Monday, September 23, 2024

Peran Soekarno dalam Pembentukan dan Pengembangan Pancasila


Abstrak

Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang mengandung nilai-nilai filosofis, etis, dan sosial yang menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Pancasila terus berfungsi sebagai fondasi untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan, serta persatuan bangsa. Salah satu tokoh sentral dalam proses pembentukan dan pengembangan Pancasila adalah Soekarno, Proklamator dan Presiden pertama Indonesia, yang memiliki visi kebangsaan untuk menyatukan berbagai elemen ideologis dalam satu falsafah negara yang inklusif. Artikel ini mengkaji secara mendalam peran Soekarno dalam proses perumusan Pancasila, mulai dari konsep dasarnya yang ia sampaikan dalam pidato 1 Juni 1945 hingga pengembangannya sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Dalam konteks sejarah, Pancasila lahir di tengah perdebatan ideologis yang kompleks antara kelompok nasionalis, agamis, dan sosialistik. Soekarno berhasil mengarahkan ide-ide kebangsaan menuju pembentukan dasar negara yang kuat dan universal, yang mampu mengakomodasi keragaman budaya, agama, dan pandangan politik di Indonesia. Artikel ini juga membahas bagaimana Pancasila tetap relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan modernisasi. Pada akhir artikel, disimpulkan bahwa peran Soekarno dalam pembentukan dan pengembangan Pancasila tidak hanya dalam kapasitas politiknya sebagai pemimpin bangsa, tetapi juga sebagai seorang pemikir visioner yang memahami keragaman, potensi, dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mencapai kemajuan.


Kata Kunci

Soekarno, Pancasila, dasar negara, ideologi, kebangsaan, Indonesia


Pendahuluan

Pembentukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia adalah salah satu momen paling penting dan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pancasila tidak hanya menjadi pijakan ideologis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga berfungsi sebagai falsafah hidup yang menyatukan keragaman etnis, budaya, dan agama di Indonesia, sebuah negara yang memiliki keanekaragaman luar biasa. Keberadaan Pancasila sebagai dasar negara mencerminkan usaha untuk menciptakan kesatuan di tengah perbedaan, dan hal ini menjadi fondasi bagi pembangunan identitas nasional yang kokoh.  


Salah satu tokoh paling berpengaruh di balik lahirnya Pancasila adalah Soekarno. Sebagai Proklamator Kemerdekaan dan Presiden pertama Republik Indonesia, peran Soekarno sangat krusial dalam merumuskan dan mengartikulasikan nilai-nilai yang kemudian menjadi landasan negara Indonesia yang merdeka. Dengan kemampuannya sebagai orator ulung dan pemimpin yang visioner, Soekarno mampu merumuskan ide-ide yang tidak hanya mengatasi perbedaan ideologis yang ada saat itu, tetapi juga menyatukan semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial.


Pada saat proses perumusan dasar negara, Indonesia berada dalam suasana politik yang penuh ketegangan dan ketidakpastian. Perdebatan yang sengit terjadi di antara berbagai kelompok dengan ideologi yang berbeda, seperti kelompok nasionalis, Islam, dan komunis. Masing-masing kelompok memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana dasar negara Indonesia seharusnya dibentuk. Kelompok nasionalis mendorong ide kebangsaan yang bersifat sekuler, sementara kelompok Islam menginginkan dasar negara yang lebih mencerminkan nilai-nilai agama, dan kelompok komunis memiliki agenda sosialistik. Di tengah kompleksitas perdebatan tersebut, munculnya Pancasila sebagai kompromi yang diusulkan oleh Sukarno adalah bukti dari kemampuan diplomasi politiknya serta pemahaman yang mendalam akan kondisi sosial-politik bangsa.


Artikel ini bertujuan untuk membahas peran Sukarno dalam pembentukan Pancasila, mulai dari ide-ide awal yang ia kemukakan hingga proses finalisasi Pancasila sebagai dasar negara. Selain itu, artikel ini juga akan mengkaji bagaimana Soekarno mampu menjadikan Pancasila sebagai solusi untuk menyatukan bangsa yang majemuk, serta bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila terus berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada masa awal kemerdekaan maupun dalam konteks Indonesia yang modern dan global saat ini.

Permasalahan

Ada beberapa permasalahan penting yang perlu dijawab dalam membahas peran Soekarno dalam pembentukan dan pengembangan Pancasila:

  1. Apa latar belakang politik dan sosial yang melatarbelakangi Soekarno dalam perumusan Pancasila?
  2. Bagaimana proses Soekarno merumuskan Pancasila di tengah situasi politik yang penuh perdebatan?
  3. Bagaimana pengaruh ide-ide Soekarno terhadap pengembangan Pancasila setelah kemerdekaan?
  4. Apa dampak peran Soekarno terhadap penerapan Pancasila di era modern?
Pembahasan

1.Latar Belakang Sosial dan Politik Soekarno
Soekarno lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur, pada masa ketika Indonesia masih berada di bawah cengkeraman kolonialisme Belanda. Kondisi sosial-politik pada masa itu, yang diwarnai oleh ketidakadilan dan penindasan kolonial, sangat mempengaruhi perkembangan pemikiran Soekarno. Sejak usia muda, ia telah menyaksikan penderitaan rakyat yang hidup di bawah penjajahan dan mulai menyadari pentingnya perjuangan untuk kemerdekaan. Soekarno tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan semangat perlawanan terhadap kolonialisme, tetapi juga dalam lingkungan yang heterogen, dengan beragam suku, agama, dan budaya. Pengalaman hidup di tengah keragaman ini menjadi faktor kunci yang membentuk pemahaman Soekarno tentang pentingnya persatuan di tengah perbedaan, serta mengilhami ide-idenya tentang kebangsaan yang inklusif.

Soekarno menempuh pendidikan di Hogere Burger School (HBS) di Surabaya, tempat di mana ia mulai tertarik pada isu-isu kebangsaan dan politik. Selama di Surabaya, ia tinggal bersama Haji Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pemimpin besar organisasi Sarekat Islam, yang dikenal sebagai gerakan perlawanan terbesar terhadap kolonialisme di awal abad ke-20. Di bawah bimbingan Tjokroaminoto, Sukarno mendapatkan pemahaman mendalam tentang pergerakan nasional serta konsep nasionalisme yang inklusif. Pengaruh ini semakin mengokohkan pandangannya bahwa perjuangan kemerdekaan harus melibatkan semua golongan masyarakat tanpa memandang latar belakang suku, agama, atau kelas sosial.

Di masa mudanya, Soekarno terlibat aktif dalam berbagai organisasi pergerakan nasional. Ia banyak belajar dari para tokoh pergerakan seperti Haji Agus Salim, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Douwes Dekker (lebih dikenal sebagai Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker), yang merupakan pendiri Indische Partij, sebuah partai politik yang menuntut kemerdekaan dari Belanda. Soekarno juga aktif dalam Partai Nasional Indonesia (PNI), yang ia dirikan pada tahun 1927 sebagai wadah perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia melalui jalur politik. Melalui keterlibatannya dalam PNI, Soekarno mengembangkan ideologi nasionalisme yang tidak hanya berfokus pada perjuangan melawan penjajah, tetapi juga pada persatuan bangsa yang terikat oleh sejarah, budaya, dan masa depan yang sama.

Pandangan ideologis Soekarno kemudian berkembang menjadi nasionalisme yang inklusif, di mana beliau percaya bahwa Indonesia harus menjadi negara yang merdeka dan bersatu di atas dasar keragaman. Pengalaman Soekarno hidup di lingkungan yang multikultural dan multireligius memperkuat keyakinannya bahwa perbedaan tidak boleh menjadi penghalang untuk membangun bangsa yang kuat dan bersatu. Justru, keragaman tersebut harus dijadikan kekuatan yang mempersatukan. Hal inilah yang kelak menjadi salah satu landasan bagi perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Soekarno menganggap bahwa Pancasila adalah jawaban atas kebutuhan Indonesia akan sebuah dasar negara yang mampu menyatukan berbagai golongan tanpa memihak satu ideologi tertentu, baik itu agama, sosialisme, atau nasionalisme semata.  

Dengan latar belakang pendidikan dan keterlibatannya dalam gerakan nasionalis, Soekarno tidak hanya berperan sebagai tokoh politik yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga sebagai pemikir yang merumuskan pandangan tentang Indonesia yang ideal: negara yang inklusif, adil, dan berdaulat.

2.Proses Perumusan Pancasila
Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia merupakan salah satu momen kunci dalam sejarah pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Pada masa itu, Indonesia sedang mempersiapkan kemerdekaannya dari penjajahan Jepang dan tengah mencari bentuk serta dasar ideologis yang dapat menyatukan seluruh rakyat dari berbagai latar belakang. Soekarno, yang telah dikenal sebagai pemimpin pergerakan nasional, memainkan peran penting dalam perumusan dasar negara ini. Ia pertama kali memperkenalkan konsep Pancasila dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Dalam pidatonya, Soekarno menyampaikan lima prinsip dasar yang ia usulkan sebagai dasar negara, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Lima prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kebangsaan Indonesia: Soekarno menekankan pentingnya persatuan nasional sebagai fondasi utama negara yang baru.
   
2.Internasionalisme atau Perikemanusiaan: Soekarno menekankan pentingnya solidaritas internasional dan perikemanusiaan,
   
3. Demokrasi: Soekarno menegaskan bahwa Indonesia harus menjadi negara yang demokratis, di mana rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. 

4. Keadilan Sosial: Soekarno sangat prihatin dengan kesenjangan sosial yang terjadi di bawah penjajahan dan kapitalisme. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar negara Indonesia yang merdeka menjunjung tinggi prinsip keadilan sosial, di mana semua rakyat mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan.
   
5. Ketuhanan yang Maha Esa: Mengingat Indonesia adalah negara dengan keberagaman agama, Sukarno menyatakan bahwa dasar negara harus mencerminkan pengakuan terhadap keyakinan beragama.

Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 merupakan respons terhadap kebutuhan mendesak akan dasar negara yang mampu mengakomodasi berbagai kepentingan ideologis di Indonesia, termasuk kelompok nasionalis, Islamis, dan sosialis. Saat itu, perdebatan mengenai dasar negara sangat intens di kalangan anggota BPUPKI, dengan kelompok-kelompok ini memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana dasar negara seharusnya dibentuk. Kelompok Islamis, misalnya, menginginkan dasar negara yang mencerminkan nilai-nilai Islam, sementara kelompok nasionalis dan sosialis mendorong negara yang lebih sekuler dan egaliter.

Lima sila yang ditawarkan Soekarno diharapkan dapat menjadi landasan moral, etika, dan ideologis yang mampu menyatukan seluruh elemen bangsa Indonesia. Dalam pidatonya, Soekarno menekankan bahwa Pancasila adalah suatu kompromi yang ideal, di mana semua golongan dapat merasa terwakili tanpa ada dominasi dari satu ideologi tertentu. Ia mengusulkan agar kelima prinsip tersebut dapat diringkas menjadi satu konsep utama, yakni "Gotong Royong." Menurut Soekarno, gotong royong adalah inti dari Pancasila dan mencerminkan esensi kebersamaan dan kerja sama dalam masyarakat Indonesia. Baginya, gotong royong adalah suatu prinsip kolektif yang mampu menggambarkan semangat persatuan dan solidaritas di tengah keragaman bangsa Indonesia.

Setelah pidato Soekarno, konsep Pancasila tidak serta-merta diterima tanpa kritik atau modifikasi. Proses diskusi dan perdebatan terus berlanjut di dalam BPUPKI dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk merumuskan bentuk final dari Pancasila. Salah satu titik krusial dalam perdebatan tersebut adalah penyusunan Piagam Jakarta, di mana beberapa perubahan dilakukan untuk mengakomodasi keberatan kelompok-kelompok tertentu, terutama dalam merumuskan sila pertama tentang Ketuhanan. Pada akhirnya, setelah melalui berbagai diskusi dan penyesuaian, Pancasila yang kita kenal hari ini ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

4. Pengembangan Pancasila oleh Soekarno

Setelah Indonesia merdeka, Soekarno terus mengembangkan pemikiran mengenai Pancasila. Pada era Demokrasi Terpimpin (1959–1966), Soekarno memperkenalkan konsep "Nasakom" (Nasionalisme, Agama, Komunisme) sebagai upaya untuk menyatukan ideologi-ideologi besar yang ada di Indonesia dalam kerangka Pancasila. Meski kontroversial, ide Nasakom ini merupakan bentuk lain dari upaya Soekarno untuk menjaga harmoni dan persatuan di tengah keberagaman.


Selain itu, Soekarno juga menggunakan Pancasila sebagai landasan bagi kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Ia percaya bahwa Pancasila tidak hanya relevan untuk urusan dalam negeri, tetapi juga dapat menjadi inspirasi bagi gerakan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme di seluruh dunia. Pancasila, menurut Soekarno, adalah manifestasi dari semangat kemerdekaan, persamaan, dan keadilan yang universal. Dalam pandangannya, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam konteks global bisa menjadi jembatan bagi negara-negara berkembang untuk bersatu dalam melawan penjajahan bentuk baru dan memperjuangkan keadilan sosial secara internasional. Dengan cara ini, Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga menjadi pedoman bagi Indonesia dalam berkontribusi di kancah dunia, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen terhadap perdamaian dan kerja sama internasional. Pancasila diharapkan dapat mendorong solidaritas di antara negara-negara yang mengalami penindasan, sehingga mewujudkan visi dunia yang lebih adil dan sejahtera. Melalui pemikiran ini, Soekarno berupaya menciptakan kesadaran kolektif yang mengedepankan prinsip-prinsip Pancasila sebagai panduan dalam pembangunan politik, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia dan dunia. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya menjadi konsep teoretis, tetapi juga praktik nyata dalam membangun masyarakat yang berkeadilan dan berkemanusiaan.

5. Pengaruh Soekarno dalam Penerapan Pancasila di Era Modern

Meskipun Soekarno tidak lagi berkuasa setelah 1966, pengaruhnya terhadap Pancasila tetap kuat hingga saat ini. Pancasila terus menjadi dasar negara dan sumber hukum tertinggi di Indonesia. Di era modern, Pancasila sering dihadapkan pada tantangan, baik dari kelompok yang ingin mengganti ideologi negara maupun dari dinamika globalisasi yang membawa nilai-nilai baru yang tidak selalu sejalan dengan Pancasila.

Namun, semangat inklusif, demokratis, dan humanis yang tertanam dalam Pancasila tetap relevan. Di tengah ancaman radikalisme dan intoleransi, Pancasila kembali menjadi rujukan utama dalam menjaga keutuhan bangsa. Warisan Sukarno dalam merumuskan Pancasila sebagai jalan tengah yang mampu mengakomodasi berbagai kepentingan politik dan agama, masih menjadi fondasi kuat dalam kehidupan berbangsa di Indonesia  secara berkelanjutan.


Kesimpulan

Peran Soekarno dalam pembentukan dan pengembangan Pancasila sangatlah signifikan. Soekarno tidak hanya berhasil merumuskan sebuah ideologi yang dapat diterima oleh semua golongan, tetapi juga menjadikannya sebagai dasar yang kuat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila, dengan prinsip-prinsipnya yang inklusif, demokratis, dan berkeadilan sosial, merupakan cerminan dari visi kebangsaan Soekarno yang menghargai keberagaman dan menjunjung tinggi persatuan. Dalam konteks modern, Pancasila tetap relevan sebagai dasar negara dan panduan moral bagi masyarakat Indonesia.

Saran

  1. Penguatan Pendidikan Pancasila: Pendidikan mengenai Pancasila perlu terus diperkuat di semua jenjang pendidikan, agar generasi muda memahami nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya.
  2. Pancasila sebagai Solusi Nasional: Di tengah ancaman disintegrasi dan radikalisme, pemerintah dan masyarakat harus menjadikan Pancasila sebagai landasan utama dalam menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan.
  3. Implementasi Pancasila dalam Kebijakan Publik: Nilai-nilai Pancasila harus terus diimplementasikan dalam kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.

Daftar Pustaka

  • Alfitri. (2011). Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Jakarta: Penerbit Buku Aksara.
  • Anshari, E. S. (1981). Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Jakarta: Ghalia Indonesia.
  • Soekarno, I. (2001). Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid 1. Jakarta: Pustaka Nasional.
  • Winarno, B. (2013). Pancasila sebagai Ideologi Bangsa. Yogyakarta: Graha Ilmu.




 

No comments:

Post a Comment

PRESENTASI PANCASILA (5)

PRESENTASI PANCASILA (5) Jum'at, 18 Oktober 2024