Tuesday, November 19, 2024

Artikel Modul 11 : Gotong Royong dalam Perspektif Nilai Pancasila: Upaya Pelestarian di Tengah Tantangan Era Globalisasi

Abstrak:

Gotong royong merupakan salah satu nilai inti dalam Pancasila yang mencerminkan semangat kolektivitas dan kerja sama sosial. Nilai ini telah menjadi landasan utama dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia sejak zaman dahulu. Namun, di era globalisasi, fenomena seperti individualisme, urbanisasi, dan dominasi budaya asing mulai mengikis kesadaran akan pentingnya gotong royong. Artikel ini mengeksplorasi peran gotong royong dalam membentuk karakter bangsa, mengidentifikasi berbagai tantangan dalam penerapannya, serta menyajikan studi kasus penerapan gotong royong di masyarakat pedesaan dan perkotaan. Dalam pembahasan ini, strategi dan rekomendasi untuk melestarikan nilai gotong royong di era modern juga diusulkan. Kesimpulannya, gotong royong tetap relevan sebagai fondasi sosial, namun memerlukan pendekatan inovatif agar dapat diterapkan dalam konteks sosial yang semakin kompleks.

Kata Kunci:

Gotong Royong, Pancasila, Nilai Kolektivitas, Individualisme, Urbanisasi, Globalisasi, Karakter Bangsa

 

Abstract:

Gotong royong is a core value of Pancasila, reflecting the spirit of collectivism and social cooperation. This value has served as the foundation of Indonesian society for generations. However, in the era of globalization, phenomena such as individualism, urbanization, and the dominance of foreign cultures are eroding the awareness of the importance of gotong royong. This article explores the role of gotong royong in shaping national character, identifies the challenges in its implementation, and presents case studies of its practice in rural and urban communities. The discussion also offers strategies and recommendations for preserving this value in the modern era. In conclusion, gotong royong remains relevant as a social foundation, but requires innovative approaches to be applied in an increasingly complex social context.

Key Words:

Mutual Cooperation, Pancasila, Collectivism, Individualism, Urbanization, Globalization, National Character

 

Pendahuluan:

Gotong royong, yang secara harfiah berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama, adalah salah satu dari nilai-nilai luhur yang tertanam dalam Pancasila, terutama dalam sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sejak zaman nenek moyang, gotong royong telah menjadi bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia, terutama dalam konteks masyarakat agraris di pedesaan. Nilai ini tidak hanya mencerminkan kebersamaan, tetapi juga menggambarkan solidaritas sosial yang kuat, di mana setiap anggota masyarakat merasa memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan bersama.

Di era globalisasi yang semakin cepat berubah, pengaruh budaya asing, urbanisasi, dan kemajuan teknologi menimbulkan pergeseran dalam pola pikir masyarakat. Individualisme dan kompetisi pribadi mulai menggantikan semangat gotong royong yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Hal ini mengakibatkan melemahnya solidaritas sosial dan meningkatnya kesenjangan sosial.

Permasalahan:

Permasalahan utama yang dihadapi dalam melestarikan nilai gotong royong di era globalisasi antara lain:

  1. Pengaruh Individualisme dan Budaya Asing: Individualisme yang semakin mengakar sebagai akibat dari modernisasi dan globalisasi membawa perubahan signifikan dalam cara masyarakat berinteraksi. Budaya gotong royong yang mengutamakan kebersamaan mulai tergantikan oleh pola hidup yang lebih terfokus pada kepentingan pribadi.
  2. Urbanisasi yang Mengurangi Interaksi Sosial: Urbanisasi yang pesat menyebabkan perubahan demografis yang signifikan, di mana masyarakat perkotaan cenderung lebih terisolasi dan kurang terlibat dalam aktivitas komunal. Padahal, gotong royong sangat erat dengan interaksi sosial yang intensif.
  3. Kurangnya Dukungan Institusional: Pemerintah dan pemimpin masyarakat masih kurang memberikan perhatian dalam mempromosikan nilai gotong royong sebagai bagian dari kebijakan pembangunan sosial. Hal ini terlihat dari minimnya program-program yang mendorong keterlibatan masyarakat dalam kegiatan kolektif.
  4. Egoisme dan Kepentingan Pribadi: Kuatnya egoisme baik dalam skala individu maupun kelompok semakin menggerus semangat kolektif yang ada. Masyarakat lebih cenderung mementingkan diri sendiri, terutama dalam lingkungan kerja dan kehidupan perkotaan.

Studi Kasus:

Untuk memahami dinamika penerapan gotong royong di era modern, studi kasus dilakukan di dua jenis lingkungan sosial: pedesaan dan perkotaan.

  1. Gotong Royong di Masyarakat Pedesaan: Di pedesaan, seperti di beberapa daerah agraris di Jawa dan Sumatera, gotong royong masih menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Kegiatan seperti kerja bakti membersihkan desa, panen bersama, dan pembangunan infrastruktur desa sering dilakukan secara kolektif tanpa adanya imbalan. Semangat gotong royong di sini didorong oleh rasa persaudaraan yang kuat serta ketergantungan antar sesama warga dalam menghadapi tantangan hidup, seperti bencana alam dan masalah sosial lainnya.
  2. Gotong Royong di Masyarakat Perkotaan: Sebaliknya, di perkotaan, gotong royong mulai tergantikan oleh sistem layanan publik yang terpusat, seperti jasa kebersihan dan infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Interaksi sosial di antara warga perkotaan pun cenderung lebih minim, dan kegiatan komunal seperti kerja bakti semakin jarang ditemui. Namun, dalam beberapa kasus, gotong royong masih bisa terlihat dalam kegiatan sosial, seperti ketika terjadi bencana atau kegiatan amal yang melibatkan banyak pihak.

Pembahasan:

Nilai-nilai gotong royong yang terkandung dalam Pancasila tidak hanya penting dalam menjaga harmoni sosial, tetapi juga berperan sebagai fondasi dalam membangun karakter bangsa yang solid dan penuh toleransi. Gotong royong, pada dasarnya, mengajarkan setiap individu untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, sebuah nilai yang sangat diperlukan dalam masyarakat yang plural dan majemuk seperti Indonesia.

Namun, tantangan terbesar dalam mempertahankan nilai gotong royong adalah bagaimana menyesuaikan nilai ini dengan perubahan sosial yang cepat. Globalisasi dan modernisasi membawa serta perubahan gaya hidup, di mana efisiensi dan kompetisi lebih diutamakan daripada kerja sama kolektif. Di sinilah pentingnya peran pendidikan dan kebijakan publik dalam memastikan bahwa nilai-nilai luhur seperti gotong royong tetap dilestarikan.

Strategi Pelestarian Gotong Royong:

  1. Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila: Pendidikan formal perlu lebih banyak memasukkan nilai-nilai gotong royong dalam kurikulum pendidikan karakter. Ini dapat dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif dan kegiatan intrakurikuler yang menekankan kerja sama, tolong-menolong, dan kebersamaan.
  2. Penguatan Program Sosial Berbasis Komunitas: Pemerintah dan organisasi masyarakat perlu mendorong program-program berbasis komunitas yang mempromosikan gotong royong, terutama di lingkungan perkotaan. Kegiatan seperti revitalisasi lingkungan, pembangunan sarana umum, dan program kesehatan berbasis partisipasi warga dapat menjadi sarana untuk melibatkan masyarakat secara aktif.
  3. Penggunaan Teknologi untuk Mendorong Keterlibatan Sosial: Teknologi dan media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk memperkuat nilai gotong royong. Platform-platform digital yang mendukung kolaborasi, seperti aplikasi berbasis komunitas untuk berbagi sumber daya, dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan gotong royong di era modern.

Kesimpulan:

Gotong royong merupakan bagian esensial dari budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di era globalisasi, nilai ini menghadapi tantangan besar seperti individualisme, urbanisasi, dan pengaruh budaya asing. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti penguatan pendidikan karakter, program berbasis komunitas, dan pemanfaatan teknologi, nilai gotong royong dapat terus dilestarikan dan diaplikasikan dalam kehidupan modern. Pelestarian nilai ini tidak hanya penting untuk menjaga identitas bangsa, tetapi juga untuk memastikan terciptanya masyarakat yang harmonis dan solid di masa depan.

Saran:

  1. Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila: Pemerintah perlu memperkuat pendidikan karakter, dengan fokus pada nilai-nilai gotong royong, melalui kurikulum nasional yang diaplikasikan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
  2. Mendorong Partisipasi Komunal di Perkotaan: Dibutuhkan program pemerintah yang secara khusus dirancang untuk meningkatkan partisipasi warga perkotaan dalam kegiatan gotong royong, seperti revitalisasi lingkungan dan pembangunan sarana sosial.
  3. Pengembangan Aplikasi Berbasis Teknologi untuk Gotong Royong: Pengembangan aplikasi yang mendukung kegiatan gotong royong, seperti platform berbagi sumber daya, dapat menjadi solusi inovatif untuk mengadaptasi nilai ini ke era digital.

Referensi:

  1. Effendi, E. (2013). Budaya Gotong Royong dan Tantangannya di Era Global.
  2. Koentjaraningrat, K. (2009). Gotong Royong dalam Masyarakat Indonesia.
  3. Pambudi, P., & Utami, U. (2020). **Dinamika Makna Gotong Royong di Masyarakat Indonesia

 

No comments:

Post a Comment

Gotong Royong dalam Kehidupan Kampus: Mewujudkan Nilai Persatuan Indonesia

  Abstrak Gotong royong merupakan nilai luhur bangsa Indonesia yang menjadi perekat sosial dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di lin...