Monday, September 30, 2024

Pancasila dan Prinsip Ketuhanan dalam Konstitusi Indonesia

 



Abstrak

Pancasila, sebagai ideologi dasar negara Indonesia, memiliki peran sentral dalam membentuk tatanan kehidupan bernegara. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," menegaskan pentingnya pengakuan terhadap Tuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip ini terintegrasi ke dalam konstitusi Indonesia melalui Pasal 29 UUD 1945 yang menegaskan kebebasan beragama bagi semua warga negara. Artikel ini membahas bagaimana prinsip Ketuhanan diaplikasikan dalam berbagai kebijakan negara serta tantangan dalam implementasinya, seperti radikalisme agama, diskriminasi terhadap minoritas, dan politik identitas. Selain itu, artikel ini menawarkan refleksi atas pentingnya menjaga harmoni antarumat beragama dalam bingkai negara yang majemuk, sambil tetap mengedepankan supremasi hukum dalam penegakan kebebasan beragama.

Kata Kunci

Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, Konstitusi Indonesia, UUD 1945, Kebebasan Beragama, Pluralitas Agama, Penodaan Agama, Radikalisme Agama.


Pendahuluan

Sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan kompleks dalam mengelola pluralitas agama di tengah kehidupan masyarakat yang sangat beragam. Indonesia tidak hanya dihuni oleh umat Muslim, tetapi juga berbagai kelompok agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, serta kelompok-kelompok kepercayaan lokal. Dalam kerangka pluralitas inilah, Indonesia menggunakan Pancasila sebagai dasar negara yang mampu menyatukan seluruh elemen masyarakat tanpa memandang perbedaan agama, suku, atau budaya.

Salah satu nilai penting dalam Pancasila adalah sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini menekankan bahwa Indonesia mengakui adanya Tuhan sebagai landasan moral dan etika bernegara, namun tanpa memberikan ruang bagi satu agama tertentu untuk mendominasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip ini secara eksplisit dijabarkan dalam Pasal 29 UUD 1945 yang memberikan jaminan kebebasan beragama bagi seluruh warga negara.

Di satu sisi, penerapan prinsip ini menciptakan kerangka konstitusional yang mendukung kerukunan antarumat beragama, tetapi di sisi lain, praktik di lapangan menunjukkan adanya berbagai tantangan. Munculnya gerakan radikal yang menyalahgunakan agama, diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas, serta politik identitas berbasis agama sering kali menjadi penghalang dalam mewujudkan harmoni yang diimpikan oleh para pendiri bangsa.

Artikel ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan kunci terkait penerapan prinsip Ketuhanan dalam konstitusi Indonesia, serta tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Selain itu, artikel ini juga akan menjelaskan bagaimana peran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menjaga agar nilai Ketuhanan tetap menjadi landasan dalam tatanan hukum Indonesia, tanpa mengabaikan aspek kebebasan beragama dan hak-hak kelompok minoritas.


Permasalahan

Dalam upaya untuk lebih memahami penerapan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konteks kehidupan bernegara, terdapat beberapa permasalahan yang menjadi fokus pembahasan artikel ini:

  1. Bagaimana prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dijabarkan dalam Pasal 29 UUD 1945, dan bagaimana penerapannya dalam sistem hukum dan politik Indonesia?
  2. Apa saja tantangan yang dihadapi dalam penerapan prinsip Ketuhanan, terutama terkait dengan kebebasan beragama, radikalisme agama, dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas?
  3. Bagaimana peran politik identitas berbasis agama mempengaruhi dinamika sosial dan politik di Indonesia, dan apa dampaknya terhadap harmoni antarumat beragama?
  4. Bagaimana peran Mahkamah Konstitusi dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan prinsip Ketuhanan, serta sejauh mana lembaga ini mampu menjaga keseimbangan antara penghormatan terhadap agama dan jaminan kebebasan beragama?

Pembahasan

1. Prinsip Ketuhanan dalam Konstitusi Indonesia

Dalam sistem konstitusional Indonesia, Ketuhanan Yang Maha Esa tidak hanya menjadi dasar moral negara, tetapi juga menjadi salah satu landasan hukum yang tercantum dalam Pasal 29 UUD 1945. Pasal ini terdiri dari dua ayat yang menekankan dua hal utama:

  1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Konsep ini memadukan dua elemen penting: pengakuan negara terhadap nilai-nilai Ketuhanan dan perlindungan kebebasan beragama. Dengan demikian, Indonesia bukanlah negara sekuler dalam arti sepenuhnya memisahkan agama dari kehidupan publik, tetapi juga bukan negara agama yang mengharuskan warganya untuk menganut satu agama tertentu.

Dalam hal ini, Indonesia mengakui pluralitas agama dan memberikan ruang bagi semua agama untuk berkembang secara bebas di bawah perlindungan konstitusi. Ini terlihat dari pengakuan negara terhadap enam agama resmi, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun begitu, ada banyak kelompok kepercayaan lokal dan agama-agama minoritas yang juga hidup berdampingan di Indonesia, meskipun tidak semuanya diakui secara resmi oleh negara.

Kendati konstitusi sudah memberikan dasar hukum yang jelas, perdebatan sering muncul terkait interpretasi praktis dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu isu utama adalah bagaimana negara dapat menegakkan prinsip ini tanpa melanggar kebebasan beragama warga negara.

2. Tantangan dalam Implementasi Prinsip Ketuhanan
a. Radikalisme Agama

Radikalisme agama merupakan salah satu tantangan serius yang dihadapi Indonesia dalam mengimplementasikan prinsip Ketuhanan. Gerakan radikal sering kali menolak pluralitas dan menganggap ajaran agama lain sebagai ancaman bagi keyakinan mereka. Pandangan sempit ini menyebabkan meningkatnya ketegangan antarumat beragama dan mengancam integrasi sosial.

Contoh nyata dari bahaya radikalisme agama adalah berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, seperti bom Bali tahun 2002 dan serangkaian serangan teroris lainnya. Radikalisme ini tidak hanya mengancam keamanan nasional, tetapi juga merusak citra agama di mata masyarakat luas. Dalam konteks ini, negara memiliki peran penting dalam menanggulangi radikalisme melalui pendekatan yang tegas namun tetap menghargai hak-hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah konkret untuk menekan gerakan radikal, termasuk melalui program deradikalisasi yang melibatkan tokoh agama, pendidikan, dan penegakan hukum. Namun, tantangan yang dihadapi masih besar mengingat radikalisme sering kali tumbuh subur di tengah ketimpangan ekonomi dan ketidakpuasan sosial.

b. Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas

Meskipun konstitusi menjamin kebebasan beragama, kelompok agama minoritas di Indonesia sering kali menghadapi diskriminasi. Kelompok Ahmadiyah dan Syiah, misalnya, sering kali menjadi sasaran tindakan intoleran dari kelompok mayoritas. Kasus pembakaran rumah ibadah Ahmadiyah dan serangan terhadap penganut Syiah adalah beberapa contoh nyata dari bagaimana intoleransi agama masih menjadi masalah serius di Indonesia.

Selain itu, masalah izin pendirian rumah ibadah juga menjadi tantangan besar bagi kelompok minoritas. Dalam beberapa kasus, masyarakat lokal menolak pembangunan gereja atau tempat ibadah non-Muslim lainnya dengan alasan yang berkaitan dengan isu agama. Meskipun secara hukum pemerintah menjamin kebebasan beribadah, praktek di lapangan sering kali berbeda, terutama di daerah-daerah dengan mayoritas agama tertentu.

Contoh terkenal adalah kasus GKI Yasmin di Bogor, di mana pembangunan gereja ditolak meskipun sudah mendapatkan izin resmi. Konflik berkepanjangan ini menunjukkan bahwa kebebasan beragama di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam implementasinya, terutama di tingkat lokal.

c. Politik Identitas Berbasis Agama

Selain radikalisme dan diskriminasi, politik identitas berbasis agama juga menjadi tantangan yang cukup besar dalam menjaga harmoni sosial di Indonesia. Dalam beberapa pemilu, agama sering kali digunakan sebagai alat politik untuk meraih dukungan dari kelompok-kelompok tertentu. Kampanye dengan sentimen agama, yang sering kali disertai dengan fitnah dan ujaran kebencian, dapat memecah belah masyarakat dan menciptakan polarisasi.

Contoh yang paling mencolok dari politik identitas ini terjadi pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, di mana isu agama menjadi sangat dominan dalam kampanye. Kandidat petahana saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang beragama Kristen, menghadapi serangan bertubi-tubi dari lawan politiknya yang menggunakan sentimen agama untuk meraih dukungan.

Kasus Ahok juga memperlihatkan bagaimana hukum tentang penodaan agama (Pasal 156a KUHP) sering kali disalahgunakan untuk kepentingan politik. Ahok akhirnya divonis bersalah atas tuduhan penodaan agama, meskipun banyak pihak berpendapat bahwa kasus tersebut lebih bermuatan politik ketimbang murni masalah hukum.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dan UUD 1945 adalah landasan moral dan etika bagi kehidupan bernegara di Indonesia. Negara tidak hanya mengakui adanya Tuhan, tetapi juga menjamin kebebasan beragama bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, tantangan yang muncul dalam penerapan prinsip ini, seperti radikalisme agama, diskriminasi terhadap minoritas, dan politik identitas, memerlukan perhatian serius. Dalam rangka menjaga keharmonisan sosial dan persatuan, negara perlu terus berupaya mengatasi tantangan-tantangan tersebut dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman.

Saran
  1. Memperkuat Pendidikan Toleransi: Pemerintah dan lembaga pendidikan harus lebih menekankan pentingnya pendidikan tentang toleransi dan pluralitas agama sejak dini. Pendidikan ini harus mencakup pengajaran tentang Pancasila, UUD 1945, dan pentingnya menghormati perbedaan agama. Dengan demikian, generasi muda akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya keberagaman dan toleransi dalam kehidupan berbangsa.

  2. Memperkuat Peran Tokoh Agama: Tokoh agama memiliki peran penting dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Dialog antaragama yang melibatkan tokoh-tokoh agama dari berbagai kelompok dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah munculnya konflik dan meningkatkan saling pengertian di antara pemeluk agama yang berbeda.

  3. Penegakan Hukum yang Tegas: Pemerintah harus memastikan bahwa penegakan hukum terhadap kasus-kasus intoleransi agama berjalan dengan adil dan tegas. Langkah-langkah hukum yang tegas terhadap tindakan radikalisme agama dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas akan menciptakan rasa aman bagi seluruh warga negara.


Daftar Pustaka

  1. Soekarno, "Pidato Lahirnya Pancasila," Sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.
  2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  4. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 140/PUU-VII/2009 tentang UU Penodaan Agama.
  5. Nasution, H. (2013). Pengaruh Agama dalam Pembentukan Negara Indonesia. Jakarta: Penerbit Kompas.
  6. An-Na’im, Abdullahi. (2008). Islam and the Secular State: Negotiating the Future of Shari’a. Harvard University Press.
  7. Lindsey, T. (2018). Islam, Law, and the State in Southeast Asia. I.B. Tauris.

Peran Pancasila dalam Membentuk Sistem Hukum Indonesia


Abstrak 

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran sentral dalam membentuk dan mengarahkan sistem hukum nasional. Sebagai landasan filosofis, Pancasila tidak hanya menjadi dasar pembentukan hukum yang adil, tetapi juga berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi yang harus dijadikan acuan dalam setiap proses pembuatan undang-undang dan peraturan. Selain itu, Pancasila juga bertindak sebagai penyatu berbagai sistem hukum yang ada di Indonesia, seperti hukum adat dan hukum agama, dengan tetap menjaga nilai-nilai persatuan dan keadilan sosial. Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana Pancasila memberikan pedoman untuk menyelaraskan hukum yang beragam di seluruh daerah dan agama dengan hukum negara, serta mendorong pembaruan hukum agar tetap relevan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang terus berlangsung. Melalui analisis yang dilakukan, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi dalam memahami peran penting Pancasila dalam membentuk sistem hukum yang lebih inklusif, adil, dan demokratis, serta mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan yang semakin kompleks.

Kata Kunci 

Pancasila, Sistem Hukum Indonesia, Landasan Filosofis, Sumber Hukum Tertinggi, Penyatuan Hukum, Pembaruan Hukum

 

Pendahuluan 

Sistem hukum suatu negara mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip fundamental yang dianut oleh masyarakatnya. Di Indonesia, Pancasila, sebagai dasar negara, pandangan hidup, serta falsafah bangsa, menjadi landasan utama yang menjiwai pembentukan sistem hukum nasional. Pancasila tidak hanya memuat nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan ketuhanan, tetapi juga berfungsi sebagai pedoman moral dan etika dalam setiap pengambilan keputusan hukum. Nilai-nilai tersebut memberikan arah bagi hukum untuk selalu berpihak pada kepentingan rakyat banyak dan menjamin keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

 

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan secara komprehensif peran sentral Pancasila dalam membentuk sistem hukum Indonesia dengan fokus pada empat aspek utama: sebagai landasan filosofis, sumber hukum tertinggi, penyatu berbagai sistem hukum yang berlaku di daerah dan agama, serta sebagai pedoman dalam proses pembaruan hukum. Dalam pembahasan ini, akan diuraikan bagaimana Pancasila mempengaruhi proses pembuatan undang-undang yang adil, menyatukan perbedaan hukum yang beragam, serta berperan dalam memperbarui hukum agar tetap relevan dengan perkembangan sosial, politik, dan ekonomi. Dengan demikian, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi dalam memahami pentingnya Pancasila dalam menjaga keadilan, persatuan, dan demokrasi dalam sistem hukum Indonesia yang terus berkembang seiring dinamika zaman, tantangan global, serta perubahan sosial dan teknologi yang semakin kompleks. Pancasila harus menjadi landasan yang kokoh dalam setiap perubahan hukum demi terciptanya kesejahteraan bersama.

 

Permasalahan 

1. Bagaimana Pancasila berperan sebagai landasan filosofis dalam pembentukan hukum Indonesia?

2. Apa peran Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi dalam sistem hukum Indonesia?

3. Bagaimana Pancasila berfungsi sebagai penyatu berbagai hukum yang berlaku di Indonesia, baik di tingkat daerah maupun agama?

4. Bagaimana Pancasila menjadi pedoman dalam pembaruan hukum agar lebih relevan dan adil?

 

Pembahasan

 

1. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Hukum 

Sebagai landasan filosofis, Pancasila memberikan dasar moral dan etika dalam proses pembuatan hukum di Indonesia. Hukum yang dibentuk harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama nilai-nilai keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Hukum tidak hanya dipandang sebagai aturan yang mengatur perilaku, tetapi juga harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila, dengan lima sila utamanya, memberikan panduan yang jelas dalam memastikan bahwa hukum yang dibuat tidak hanya adil bagi satu kelompok, tetapi juga bagi seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang suku, agama, atau golongan.

 

Dasar filosofis ini juga berfungsi sebagai panduan moral dalam pengambilan keputusan hukum. Ketika menghadapi situasi yang memerlukan interpretasi hukum, nilai-nilai Pancasila dapat menjadi acuan dalam menentukan mana yang benar dan adil. Hukum yang berdasarkan Pancasila harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.

Selain itu, Pancasila sebagai landasan filosofis juga mencerminkan aspirasi dan kehendak bangsa Indonesia dalam membangun masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengharuskan bahwa hukum yang dibuat harus menghormati kebebasan beragama dan keyakinan setiap individu. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menekankan bahwa hukum harus melindungi hak-hak asasi manusia dan menghindari perlakuan diskriminatif terhadap kelompok mana pun.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menegaskan bahwa hukum harus memupuk persatuan dan kesatuan bangsa, serta mencegah perpecahan yang dapat timbul dari kebijakan atau aturan hukum yang tidak adil. Sementara itu, Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan hukum. Proses hukum harus melibatkan musyawarah untuk mencapai mufakat, sehingga hukum yang dihasilkan mencerminkan kehendak bersama.

 

Terakhir, Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menjadi tujuan utama dalam penegakan hukum. Hukum yang berbasis Pancasila harus memastikan distribusi keadilan secara merata, sehingga tidak ada kelompok yang merasa terpinggirkan. Pancasila, sebagai pedoman filosofis, menjamin bahwa hukum yang ada di Indonesia benar-benar mencerminkan keadilan bagi semua.

 

2. Pancasila sebagai Sumber Hukum Tertinggi 

Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi tidak hanya berfungsi sebagai landasan filosofis, tetapi juga sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi apakah suatu peraturan perundang-undangan sejalan dengan nilai-nilai dasar bangsa. Setiap kebijakan hukum yang tidak selaras dengan Pancasila dapat dianggap batal demi hukum atau setidaknya harus direvisi agar sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan, dan kebersamaan yang dijunjung tinggi oleh Pancasila.

 

Peran Pancasila dalam sistem hukum Indonesia juga terlihat dalam proses judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK memiliki wewenang untuk menilai konstitusionalitas suatu undang-undang dengan merujuk kepada UUD 1945 yang didasari oleh Pancasila. Jika ditemukan bahwa suatu undang-undang bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila, maka MK dapat memutuskan untuk membatalkan sebagian atau seluruh pasal dalam undang-undang tersebut.

 

Lebih jauh lagi, Pancasila memberikan arah bagi pembentukan hukum yang responsif terhadap perubahan sosial dan dinamika global. Pancasila memungkinkan sistem hukum Indonesia untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti keadilan sosial dan kemanusiaan yang beradab, menjadi landasan bagi hukum untuk terus diperbaiki agar tetap relevan dan mampu mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya menjadi fondasi, tetapi juga penjaga keselarasan hukum dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

 

3. Pancasila sebagai Penyatu Hukum Nasional 

Indonesia sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, suku, dan agama tentu memiliki berbagai sistem hukum yang berlaku di berbagai daerah. Hukum adat dan hukum agama sering kali berinteraksi dengan hukum negara, yang dapat menimbulkan konflik apabila tidak dikelola dengan baik. Dalam hal ini, Pancasila berfungsi sebagai penyatu hukum yang berbeda-beda tersebut. Nilai-nilai Pancasila memberikan ruang bagi hukum adat dan hukum agama untuk diakui, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang ada dalam Pancasila.

 

Pancasila menyatukan hukum yang berbeda di berbagai daerah dengan cara memberikan pedoman yang sama dalam hal keadilan, kemanusiaan, dan persatuan. Hukum yang berlaku di daerah harus tetap menghormati nilai-nilai Pancasila, sehingga tidak terjadi diskriminasi atau ketidakadilan terhadap kelompok tertentu. Selain itu, Pancasila juga menyatukan hukum agama dengan hukum negara. Meskipun Indonesia bukan negara agama, nilai-nilai keagamaan tetap dihormati dan diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kebangsaan yang diatur oleh Pancasila.

 

Sebagai landasan yang mempersatukan, Pancasila mampu mengakomodasi keragaman hukum yang ada di Indonesia, termasuk hukum adat dan hukum agama, dengan tetap menjaga integritas negara. Hukum adat yang hidup di berbagai daerah mencerminkan kekayaan budaya lokal dan norma-norma yang dipegang teguh oleh masyarakat setempat. Demikian pula, hukum agama sering kali menjadi pedoman bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pancasila, dengan sila-sila yang mencakup nilai-nilai universal, memungkinkan kedua sistem hukum tersebut untuk eksis berdampingan dengan hukum negara.

 

Namun, Pancasila juga bertindak sebagai pengawas agar hukum adat dan hukum agama tidak melanggar hak asasi manusia atau bertentangan dengan prinsip-prinsip kebangsaan, seperti persatuan, keadilan, dan kemanusiaan. Dalam hal ini, Pancasila memastikan bahwa meskipun keragaman dihormati, tetap ada batasan yang harus dipatuhi demi menjaga keutuhan negara dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Misalnya, praktik-praktik hukum adat yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan sosial atau melanggar hak-hak individu perlu disesuaikan agar selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

 

Selain itu, Pancasila juga menjembatani potensi konflik yang mungkin muncul antara hukum agama dan hukum negara. Dalam beberapa kasus, interpretasi hukum agama dapat bertentangan dengan undang-undang negara. Di sinilah Pancasila berperan sebagai acuan, memastikan bahwa hukum agama tetap dihormati, namun tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip kebangsaan dan keadilan yang lebih luas. Dengan cara ini, Pancasila menjadi landasan yang kokoh untuk menciptakan harmoni hukum di tengah keragaman budaya, agama, dan sistem hukum yang ada di Indonesia.

 

4. Pancasila sebagai Pedoman Pembaruan Hukum 

Seiring dengan perkembangan zaman, hukum yang berlaku di Indonesia perlu diperbarui agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat. Pancasila, dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, menjadi pedoman dalam melakukan pembaruan hukum. Pancasila mendorong pembentukan hukum yang lebih relevan dan adil, dengan memperhatikan perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi di masyarakat.

 

Pembaharuan hukum yang berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap rakyat. Hukum yang adil adalah hukum yang mampu memberikan rasa aman dan perlindungan kepada seluruh warga negara, terutama kelompok-kelompok yang rentan terhadap diskriminasi dan ketidakadilan. Dalam konteks ini, Pancasila memastikan bahwa proses pembaruan hukum tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga mempertimbangkan aspek moral dan etika yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

 

Pembaruan hukum di Indonesia, dengan Pancasila sebagai panduannya, tidak hanya berfokus pada penyesuaian peraturan dengan perkembangan zaman, tetapi juga pada upaya memperkuat perlindungan terhadap hak-hak rakyat. Seiring dengan dinamika global yang terus berubah, seperti perkembangan teknologi, perubahan pola ekonomi, dan transformasi sosial, hukum di Indonesia perlu fleksibel agar mampu merespons tantangan baru ini. Namun, pembaruan hukum tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam Pancasila, seperti keadilan, kemanusiaan, dan persatuan.

 

Proses pembaruan hukum yang berdasarkan Pancasila harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat luas. Pancasila menekankan bahwa hukum yang baik harus mampu melindungi kepentingan semua lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau politik. Dalam hal ini, Pancasila memberikan arahan bahwa hukum yang adil harus mengakomodasi kebutuhan masyarakat secara merata, khususnya dalam hal pemberdayaan kelompok rentan seperti kaum miskin, perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas.

 

Selain itu, pembaruan hukum yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila juga menekankan pentingnya proses partisipatif dalam pembentukan hukum. Pancasila, khususnya sila keempat tentang "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan," menegaskan bahwa hukum harus dibuat melalui proses musyawarah yang melibatkan berbagai pihak. Dengan melibatkan masyarakat, proses pembaruan hukum akan lebih demokratis dan mencerminkan kehendak rakyat.

 

Dalam konteks ini, Pancasila mendorong pembaruan hukum yang berorientasi pada keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Setiap perubahan hukum harus berlandaskan pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti yang diamanatkan dalam sila kelima Pancasila. Hal ini memastikan bahwa hukum yang baru tidak hanya menguntungkan segelintir kelompok, tetapi juga memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat. Pancasila menjadi dasar untuk memastikan bahwa hukum yang diperbarui tetap memiliki dimensi moral dan etika yang kuat, serta mampu menjawab tantangan di masa depan.

 

Terakhir, Pancasila memberikan fondasi moral untuk memastikan bahwa setiap pembaruan hukum tidak hanya berdasarkan pertimbangan teknis dan pragmatis, tetapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas yang mendasar. Nilai-nilai ini menjadi penyeimbang agar hukum yang diciptakan tetap berpihak pada keadilan, kemanusiaan, dan kebenaran, sehingga masyarakat dapat merasakan perlindungan dan keadilan yang sejati dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kesimpulan dan Saran 

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk sistem hukum Indonesia. Sebagai landasan filosofis, Pancasila memberikan dasar moral dan etika dalam pembuatan hukum yang adil. Sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila menjadi pedoman dalam pembuatan dan perubahan undang-undang, memastikan bahwa hukum yang berlaku sejalan dengan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan persatuan. Sebagai penyatu hukum nasional, Pancasila mampu menyatukan berbagai sistem hukum yang ada di Indonesia, baik hukum adat maupun hukum agama, sehingga tidak terjadi konflik antara hukum yang berlaku di daerah dengan hukum nasional. Selain itu, Pancasila juga berperan sebagai pedoman dalam pembaruan hukum, memastikan bahwa hukum yang berlaku tetap relevan dan adil sesuai dengan perkembangan zaman.

 

Sebagai saran, di masa depan, penguatan peran Pancasila dalam sistem hukum Indonesia perlu terus dilakukan. Pendidikan hukum yang menekankan nilai-nilai Pancasila harus ditingkatkan, agar para pembuat kebijakan dan praktisi hukum dapat lebih memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam setiap proses pembuatan hukum. Selain itu, perlu ada kajian yang lebih mendalam mengenai implementasi Pancasila dalam berbagai aspek hukum, Sehingga sistem hukum Indonesia mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan mampu menghadapi tantangan zaman serta kebutuhan masyarakat secara dinamis.

 

Daftar Pustaka 

1. Hamid, A. (2020). *Pancasila dan Sistem Hukum Indonesia*. Jakarta: Gramedia. 

2. Ismail, T. (2019). *Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Hukum di Indonesia*. Yogyakarta: Deepublish. 

3. Subekti, R. (2018). *Peranan Pancasila dalam Pembentukan Hukum Nasional*. Bandung: Remaja Rosdakarya. 

4. Widiarto, B. (2021). *Hukum dan Keadilan: Perspektif Pancasila*. Surabaya: Airlangga University Press. 

5. Yunus, F. (2022). *Pengaruh Pancasila dalam Pembaharuan Hukum Indonesia*. Semarang: Pustaka Abadi.

 


 

PERAN PANCASILA DALAM MENJAGA PERSATUAN INDONESIA DI TENGAH KEBERAGAMAN


Abstrak

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keberagaman luar biasa, baik dari segi suku, agama, bahasa, hingga budaya. Namun, keberagaman ini sering kali menjadi tantangan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia, berperan penting dalam memelihara persatuan di tengah keberagaman tersebut. Artikel ini membahas peran Pancasila dalam menjaga persatuan Indonesia di tengah tantangan keberagaman yang ada. Dengan mengkaji aspek sejarah, filosofi, serta implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, artikel ini menunjukkan bahwa Pancasila tetap relevan dan efektif dalam memperkuat persatuan bangsa. Melalui pendidikan dan penguatan nilai-nilai Pancasila di berbagai sektor, bangsa Indonesia diharapkan dapat terus bersatu dalam keberagaman yang ada.


Kata Kunci: Pancasila, persatuan, keberagaman, ideologi bangsa, Indonesia, pendidikan


Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan keberagaman yang unik dan kompleks. Dengan lebih dari 300 kelompok etnis, ratusan bahasa daerah, dan keberagaman agama serta budaya, Indonesia merupakan salah satu negara paling pluralistik di dunia. Keberagaman ini telah menjadi identitas nasional yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Namun, di sisi lain, keberagaman tersebut juga menghadirkan tantangan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Di tengah kondisi ini, Pancasila, yang digali dari akar budaya bangsa oleh para pendiri negara, hadir sebagai landasan filosofis dan ideologi negara untuk mengatasi potensi perpecahan yang muncul dari keberagaman tersebut. Pancasila menjadi panduan bagi seluruh warga negara untuk hidup berdampingan dalam keberagaman dengan semangat persatuan dan kesatuan.

Pancasila dengan lima sila utamanya memberikan panduan moral dan etika bagi masyarakat Indonesia. Setiap sila dalam Pancasila mencerminkan nilai-nilai yang diperlukan untuk menjaga harmoni dan perdamaian di tengah keberagaman. Nilai-nilai ini menjadi dasar dalam menyusun hubungan antarindividu, kelompok, dan bahkan pemerintah dengan rakyatnya. Artikel ini akan membahas bagaimana Pancasila, sejak kelahirannya hingga saat ini, terus memainkan peran penting dalam menjaga persatuan bangsa di tengah keberagaman yang ada.


Permasalahan

Dalam konteks keberagaman yang begitu luas, Indonesia menghadapi beberapa tantangan utama yang dapat memengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa. Pertama, pengaruh globalisasi dan modernisasi membawa arus budaya luar yang sering kali tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan identitas nasional. Kedua, adanya potensi konflik antaragama dan antarsuku yang disebabkan oleh perbedaan pandangan dan kepentingan. Ketiga, meningkatnya ancaman radikalisme dan intoleransi, yang sering kali dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk memecah belah persatuan bangsa.

Keberagaman yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber konflik dan perpecahan. Oleh karena itu, penting untuk terus memperkuat nilai-nilai Pancasila sebagai landasan utama dalam menjaga persatuan di tengah keberagaman. Pendidikan, penguatan karakter, dan kebijakan pemerintah yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan untuk menjawab tantangan ini.


Pembahasan

1. Pancasila sebagai Ideologi Persatuan

Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga ideologi yang mampu merangkul semua elemen keberagaman yang ada di Indonesia. Setiap sila dalam Pancasila mencerminkan nilai-nilai persatuan yang diharapkan dapat menjadi panduan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  

2. Pancasila dalam Menjaga Toleransi dan Mengatasi Intoleransi

Di era modern, tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia adalah meningkatnya intoleransi yang berakar pada perbedaan agama dan keyakinan. Pancasila, dengan sila ketiganya, menegaskan pentingnya persatuan di tengah keberagaman tersebut. Melalui pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai Pancasila, masyarakat diajak untuk saling menghormati perbedaan dan mengutamakan dialog dalam menyelesaikan konflik yang muncul.

Pendidikan tentang Pancasila harus dimulai sejak dini agar generasi muda Indonesia tumbuh dengan pemahaman yang kuat akan pentingnya toleransi. Kegiatan-kegiatan sosial dan program-program kebangsaan yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila juga harus diperbanyak, khususnya di daerah-daerah yang rawan konflik. Melalui pendekatan ini, diharapkan persatuan bangsa tetap terjaga.

3. Peran Pancasila dalam Menghadapi Radikalisme dan Ancaman Disintegrasi

Radikalisme dan separatisme merupakan ancaman nyata bagi persatuan Indonesia. Pancasila hadir sebagai solusi untuk menghadapi ancaman tersebut. Nilai-nilai kebersamaan, musyawarah, dan mufakat yang terkandung dalam sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menjadi landasan penting dalam mencegah radikalisme. Melalui dialog dan musyawarah, masalah-masalah yang muncul di masyarakat dapat diselesaikan secara damai tanpa kekerasan.

4. Pendidikan Pancasila sebagai Pilar Persatuan Bangsa

Pendidikan Pancasila menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga persatuan Indonesia. Pendidikan ini tidak hanya diajarkan di tingkat sekolah formal, tetapi juga harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Nilai-nilai Pancasila harus diinternalisasi dalam setiap tindakan warga negara, baik dalam hubungan sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

Di era globalisasi, tantangan terbesar dalam pendidikan Pancasila adalah pengaruh budaya asing yang dapat mengikis nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, penting untuk mengadaptasi metode pengajaran Pancasila dengan menggunakan teknologi dan media sosial yang lebih dekat dengan generasi muda. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila dapat lebih mudah dipahami dan diimplementasikan oleh seluruh lapisan masyarakat.


Kesimpulan

Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, memiliki peran yang sangat vital dalam menjaga persatuan Indonesia di tengah keberagaman. Keberagaman yang ada di Indonesia bukanlah suatu hambatan, melainkan kekayaan yang harus dikelola dengan baik agar menjadi kekuatan bagi bangsa. Pancasila dengan lima silanya memberikan landasan moral dan etika yang kuat untuk mewujudkan persatuan dalam keberagaman. Melalui pendidikan, penguatan karakter, dan kebijakan yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila, Indonesia dapat terus bersatu di tengah tantangan globalisasi, intoleransi, dan radikalisme.


Saran

1. Penguatan Pendidikan Pancasila: Pemerintah perlu terus memperkuat pendidikan Pancasila di semua jenjang pendidikan dengan metode pengajaran yang inovatif dan relevan dengan perkembangan zaman.

2. Sosialisasi Nilai-Nilai Pancasila: Pemerintah dan masyarakat perlu bersinergi dalam menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui kegiatan-kegiatan sosial dan kebudayaan, terutama di daerah-daerah yang rawan konflik.

3. Penggunaan Teknologi untuk Pendidikan Pancasila: Teknologi digital harus dimanfaatkan secara optimal untuk menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda, khususnya melalui media sosial dan platform e-learning.


Daftar Pustaka

  • Kaelan, M. S. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.N
  • otonagoro. (1971). Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Bina Aksara.a
  • Wahid, A. (2019). Pancasila dan Tantangan Globalisasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.S
  • Suryohadiprojo, S. (2013). Mengamalkan Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  • Anshari, M. (2016). Relevansi Nilai-Nilai Pancasila dalam Membangun Karakter Bangsa.



Saturday, September 28, 2024

Pancasila dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Sistem Hukum Indonesia

 Mind Map



Abstrak

Hak Asasi Manusia adalah hak pokok atau hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat di ganggu gugat karena merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia sebagai negara hukum pancasila yang demokratis memiliki kewajiban dalam perlindungan hak asasi manusia, perlindungan HAM dalam negara hukum harus termaktub dalam konstitusi ataupun hukum nasional. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif. Sebagai negera hukum pancasila HAM telah termuat dalam pancasila itu sendiri, seperti kebebasan dalam beragama dan kepercayaan. Sedangkan sebagai negara demokrasi pancasila, perlindungan HAM menjadi tujuan sekaligus prasyarat bagi berjalannya demokrasi.

Pancasila adalah dasar negara dan ideologi nasional Indonesia yang menjadi panduan utama dalam pembentukan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah. Hubungan antara Pancasila dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga dan mempromosikan HAM di negara ini. Pancasila mencerminkan nilai-nilai universal tentang kemanusiaan, persamaan, keadilan, dan kebebasan yang sejalan dengan prinsip-prinsip HAM. Pancasila menekankan perlindungan terhadap hak hak individu, dan ini tercermin dalam UUD 1945, yang menjamin hak hak dasar seperti hak hidup, kebebasan beragama, dan hak atas pendidikan.

Kata Kunci

Negara Hukum, Demokrasi; HAM. Pancasila, Indonesia,

Pendahuluan

Doktrin tentang HAM sekarang ini sudah diterima secara universal sebagai a moral, political, and legal framework and as a guideline dalam membangunan dunia yang lebih damai dan bebas dari ketakutan dan penindasan serta perlakuan yang tidak adil. Oleh karena itu, dalam paham negara hukum, jaminan perlindungan HAM dianggap sebagai ciri yang mutlak harus ada di setiap negara yang dapat disebut rechsstaat (Assiddiqie, 2012). Dalam konteks negara hukum, melalui Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, politik hukum nasional telah menetapkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Marbun: 2014). Sebagai konsekuensi Indonesia adalah negara hukum sebagai mana termaktub didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, maka usaha untuk mempertahankan dan melindungi HAM itu adalah menjadikan HAM tersebut sebagai bagian dari hukum nasional (Yuliartha, 2009). Secara harfiah, Hak Asasi Manusia adalah hak pokok atau hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat di ganggu gugat karena merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, atau dapat dikatakan HAM merupakan penghargaan terhadap derajat dan martabat manusia yang merupakan pengakuan yang nyata bahwa manusia adalah manusia (Hamidi, dkk, 2012).

Pancasila adalah ideologi yang inklusif dan memiliki unsur-unsur asli. Kelima prinsip dalam Pancasila ini memiliki karakteristik universal sehingga dapat dijumpai dalam konsep dari berbagai masyarakat lain. Status Pancasila di Indonesia sangat tegas, yaitu sebagai landasan negara, panduan untuk kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam kerangka kebangsaan dan tatanan negara, serta sebagai ideologi nasional Indonesia (Rizqullah & Najicha, 2022). Pancasila sebagai fondasi negara Republik Indonesia telah menjadi landasan utama dalam membentuk serta mengatur sistem pemerintahan, kebijakan, dan hukum di Indonesia. Pancasila memiliki etimologi dalam bahasa Sansekerta, terdiri dari kata "panca" yang artinya lima, dan "sila" yang merujuk pada prinsip atau asas. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa Pancasila adalah kelima prinsip dasar yang menjadi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Permasalahan

Ø  Bagaimana posisi hak asasi manusia dalam pembentukan Pancasila sebagai dasar negara sekaligus sebagai sumber dari segala sumber hukum?

Ø  Bagaimana implementasi pelaksanaan hak asasi manusia dalam rangka konsolidasi hukum dan demokrasi di Indonesia?

Ø  Bagaimana Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Negara Hukum Pancasila?

Ø  Bagaimana Konsep Negara Hukum Pancasila terhadap Hak Asasi Manusia dimasa yang akan datang?

Pembahasan

Indonesia adalah negara hukum, ini bermakna bahwa setiap penyelenggaraan bernegara dilandaskan pada hukum yang berlaku, tidak terkecuali persoalan Hak Asasi Manusia (HAM).42 Implementasi nilai-nilai HAM dalam negara hukum Indonesia haruslah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan yang jelas dan tegas serta cara bagaimana menjalankan dan mempertahankannya. Ditinjau secara obyektif, HAM merupakan kewenangan yang melekat pada manusia sebagai manusia, yang harus diakui dan dihormati oleh negara.

 Salah satu wacana yang paling hangat ketika membicarakan penerapan HAM pada skala nasional, yaitu universalisme (universalism) dan relativisme budaya (cultural relativism). Universalisme menyatakan bahwa akan semakin banyak budaya lokal/tradisional yang pada akhirnya berubah kemudian memiliki sistem hukum dan hak yang relatif sama dengan yang ada di budaya Barat. Relativisme budaya justru menyatakan sebaliknya, bahwa suatu budaya tradisional tidak dapat diubah

UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, hukum hendaknya dapat dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem. Apalagi negara hendak dipahami sebagai suatu konsep hukum, yaitu sebagai negara hukum.54

Sebagai bangsa, Indonesia sudah lebih dahulu memasukkan substansi HAM dalam UUD 1945 sebagai konstitusinya dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada 10 Desember 1948. Selanjutnya pengakuan tentang HAM selain diatur dalam UUD 1945 serta diturunkan dalam peraturan perundang-undangan lainnya sebagai berikut:

a)    Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945

Bahwa negara Indonesia sejak berdirinya, tidak bisa lepas dari HAM karena dapat dilihat pada alinea pertama yang berbunyi: “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa.” Berdasarkan hal ini, bangsa Indonesia mengakui adanya hak untuk merdeka atau bebas.

b)    Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat

Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dengan jelas tersirat bentuk perlindungan HAM di Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Lebih lengkapnya akan dikutip rumusan alinea keempat pada Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia dan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

c)    Batang Tubuh UUD 1945 Batang Tubuh UUD 1945

 yang berisikan norma-norma bernegara yang merupakan landasan kehidupan bernegara di Indonesia juga mencantumkan hak-hak dasar warga Negara. Rumusan hak yang mencakup hak dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya tersebar dari Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Dalam perkembangan selanjutnya, rumusan baru tentang HAM tertuang dalam Pasal 28 A-J UUD 1945 hasil amandemen pertama tahun 1999.

Hak asasi manusia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa melekat pada diri manusia, bersifat universal, kodrati, dan abadi, yang berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Setiap manusia diakui dan dihormati dengan hak asasi manusia tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa daerah. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang mana pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Pentingnya hak asasi manusia bagi seluruh rakyat Indonesia tentunya memerlukan perlindungan hukum, perlindungan hukum tentang hak asasi manusia ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Penegakanan hak asasi manusia tentunya merupakan cerminan atau perwujudan dari sila pancasila yang kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradap. Penegakan dari hak asasi manusia ini bukan hanya dilakukan oleh

para pejabat negara namun juga harus dilakukan dan dilaksanakan oleh semua rakyat Indonesia13. Hak asasi manusia (HAM) haruslah menjadi pilar utama penyelenggaraan negara, disamping adanya pembagian kekuasaan dalam mekanisme checks and balances dengan dijaminnya independensi yudisial

Indonesia sebagai negara hukum yang termuat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Akan tetapi, meskipun dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 digunakan istilah rechtsstaat, namun yang dianut oleh negara Indonesia bukanlah konsep rechtsstaat maupun rule of law 15. Alasannya, Konsep negara hukum sebenarnya bukanlah konsep yang lahir dari kebudayaan Indonesia melainkan dari dunia barat, sebagaimana diutarakan oleh Satjipto Rahardjo yang di kutip oleh Yance Arizona yang menyatakan bahwa: “Negara hukum adalah konsep modern yang tidak tumbuh dari dalam masyarakat Indonesia sendiri, tetapi barang import. Proses menjadi negara hukum bukanlah merupakan bagian dari sejarah sosial-politik bangsa Indonesia di masa lalu, seperti terjadi di Eropa. Negara hukum merupakan bangunan yang dipaksakan dari luar (imposed from outside). Dengan demikian, membangun negara hukum adalah membangun perilaku bernegara hukum, membangun suatu peradaban baru”

Manusia diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta. Setiap manusia diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka prinsip kesamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial. Namun kenyataan menunjukkan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan secara individual. Akibatnya muncul struktur sosial, sehingga dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi sosial tersebut

Kekuasaan dalam suatu organisasi dapat diperoleh berdasarkan komitmen legitimasi religius, legitimasi ideologis eliter dan legitimasi pragmatis. Namun kekuasaan berdasarkan legitimasi di atas dengan sendirinya mengingkari kesamaan dan kesederajatan manusia, karena mengklaim kedudukannya lebih tinggi dari sekelompok manusia lainnya. Selain itu, kekuasaan yang berdasarkan ketiga legitimasi di atas akan menjadi kekuasaan yang absolut, karena asumsi dasarnya menempatkan kelompok yang memerintah sebagai pihak yang berwenang secara istimewa dan lebih tahu dalam menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan yang didirikan berdasarkan ketiga legitimasi tersebut biasanya dipastikan akan menjadi kekuasaan yang otoriter

Kesimpulan

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodratif dan fundamental sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang tentunya harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara. HAM adalah hak yang tidak boleh dihiliangkan ataupun diambil oleh siapaun. HAM itu berarti kebebasan, seperti misalnya hak untuk bebas memeluk agama apapun, hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk tetap hidup, hak untuk menempuh pendidikan, dan masih banyak lagi. Sebagai makhluk Tuhan yang memiliki derajat dan martabat yang sama.

Prinsip HAM dilandasi oleh system nilai universal dalam Pancasila. Pancasila sendiri merupakan ideologi negara yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu HAM di Indonesia berpegangan pada ideologi Pancasila. Nilai-nilai Pancasila dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: Nilai Ideal, Nilai Instrumental dan Nilai Praskis.

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dari indikator negara hukum baik tipe negara hukum Rechtsstaat maupun Rule of Law, Indonesia memenuhi syarat sebagai salah satu negara yang merupakan negara hukum.

Sedangkan terkait Hak Asasi Manusia, Indonesia merupakan Negara Hukum yang tidak hanya menitikberatkan pada hak atau kebebasan individu ataupun menitikberatkan pada kewajiban terhadap negara. Negara Hukum Indonesia meletakkan antara keduanya dalam porsi yang seimbang antara hak dan kewajiban berdasarkan konsep gotong royong dan asas kerukunan. Hal ini tercermin dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang membatasi HAM semata mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis, yang mana nilai-nilai moral dan agama merupakan salah satu cerminan dari Pancasila. Hal inilah yang merupakan ciri khas dari Negara Hukum Indonesia atau disebut juga sebagai Negara Hukum Pancasila

Bentuk perlindungan HAM sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah cukup menunjukkan kepedulian dari pemerintah untuk mengakomodir kepentingan perlindungan HAM bagi warga negaranya dengan cukup maksimal. Hal ini ditandai dengan, Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Pasal 27-34 UUD 1945 dan adanya Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 26 Tahun 2000 serta undang-undang lainnya;

Penerapan hukum terhadap pelanggaran HAM di Indonesia saat ini mengikuti dengan apa yang ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 dan Undang-undang 26 tahun 2000.Namun masih perlu banyak perbaikan dari setiap aspek penegakan HAM, karena masih banyak kasus pelanggaran Ham berat yang masih belum diselesaikan.

Saran

Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Mari kita bahas lebih lanjut:

  1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
    • Sila ini berhubungan dengan hak manusia untuk memilih dan melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya.
    • Kewajiban manusia dalam sila pertama adalah menghormati pilihan serta perbedaan agama masing-masing individu.
    • Contoh sikap yang mengamalkan hak dan kewajiban dalam sila pertama:
  2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
    • Sila ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
    • Kedudukan yang sama berarti setiap orang berhak mendapat jaminan serta perlindungan hukum.

Daftar Pustaka

Ø https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/4286

Ø http://ejurnal.unima.ac.id/index.php/civic-edu/article/view/7869

Ø http://ejournal.uki.ac.id/index.php/tora/article/view/2641

Ø https://ejournal.unma.ac.id/index.php/jpl/article/download/1495/1007

Ø https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/2233

Ø http://jurnal.uwp.ac.id/fh/index.php/wijayaputralawreview/article/view/79

Ø http://mail.jurnalptik.id/index.php/JIK/article/view/206

Ø http://journal.upy.ac.id/index.php/pkn/article/view/4710

Pancasila dalam Perspektif Hukum Tata Negara Indonesia

 


Abstrak

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam hukum tata negara. Dalam tulisan ini, akan dibahas bagaimana Pancasila berfungsi sebagai sumber nilai dan norma dalam penyelenggaraan negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Pancasila dalam konteks hukum tata negara dan dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pancasila tidak hanya sebagai ideologi, tetapi juga sebagai pedoman dalam pembuatan undang-undang dan kebijakan publik.

Kata Kunci

Pancasila, Hukum Tata Negara, Ideologi, Kebijakan Publik, Indonesia.

Pendahuluan

Pancasila, yang terdiri dari lima sila, merupakan dasar filosofis dan ideologis bagi negara Indonesia. Sejak proklamasi kemerdekaan, Pancasila telah menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan berbangsa. Dalam konteks hukum tata negara, Pancasila berfungsi sebagai sumber nilai yang mendasari semua peraturan perundang-undangan. Penelitian ini akan membahas bagaimana Pancasila diimplementasikan dalam hukum tata negara dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.

Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi:

  1. Bagaimana Pancasila berfungsi sebagai sumber hukum dalam tata negara Indonesia?
  1. Hierarki Peraturan Perundang-undangan:
    • Pertama-tama, mari kita pahami hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Saat ini, terdapat tujuh tingkatan dalam hierarki ini:
      1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945): UUD 1945 merupakan dasar hukum tertinggi di Indonesia. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengamanatkan bahwa UUD 1945 berada di puncak hierarki.
      2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR).

Tentu, dengan senang hatiKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (atau yang lebih dikenal dengan singkatan Tap MPR) merupakan bentuk putusan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan atau beschikking1. Mari kita bahas lebih lanjut.

Sebelumnya, mari kita melihat konteks sejarah dan perubahan yang terjadi. Sebelum amendemen UUD 1945, MPR memiliki kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan menetapkan bahwa MPR adalah pelaksana kedaulatan rakyat. Dalam posisinya sebagai lembaga tertinggi, MPR memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Ketetapan MPR yang bersifat mengatur atau regeling2. Ketetapan MPR ini merupakan produk hukum yang memiliki kekuatan hukum yang signifikan.

Namun, setelah terjadi perubahan pada UUD 1945, situasinya berubah. MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Ketetapan MPR yang bersifat mengatur. Kini, MPR hanya dapat mengeluarkan Ketetapan MPR yang bersifat beschikking. Perubahan ini mempengaruhi hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebelumnya, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tidak memasukkan Ketetapan MPR ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Namun, dengan diundangkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, Ketetapan MPR kembali masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan dan berada di bawah UUD 1945 serta di atas undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang2.

Jadi, secara singkat, Ketetapan MPR adalah instrumen hukum yang digunakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat keputusan yang bersifat penetapan atau beschikkingMeskipun peran dan kedudukan Ketetapan MPR mengalami perubahan seiring waktu, produk hukum ini tetap relevan dan memiliki dampak yang signifikan dalam sistem hukum Indonesia3.

 

 

      1. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

2.      Apa itu Perppu?

    • Perppu adalah peraturan yang memiliki kedudukan setara dengan undang-undang, meskipun awalnya dikeluarkan oleh Presiden tanpa melalui proses legislatif yang biasa. Artinya, Perppu memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang.
    • Perppu biasanya diterbitkan dalam situasi-situasi khusus, seperti ketika terjadi krisis, bencana alam, atau keadaan darurat lainnya.

3.      Bagaimana Perppu Dibuat dan Berlaku?

    • Presiden memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Perppu berdasarkan Pasal 22 UUD 1945. Namun, Perppu harus segera diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan persetujuan agar dapat ditetapkan sebagai undang-undang.
    • Pengajuan Perppu ke DPR dilakukan pada masa sidang pertama DPR setelah Perppu dikeluarkan.
    • Setelah mendapat persetujuan DPR, Perppu akan berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang.

4.      Contoh Perppu Terkini: Perppu Cipta Kerja

      1. Peraturan pemerintah.

 

 

5.      Apa itu Peraturan Pemerintah?

6.      Karakteristik Peraturan Pemerintah:

7.      Materi Muatan dalam Peraturan Pemerintah:

    • Materi dalam PP sangat bervariasi, tergantung pada kebutuhan regulasi. Beberapa contoh materi yang dapat diatur melalui PP meliputi:

Kebijakan Fiskal: Misalnya, mengenai pajak dan pengelolaan keuangan negara.

Administrasi Kepemerintahan: Termasuk pengaturan tentang pegawai negeri sipil, organisasi pemerintahan, dan layanan publik.

Pendidikan dan Kebudayaan: Seperti peraturan mengenai perguruan tinggi dan layanan pendidikan.

Ekonomi dan Investasi: Contohnya, mengatur kawasan ekonomi khusus dan investasi.

Kesejahteraan Sosial: Seperti tunjangan bagi purnawirawan atau anak yatim/piatu.

Lainnya: PP juga dapat mengatur berbagai hal lainnya, termasuk kebijakan lingkungan, kesehatan, dan infrastruktur3.

      1. Peraturan presiden.
    • Peraturan Presiden merupakan instrumen hukum yang digunakan oleh Presiden untuk menjalankan perintah dari undang-undang atau untuk melaksanakan ketentuan yang lebih tinggi tingkatannya, seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau undang-undang.
    • Materi muatan Peraturan Presiden dapat beragam, tergantung pada kebutuhan dan perintah yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan di atasnya. Ini bisa mencakup berbagai hal, mulai dari kebijakan ekonomi hingga pengaturan organisasi pemerintahan.

8.      Proses Pembentukan Peraturan Presiden:

    • Biasanya, Perpres dibuat berdasarkan perintah dari undang-undang atau dalam rangka melaksanakan ketentuan yang lebih tinggi tingkatannya.
    • Proses pembentukannya melibatkan tahapan seperti penyusunan, konsultasi dengan instansi terkait, dan akhirnya ditandatangani oleh Presiden.

9.      Contoh Peraturan Presiden:

    • Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2024: Peraturan ini mengesahkan Protocol 4 on Co-Terminal Rights between Points within the Territory of Any Other ASEAN Member State (Protokol 4 mengenai hak co-terminal di antara titik-titik dalam wilayah negara anggota ASEAN lainnya). Diundangkan pada 25 Juni 20241.
    • Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2024: Merupakan perubahan atas Perpres Nomor 70 Tahun 2023 tentang pengalokasian lahan bagi penataan investasi. Diundangkan pada 22 Juli 20242.
    • Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2024: Mengatur perubahan keempat atas Perpres Nomor 52 Tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Diundangkan pada 22 Agustus 20243.

 

10.   Materi Muatan Perda:

    • Materi muatan Perda adalah isi dari peraturan daerah. Ini mencakup ketentuan-ketentuan yang diatur dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Selain itu, Perda juga dapat menampung kondisi khusus daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
    • Materi muatan Perda biasanya terdiri dari:
      1. Ketentuan umum.
      2. Materi pokok yang diatur.
      3. Ketentuan pidana (jika diperlukan).
      4. Ketentuan peralihan (jika diperlukan).
      5. Ketentuan penutup.
    • Ketentuan pidana dalam Perda dibatasi, hanya mengatur ancaman pidana paling lama 6 bulan kurungan penjara dan denda maksimal Rp. 50.000.000,001.

11.   Istilah Lain untuk Perda:

    • Di Provinsi Aceh, Perda dikenal dengan istilah Qanun.
    • Di Provinsi Papua, dikenal dengan istilah Peraturan Daerah Khusus.

 

      1. Peraturan daerah kabupaten/kota.

Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan yang dihasilkan oleh daerah otonom, yaitu kabupaten atau kota, untuk mengatur kehidupan masyarakat di wilayahnya. Proses pembentukan Perda melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan mematuhi mekanisme hukum yang berlaku1. Lebih spesifik, mari kita fokus pada Perda Kabupaten/Kota:

·        Perda Kabupaten/Kota: Ini adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Wali kota2. Dalam konteks ini, “kabupaten” merujuk pada wilayah administratif yang lebih luas, sedangkan “kota” merujuk pada wilayah administratif yang lebih padat penduduknya.

 

Fungsi Perda sangat penting, dan setidaknya ada empat fungsi utamanya:

Sebagai instrumen kebijakan: Perda digunakan untuk mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat di tingkat lokal. Ini mencakup berbagai hal, mulai dari tata ruang, lingkungan, pendidikan, kesehatan, hingga perizinan usaha.

Mengimplementasikan otonomi daerah: Perda memungkinkan daerah otonom untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal. Dengan demikian, Perda berperan dalam mewujudkan otonomi daerah.

Menyelaraskan dengan peraturan di atasnya: Perda harus selaras dengan peraturan di tingkat nasional, seperti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Ini memastikan konsistensi dan harmonisasi antara peraturan di berbagai tingkatan pemerintahan.

Memberikan kepastian hukum: Dengan adanya Perda, masyarakat dan pelaku usaha di wilayah kabupaten/kota memiliki pedoman hukum yang jelas. Ini membantu mengurangi ketidakpastian dan konflik.

  •                Sumber hukum

Pengertian Sumber Hukum

Sumber hukum merujuk pada asal mula atau penciptaan aturan-aturan hukum. Ini adalah segala sesuatu yang dapat menghasilkan norma-norma hukum dan memberikan kekuatan mengikat. Dengan kata lain, sumber hukum adalah dasar dari peraturan hukum yang mengatur perilaku individu dan masyarakat secara keseluruhan12.

Dalam pengertian formal, sumber hukum dapat dilihat sebagai proses hukum positif yang mengarah pada hukum yang berlaku dan mengikat hakim serta warga negara. Namun, mari kita bahas lebih lanjut mengenai beberapa aspek sumber hukum:

  1. Sumber Hukum Materiil: Ini mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya hukum. Contohnya adalah perjanjian, kesepakatan, teori-teori, dan praktik-praktik yang membentuk norma-norma hukum.
  2. Sumber Hukum Formal:
    • Undang-Undang: Ini adalah sumber hukum yang paling kuat. Undang-undang dibuat oleh lembaga legislatif dan mengatur berbagai aspek kehidupan.
    • Kebiasaan: Kebiasaan yang telah lama berlaku di masyarakat juga dapat menjadi sumber hukum.
    • Traktat: Perjanjian antara negara-negara yang mengatur hubungan internasional.
    • Yurisprudensi: Putusan-putusan pengadilan yang membentuk interpretasi hukum.
    • Pertimbangan Psikologis dan Praktis: Misalnya, pertimbangan keadilan dan efisiensi.
    • Doktrin: Pendapat para ahli hukum yang memengaruhi pemahaman hukum.

Sejarah Sumber Hukum

Sejarah sumber hukum bermula dari zaman kuno hingga saat ini. Berbagai peradaban telah mengembangkan sistem hukum mereka berdasarkan nilai-nilai, adat istiadat, dan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, Pancasila juga menjadi bagian dari sejarah sumber hukum kita.

Pentingnya Mengetahui Sumber Hukum

Mengetahui sumber hukum penting agar kita sebagai warga negara yang taat hukum dapat memahami bagaimana hukum diberlakukan dan bagaimana sanksi diberikan kepada pelanggar hukum. Dengan memahami sumber hukum, kita dapat berpartisipasi dalam sistem hukum dengan lebih baik.

  • Tantangan implementasi

·        Tantangan dalam Reaktualisasi Implementasi Nilai-Nilai Pancasila:

·        Keterkaitan dengan Hukum dan Politik:

·        Politikasi Identitas Keagamaan:

·        Teknologi dan Globalisasi:

Contoh konkret dari implementasi nilai-nilai Pancasila dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pembangunan masyarakat adil dan makmur. Misalnya, jaminan sandang, pangan, dan pendidikan bagi seluruh warga negara, serta upaya memastikan keberagaman dan persatuan di tengah perbedaan suku, ras, dan agama.

Pembahasan

·        Analisis nilai-nilai Pancasila

  • Pengertian Nilai-Nilai Pancasila:
    • Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang terdiri dari lima prinsip atau nilai. Kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti “prinsip” atau “asas” dari kehidupan bernegara.
    • Nilai-nilai Pancasila merupakan landasan moral dan normatif bagi masyarakat Indonesia. Mereka menggambarkan pandangan hidup bangsa dan menjadi dasar ideologi negara.
  • Lima Nilai Pancasila:
    • Ketuhanan Yang Maha Esa: Mengakui keberadaan Tuhan sebagai sumber segala kebenaran dan keadilan.
    • Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Menghormati martabat dan hak asasi manusia serta membangun hubungan yang adil antarindividu.
    • Persatuan Indonesia: Mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, menghargai keragaman suku, ras, dan agama.
    • Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Menerapkan demokrasi dengan menghormati keputusan mayoritas dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
    • Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Menciptakan kesetaraan dan keadilan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan.
  • Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari:
    • Agama dan Spiritualitas: Menghormati keberagaman agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.
    • Etika dan Moral: Mempraktikkan perilaku yang baik, jujur, dan menghormati hak orang lain.
    • Kerjasama dan Persatuan: Berkontribusi pada pembangunan bangsa dengan bekerja sama dan menghargai perbedaan.
    • Partisipasi Aktif: Terlibat dalam proses demokrasi, seperti pemilihan umum dan kegiatan sosial.
    • Pemberdayaan Sosial: Membantu sesama dan berusaha mengurangi kesenjangan sosial.
  • Tantangan dalam Era Globalisasi:
    • Nilai-nilai Pancasila tetap relevan, tetapi terkadang terjadi penyimpangan.
    • Globalisasi membawa pengaruh budaya dan nilai-nilai asing, sehingga perlu memperkuat pemahaman dan pengamalan Pancasila.

·        Contoh penerapan dalam kebijakan

·        Pendidikan Inklusif: Kebijakan pendidikan inklusif adalah salah satu contoh yang sesuai dengan semangat Pancasila. Dalam pendidikan inklusif, semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa diskriminasi. Ini mencerminkan nilai luhur Pancasila yang menghargai perbedaan suku, budaya, dan agama.

·        Kebijakan Lingkungan: Pancasila juga memberikan landasan bagi kebijakan lingkungan. Contohnya adalah pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Dengan kebijakan ini, Indonesia berusaha melindungi keindahan alam dan mewariskannya kepada generasi mendatang. Hutan hujan tropis yang luar biasa dan terumbu karang yang memukau di perairan laut adalah bukti dari kebijakan lingkungan yang menghormati nilai-nilai Pancasila.

·        Kebijakan Ekonomi: Di bidang ekonomi, Pancasila juga menjadi pemersatu. Kebijakan pemerintah berupaya memperkecil kesenjangan ekonomi antarwilayah. Misalnya, perluasan akses infrastruktur di daerah terpencil, pengembangan industri di daerah yang kurang berkembang, serta pemberdayaan ekonomi melalui program-program kredit usaha rakyat. Semua ini bertujuan untuk meratakan pemahaman dan meningkatkan kesejahteraan, sejalan dengan semangat Pancasila.

Kesimpulan dan Sara Kesimpulan dan Saran

Pancasila memiliki peran yang sangat penting dalam hukum tata negara Indonesia. Sebagai sumber hukum, Pancasila harus diimplementasikan secara konsisten dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, tantangan dalam interpretasi dan penerapan nilai-nilai Pancasila perlu diatasi melalui pendidikan dan sosialisasi yang lebih baik. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan studi lebih mendalam mengenai pengaruh Pancasila terhadap kebijakan publik di daerah-daerah.

ringkasan:

·        Pengertian Ringkasan: Ringkasan adalah penyajian singkat dari sebuah tulisan, karangan, atau naskah aslinya. Meskipun lebih pendek, ringkasan tetap mempertahankan gagasan utama dan poin-poin penting dari bacaan tersebut. Istilah “ringkas” berasal dari arti pendek potong atau pangkas1.

·        Tujuan Pembuatan Ringkasan: Ringkasan dibuat untuk memadatkan informasi dari sebuah tulisan sehingga poin-poin utama lebih mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu, ringkasan juga menghemat waktu pembaca dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Bagi penulis, membuat ringkasan melatih ketelitian dalam memilah informasi1.

·        Ciri-Ciri Ringkasan:

o   Bentuknya lebih pendek dari tulisan asli.

o   Menggunakan kalimat pendek dan lebih banyak kalimat tunggal.

o   Struktur dan gagasan utamanya tetap sama dengan tulisan asli.

o   Isinya to the point, tanpa bertele-tele1.

·        Cara Membuat Ringkasan:

Membaca Naskah Asli: Pahami isi bacaan yang ingin diringkas. Baca naskah beberapa kali hingga benar-benar memahami isinya.

Mencatat Gagasan Utama: Catat gagasan utama dari tiap paragraf.

Menyusun Kembali Gagasan Utama: Buat reproduksi gagasan utama dalam bentuk yang lebih singkat1.

 

Daftar Pustaka

1.     Pancasila sebagai Sumber Hukum Tertinggi di Indonesia | Klinik Hukumonline

2.     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

3.     Kewenangan MPR Mengeluarkan Tap MPR Pasca Amendemen UUD 1945 | Klinik Hukumonline

4.     PERPU No. 2 Tahun 2022 (bpk.go.id)

5.     Peraturan Pemerintah (Indonesia) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

6.     Peraturan Pemerintah: Pengertian, Fungsi dan Materi Muatannya (kompas.com)

7.     Peraturan Pemerintah - [PERATURAN.GO.ID]

8.     Wamentan Usul Pupuk Indonesia dan Bulog di Bawah Kementan, Siap Ajukan Perpres Tahun Depan - Bisnis Tempo.co

9.     Membedah Aturan Dana Pensiun Presiden, Wakil Presiden dan Menteri di Indonesia - merdeka.com

10.  Peraturan Daerah (Indonesia) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

11.  Peraturan Daerah Provinsi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

12.  Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota: Panduan untuk Mengerti dan Menyenangkan - Tambah Pinter

13.  Peraturan Daerah (Indonesia) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

14.  Sumber Hukum: Pengertian, Sejarah, dan Jenisnya - Gramedia Literasi

15.  https://www.zonareferensi.com/sumber-hukum/

16.  Sumber-Sumber Hukum - Pengertian, Macam-Macam, Contoh (rumusrumus.com)

17.  TANTANGAN DALAM REAKTUALISASI IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA (mkri.id)

18.  https://jurnal.uns.ac.id/indigenous/article/download/73908/pdf

19.  https://journal.ugm.ac.id/pancasila/article/download/79676/pdf

20.  Perkembangan Hukum Tata Negara di Indonesia: Tinjauan Historis dan Tantangan Kontemporer | Jurnalpost

21.  https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/gk/article/download/16167/8109

22.  https://tirto.id/nilai-nilai-pancasila-sebagai-dasar-dan-ideologi-negara-indonesia-gjhs

23.  http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2047219&val=13365&title=Aktualisasi%20Nilai-Nilai%20Pancasila%20dan%20Tantangan%20di%20Arus%20Globalisasi

24.  https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/harmony/article/download/56445/21678/

25.  http://repository.upi.edu/13445/8/T_PKN_1202098_Chapter5.pdf

Menguatkan Pembangunan Nasional melalui Implementasi Pancasila

  Abstrak Pancasila, sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia, memiliki peran penting dalam membimbing arah pembangunan nasional. Artikel...