik dan penting dalam sistem hukum nasional Indonesia. Secara resmi, posisi Pancasila sebagai sumber utama dalam pembuatan aturan negara ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 2 UU tersebut menyatakan bahwa "Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara." Akibat dari ketentuan ini adalah bahwa setiap aturan yang dibuat harus bersumber dan berdasar pada Pancasila. Hal ini menjadikan Pancasila sebagai dasar utama dalam sistem hukum Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam teori tingkatan normanya (Asshiddiqie & Safa'at, 2006).
Lebih lanjut, Pancasila berfungsi sebagai:
a) Dasar filosofis: Pancasila menjadi landasan pemikiran bagi seluruh aturan nasional.
b) Cita-cita negara: Pancasila merupakan tujuan negara yang menjadi pedoman dalam menjalankan negara.
c) Cita-cita hukum: Pancasila adalah tujuan hukum yang harus menjiwai setiap aturan di Indonesia.
Pengaruh Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilihat dari beberapa aspek:
- Aspek Substansi: Isi dari setiap peraturan harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
- Aspek Proses: Proses pembentukan peraturan harus mencerminkan semangat musyawarah dan gotong royong yang merupakan perwujudan dari sila keempat Pancasila.
- Aspek Tujuan: Tujuan akhir dari setiap peraturan harus mengarah pada tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan sila kelima Pancasila.
Dalam konteks ini, Mahfud MD (2010) menegaskan bahwa Pancasila harus dipahami sebagai pandangan hidup yang terbuka, dapat berubah, dan sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam sistem hukum harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan inti dasarnya.
2. Penerapan Nilai-nilai Pancasila dalam Pembuatan Aturan
Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pembuatan aturan dapat dilihat dalam beberapa tahap, sebagaimana diuraikan oleh Pratiwi (2020):
a) Tahap Perencanaan: Pada tahap ini, Pancasila menjadi acuan dalam menentukan arah kebijakan hukum nasional. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disusun oleh DPR bersama Pemerintah harus mencerminkan upaya mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk aturan.Pada tahap ini, pengaruh Pancasila terlihat dari:
- Penentuan prioritas RUU yang harus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
- Analisis kebutuhan hukum yang mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
- Harmonisasi rencana legislasi dengan tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
b) Tahap Penyusunan: Naskah akademik sebagai dokumen awal dalam penyusunan rancangan undang-undang harus memuat landasan pemikiran yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Hal ini ditegaskan dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 tentang cara penyusunan naskah akademik. Pada tahap ini, pengaruh Pancasila dapat dilihat dari:
- Perumusan naskah akademik yang harus menguraikan landasan filosofis berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
- Penyusunan pasal-pasal RUU yang harus mencerminkan prinsip-prinsip Pancasila, seperti keadilan, kemanusiaan, dan persatuan.
- Konsultasi publik yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, mencerminkan prinsip musyawarah dalam sila keempat Pancasila.
c) Tahap Pembahasan: Dalam pembahasan rancangan undang-undang di DPR, nilai-nilai Pancasila menjadi salah satu tolok ukur untuk menilai kelayakan suatu rancangan undang-undang. Komisi III DPR RI yang menangani bidang hukum seringkali menggunakan Pancasila sebagai acuan dalam perdebatan isi rancangan undang-undang. Tahap pembahasan melibatkan diskusi dan negosiasi antara DPR dan Pemerintah (dan DPD untuk RUU tertentu) untuk mencapai kesepakatan atas isi RUU. Pengaruh Pancasila pada tahap ini terlihat dari:
- Proses musyawarah untuk mencapai mufakat dalam pembahasan RUU, sesuai dengan sila keempat Pancasila.
- Pertimbangan aspek keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat dalam setiap keputusan yang diambil.
- Upaya untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan dalam masyarakat, mencerminkan prinsip persatuan dan keadilan sosial.
d) Tahap Pengesahan: Sebelum disahkan, setiap rancangan undang-undang harus melalui proses penyelarasan untuk memastikan kesesuaiannya dengan Pancasila, UUD 1945, dan aturan-aturan lainnya.
e) Tahap Pengundangan: Dalam bagian "Menimbang" pada setiap undang-undang, seringkali dicantumkan rujukan terhadap nilai-nilai Pancasila yang menjadi latar belakang pembuatan undang-undang tersebut.
Tahap pengundangan melibatkan penempatan UU yang telah disahkan dalam Lembaran Negara agar dapat diketahui oleh masyarakat luas. Pengaruh Pancasila pada tahap ini terlihat dari:
- Penyebarluasan informasi tentang UU baru kepada seluruh lapisan masyarakat, mencerminkan prinsip keadilan dan kesetaraan.
- Penjelasan tentang latar belakang dan tujuan UU yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila.
Pratiwi (2020) menekankan bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila dalam aturan hukum harus dilakukan secara sistematis dan konsisten pada setiap tahapan pembuatan aturan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap aturan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan semangat dan nilai-nilai Pancasila.
Latif (2012) mengemukakan bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila dalam aturan-aturan dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:
1) Kemanusiaan: Aturan harus menjamin perlindungan hak asasi manusia dan martabat manusia.
2) Keadilan Sosial: Aturan yang dibuat harus bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
3) Persatuan: Aturan-aturan harus memperkuat persatuan nasional.
4) Kerakyatan: Proses pembuatan aturan harus melibatkan partisipasi masyarakat.
5) Ketuhanan: Aturan harus menghormati nilai-nilai agama yang dianut masyarakat.
3. Tantangan dan Kendala Penerapan Pancasila dalam Aturan Nasional
Meskipun secara resmi Pancasila telah ditetapkan sebagai sumber utama dalam pembuatan aturan, dalam praktiknya masih terdapat beberapa tantangan dan kendala dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila ke dalam aturan-aturan nasional:
a) Penafsiran yang Beragam: Penafsiran terhadap nilai-nilai Pancasila seringkali berbeda-beda di antara para pembuat undang-undang, yang dapat menimbulkan perdebatan panjang dalam proses pembuatan aturan (Sidharta, 2015).
b) Tarik-menarik Kepentingan: Proses pembuatan undang-undang tidak jarang diwarnai oleh kepentingan politik jangka pendek yang kadang bertentangan dengan semangat Pancasila (Mahfud MD, 2011).
c) Globalisasi dan Pengaruh Asing: Masuknya berbagai konsep hukum asing terkadang menimbulkan kesulitan dalam menyelaraskannya dengan nilai-nilai Pancasila (Sudjito, 2013).
d) Keterbatasan Pemahaman: Tidak semua pembuat undang-undang memiliki pemahaman yang mendalam tentang filosofi Pancasila dan penerapannya dalam konteks hukum modern (Attamimi, 1990).
e) Perubahan Sosial yang Cepat: Perubahan sosial yang pesat kadang menuntut respons hukum yang cepat, sehingga proses pengkajian mendalam terhadap kesesuaian dengan Pancasila menjadi terbatas.
Pratiwi (2020) menambahkan bahwa salah satu tantangan utama adalah menerjemahkan nilai-nilai abstrak Pancasila ke dalam norma-norma hukum yang konkret dan operasional. Hal ini memerlukan pemahaman yang mendalam tidak hanya tentang Pancasila, tetapi juga tentang konteks sosial, ekonomi, dan politik yang terus berubah.
4. Upaya Penyelarasan Pancasila dengan Perkembangan Hukum Modern
Untuk mengatasi tantangan dan kendala yang ada, beberapa upaya penyelarasan telah dan perlu terus dilakukan:
a) Penguatan Lembaga Pengkaji: Pembentukan dan penguatan lembaga seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan aturan (Perpres No. 7 Tahun 2018).
b) Peningkatan Kemampuan Pembuat Undang-undang: Program pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bagi anggota DPR dan perancang undang-undang tentang penerapan Pancasila dalam pembuatan aturan.
c) Partisipasi Masyarakat: Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan akademisi dalam proses pembuatan undang-undang untuk memastikan aspirasi yang selaras dengan nilai Pancasila terakomodasi (UU No. 12 Tahun 2011).
d) Pembaruan Pancasila: Upaya untuk menafsirkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam konteks kekinian, sehingga tetap relevan dengan perkembangan zaman (Latif, 2018).
e) Peninjauan Ulang oleh Mahkamah Konstitusi: Penguatan peran Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yang bersumber pada Pancasila (Asshiddiqie, 2010).
f) Penyelarasan Hukum: Penguatan proses penyelarasan dan penyesuaian aturan-aturan untuk memastikan kesesuaian dengan Pancasila (Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2014).
5. Contoh Penerapan Nilai Pancasila dalam Undang-Undang
Untuk memberikan gambaran nyata tentang bagaimana nilai-nilai Pancasila diterapkan dalam aturan-aturan terkini, kita dapat menganalisis beberapa undang-undang yang telah disahkan dalam beberapa tahun terakhir:
a) UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: Undang-undang ini mencerminkan upaya untuk mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, melalui penyederhanaan aturan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, proses pembuatannya juga menuai kritik terkait kurangnya partisipasi masyarakat, yang dapat dianggap bertentangan dengan sila keempat tentang kerakyatan.
b) UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara: Pembentukan ibu kota baru mencerminkan semangat persatuan (sila ketiga) dengan upaya pemerataan pembangunan. Aspek pelestarian lingkungan dalam pembangunan IKN juga sejalan dengan prinsip keseimbangan dalam Pancasila.
c) UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah: Undang-undang ini mencerminkan penerapan sila ketiga (persatuan) dan sila kelima (keadilan sosial) melalui pengaturan pembagian keuangan yang lebih adil dan merata antara pusat dan daerah.
Analisis terhadap undang-undang terkini ini menunjukkan bahwa upaya untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam aturan-aturan terus dilakukan, meskipun dalam praktiknya masih menghadapi berbagai tantangan dan kritik.
6. Peran Mahkamah Konstitusi dalam Menjaga Konsistensi Pancasila dalam Aturan-aturan
Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran penting dalam menjaga konsistensi nilai-nilai Pancasila dalam aturan-aturan melalui kewenangannya melakukan pengujian undang-undang. Beberapa putusan MK yang mencerminkan upaya ini antara lain:
a) Putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016 tentang pengakuan penghayat kepercayaan: MK menegaskan bahwa pengakuan terhadap penghayat kepercayaan sejalan dengan sila pertama Pancasila yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan.
b) Putusan Nomor 13/PUU-XV/2017 tentang batas usia perkawinan: MK memutuskan bahwa perbedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan bertentangan denganprinsip kesetaraan yang tercermin dalam sila kedua dan kelima Pancasila.
c) Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017 tentang batas usia minimal pejabat publik: MK memutuskan bahwa pembatasan usia minimal untuk pejabat publik tidak bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila keempat, selama pembatasan tersebut rasional dan tidak diskriminatif.
Putusan-putusan MK ini menunjukkan bagaimana lembaga ini berperan dalam menjaga konsistensi nilai-nilai Pancasila dalam aturan hukum di Indonesia.
7. Tantangan Masa Depan dan Solusi Potensial
Dalam menghadapi perkembangan zaman dan tantangan global, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pembuatan aturan hukum akan terus menghadapi berbagai tantangan. Beberapa tantangan dan solusi potensial yang dapat dipertimbangkan antara lain:
a) Revolusi Digital: Perkembangan teknologi digital menuntut adanya aturan hukum yang dapat mengakomodasi inovasi sekaligus melindungi nilai-nilai Pancasila. Solusi potensialnya adalah pembentukan tim khusus yang terdiri dari ahli hukum, teknologi, dan filsafat Pancasila untuk merumuskan kebijakan dan aturan yang sesuai.
b) Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim: Pancasila perlu diterjemahkan dalam konteks perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Solusinya dapat berupa pengembangan konsep "Eco-Pancasila" yang mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dengan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.
c) Pluralisme dan Toleransi: Dalam menghadapi tantangan intoleransi, diperlukan penguatan implementasi sila pertama dan ketiga Pancasila dalam aturan hukum. Solusinya dapat berupa pengembangan aturan yang lebih tegas dalam melindungi keberagaman dan mempromosikan toleransi.
d) Ketimpangan Ekonomi: Untuk mengatasi kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, diperlukan penerjemahan sila kelima Pancasila ke dalam aturan hukum yang lebih konkret. Solusinya dapat berupa pengembangan kebijakan ekonomi inklusif yang dijiwai oleh semangat gotong royong.
Sebagaimana dikemukakan oleh Pratiwi (2020), penerapan nilai-nilai Pancasila ke dalam aturan hukum memerlukan pendekatan yang holistik dan adaptif. Diperlukan sinergi antara pembuat aturan, akademisi, dan masyarakat untuk terus mengembangkan interpretasi Pancasila yang relevan dengan tantangan kontemporer. Pratiwi juga menekankan pentingnya pendidikan dan sosialisasi Pancasila yang berkelanjutan, tidak hanya di kalangan pembuat aturan, tetapi juga di masyarakat luas, untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila tetap hidup dan relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembuatan aturan hukum di Indonesia. Melalui berbagai mekanisme, nilai-nilai Pancasila terus diupayakan untuk diwujudkan dalam setiap aturan yang dibuat. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, upaya untuk menyelaraskan Pancasila dengan perkembangan hukum modern terus dilakukan.
Ke depan, diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa untuk memastikan bahwa setiap aturan hukum yang dibuat tidak hanya mencerminkan nilai-nilai Pancasila secara formal, tetapi juga mampu mewujudkan cita-cita Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, Pancasila akan terus menjadi panduan yang relevan dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, J., & Safa'at, M. A. (2006). Teori Hans Kelsen tentang Hukum. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Asshiddiqie, J. (2010). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Attamimi, A. H. S. (1990). Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV. Disertasi. Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia.
Latif, Y. (2012). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Latif, Y. (2018). Wawasan Pancasila: Bintang Penuntun untuk Pembudayaan. Jakarta: Mizan.
Mahfud MD, M. (2010). Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers.
Mahfud MD, M. (2011). Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers.
Pratiwi, N.H. (2020). Penerapan Nilai-Nilai Pancasila ke dalam Peraturan Perundang-Undangan. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 50(2), 465-484.
Sidharta, B. A. (2015). Ilmu Hukum Indonesia: Upaya Pengembangan Ilmu Hukum Sistematik yang Responsif terhadap Perubahan Masyarakat. Yogyakarta: Genta Publishing.
Sudjito. (2013). Hukum dalam Pelangi Kehidupan. Yogyakarta: Tugujogja Pustaka.
No comments:
Post a Comment