Pendahuluan
Tahukah Anda bahwa Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, ratusan kelompok etnis, dan tiga zona waktu berbeda? Keberagaman luar biasa ini bukan hanya kekayaan—tapi juga tantangan. Dalam sejarahnya, negeri ini telah berkali-kali menghadapi ujian besar: konflik horizontal, ancaman separatisme, intervensi asing, hingga gempuran budaya luar. Lalu, bagaimana bangsa sebesar ini bisa tetap berdiri tegak?
Jawabannya terletak pada satu konsep strategis yang kerap
luput dari perhatian publik: ketahanan nasional.
Mengapa Ketahanan Nasional Penting?
Ketahanan nasional bukan sekadar istilah militer. Ia adalah
fondasi kokoh yang menjaga stabilitas negara dari berbagai ancaman—baik dari
luar negeri maupun dalam negeri. Dalam era globalisasi, saat informasi dan
pengaruh asing datang tanpa batas, ketahanan nasional menjadi perisai yang
menentukan apakah kita akan tetap berdiri sebagai bangsa berdaulat atau
perlahan melebur dalam pusaran kepentingan global.
Menurut data Lembaga Ketahanan Nasional RI (Lemhannas,
2023), 78% ancaman terhadap kedaulatan Indonesia di abad ke-21 tidak berbentuk
militer, melainkan ekonomi, budaya, dan ideologi.
Membongkar Konsep Ketahanan Nasional dengan Bahasa
Sederhana
Bayangkan tubuh manusia. Untuk tetap sehat, kita butuh
sistem imun yang kuat—bukan hanya untuk melawan virus, tapi juga agar tetap
stabil menghadapi stres, cuaca, dan makanan tak sehat. Ketahanan nasional
bekerja dengan cara yang sama. Ia adalah sistem imun sebuah bangsa, yang
terdiri dari berbagai “organ vital” seperti politik, ekonomi, ideologi,
sosial-budaya, pertahanan, dan keamanan.
Dalam konteks Indonesia, ketahanan nasional memiliki
pendekatan unik yang dikenal sebagai Geostrategi Indonesia. Ini adalah
strategi pemanfaatan kondisi geografis dan karakter bangsa untuk merancang arah
pembangunan nasional secara berkelanjutan. Konsep ini dirumuskan berdasarkan Astagatra,
yaitu delapan aspek utama yang menentukan kekuatan bangsa:
- Geografi
- Kekayaan
alam
- Penduduk
- Ideologi
(Pancasila)
- Politik
- Ekonomi
- Sosial
Budaya
- Pertahanan
dan Keamanan
Setiap aspek ini saling terkait layaknya roda gigi. Ketika
salah satu terganggu, seluruh sistem bisa terguncang.
Ancaman Nyata: Dari Disinformasi hingga Disintegrasi
Di tahun 2022, laporan Freedom House menyatakan bahwa
demokrasi Indonesia mengalami “kemunduran kebebasan sipil” karena polarisasi
politik dan penyebaran hoaks. Ini bukan hanya soal opini publik, tapi bisa
menjadi pemicu disintegrasi bangsa—seperti yang terjadi pada masa reformasi
1999, saat beberapa wilayah sempat menggoyang keutuhan NKRI.
Modul Ketahanan Nasional menjelaskan dua sumber utama
disintegrasi:
- Anasir
Luar:
Negara-negara adidaya kerap menggunakan pengaruh budaya, ekonomi, dan informasi untuk memengaruhi arah kebijakan dalam negeri negara berkembang. Misalnya, intervensi melalui bantuan pendidikan atau diplomasi budaya yang menyisipkan ideologi asing. - Anasir
Dalam:
Ketimpangan pembangunan antara wilayah barat dan timur Indonesia, ketidakadilan sosial, hingga eksploitasi isu SARA untuk kepentingan politik sempit.
Contoh Kasus: Ketahanan Sosial Budaya dalam Era Media
Sosial
Menurut riset Kominfo (2023), lebih dari 60% remaja
Indonesia mengakses media sosial lebih dari 4 jam sehari. Sementara itu, sebuah
studi dari Universitas Indonesia menemukan bahwa paparan budaya asing tanpa
filter menyebabkan penurunan rasa nasionalisme di kalangan remaja sebesar 27%
dalam satu dekade terakhir.
Budaya populer global, seperti K-Pop, anime, dan tren Barat,
memang bukan musuh. Namun tanpa ketahanan budaya yang kuat, identitas nasional
bisa tergerus. Oleh karena itu, penguatan pendidikan karakter, wawasan
kebangsaan, dan literasi digital menjadi bagian penting dari ketahanan sosial
budaya.
Solusi dan Implikasi: Apa yang Bisa Kita Lakukan?
🔹 Di Bidang Politik:
Perlu sistem birokrasi yang bersih, transparan, dan demokratis. Politik bebas
aktif harus dikembangkan melalui diplomasi yang kuat dan kompeten.
🔹 Di Bidang Ekonomi:
Mengembangkan ekonomi berbasis sumber daya dalam negeri dan memperkuat ekonomi
kerakyatan. Swasembada pangan dan reformasi fiskal adalah langkah nyata menuju
kemandirian ekonomi.
🔹 Di Bidang Sosial
Budaya:
Pendidikan wajib belajar, peningkatan peran perempuan, serta penataan tata
ruang yang menjaga kearifan lokal adalah pilar penting.
🔹 Di Bidang Hukum:
Pemberantasan korupsi, proses peradilan yang adil dan murah, serta kesadaran
HAM menjadi komponen vital ketahanan hukum.
Sebagai individu, kita juga bisa berkontribusi. Misalnya,
dengan menyaring informasi sebelum menyebarkannya, menghargai keberagaman
budaya lokal, hingga mendukung produk dalam negeri.
Kesimpulan
Ketahanan nasional bukan tugas pemerintah semata. Ia adalah
tanggung jawab kolektif seluruh rakyat Indonesia. Dalam dunia yang semakin
terkoneksi, kita tidak bisa hanya andalkan kekuatan militer atau ekonomi.
Diperlukan ketangguhan ideologi, keadilan sosial, dan semangat gotong royong
untuk menjaga agar Indonesia tetap utuh—dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika.
🌿 Sudahkah Anda hari
ini menjaga 'sistem imun' bangsa melalui tindakan kecil yang berdampak besar?
Referensi
- Lemhannas
RI (2023). "Strategi Ketahanan Nasional Abad 21". Jakarta:
Lemhannas Press.
- Freedom
House (2022). "Freedom in the World 2022: The Global Expansion of
Authoritarian Rule".
- Kominfo
(2023). "Tren Media Sosial dan Dampaknya terhadap Nasionalisme Remaja
Indonesia".
- Universitas
Indonesia – Lembaga Riset Sosial (2022). "Paparan Budaya Global dan
Identitas Nasional Generasi Z".
- World
Bank (2021). "Indonesia Economic Prospects: Boosting the
Recovery". Washington DC.
- Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (2020). "Data Wajib Belajar dan Indeks
Pembangunan Manusia Indonesia".
- Modul
Ketahanan Nasional (2020). Universitas Mercubuana.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.