Abstrak
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki peran
penting dalam membentuk tatanan konstitusional dan sistem demokrasi di
Indonesia. Sejak disahkan dalam UUD 1945, Pancasila telah menjadi landasan
ideologis yang memandu kebijakan politik dan pemerintahan Indonesia. Artikel
ini membahas Pancasila dalam perspektif konstitusional, bagaimana ia berfungsi
sebagai dasar negara dan sistem demokrasi, serta tantangan yang dihadapi dalam
implementasinya di era modern. Melalui analisis historis, filosofis, dan hukum,
artikel ini bertujuan memberikan pemahaman komprehensif tentang peran Pancasila
dalam demokrasi konstitusional Indonesia.
Kata Kunci: Pancasila, Konstitusi, Demokrasi, UUD
1945, Dasar Negara, Sistem Pemerintahan
Pendahuluan
Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi bangsa
Indonesia, memiliki posisi yang sangat fundamental dalam pembentukan konstitusi
dan sistem pemerintahan. Didirikan pada 1 Juni 1945 melalui pidato yang
disampaikan oleh Ir. Soekarno, Pancasila mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang majemuk, menjadikannya pilar dalam membangun negara yang adil
dan sejahtera. Dalam konteks konstitusional, Pancasila bukan hanya sekedar
semboyan atau prinsip umum, tetapi juga telah diabadikan dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai dasar bagi segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Namun, seiring berjalannya waktu, tantangan dalam
implementasi Pancasila sebagai dasar negara dan sistem demokrasi mulai muncul,
khususnya dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat.
Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pemerintahan seringkali menghadapi dilema
ketika dihadapkan pada perubahan sosial, politik, dan ekonomi, baik di dalam
maupun di luar negeri. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi bagaimana
Pancasila, sebagai dasar negara dan sistem demokrasi, diterapkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, serta bagaimana tantangan-tantangan yang dihadapi
dapat diatasi.
Permasalahan
1. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Praktik Pemerintahan: Bagaimana Pancasila diimplementasikan dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia, dan apakah penerapannya sudah sesuai dengan semangat demokrasi yang diinginkan?
2. 2. Tantangan Globalisasi dan Teknologi: Bagaimana
Pancasila beradaptasi dengan perubahan yang diakibatkan oleh globalisasi dan
revolusi digital? Apakah nilai-nilai Pancasila masih relevan dalam era global?
3. 3. Ketahanan Ideologi Pancasila: Bagaimana upaya
pemerintah dan masyarakat dalam menjaga ketahanan ideologi Pancasila, terutama
menghadapi ancaman radikalisme, liberalisme, dan ideologi asing?
Pembahasan
A. Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara konstitusional, Pancasila menjadi dasar negara yang
diatur dalam Pembukaan UUD 1945, yang menegaskan bahwa Indonesia didirikan atas
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam lima sila Pancasila. Kelima sila
tersebut adalah:
1. 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. 3. Persatuan Indonesia
4. 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kelima sila ini mencerminkan identitas nasional Indonesia,
yang menghargai keberagaman dalam kesatuan dan menekankan prinsip-prinsip
demokrasi serta keadilan sosial. Dalam konteks ini, Pancasila berperan sebagai
dasar normatif yang harus dijadikan landasan dalam perumusan kebijakan negara,
penyusunan undang-undang, serta pelaksanaan pemerintahan.
Nilai-nilai pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanisme, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat diterima oleh semua bangsa. perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. dalam arti bahwa pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri, karena Pancasila itu digali dari nilai-nilai luhur yang terkandung dan hidup dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya, (menurut Ujan dalam Syahbaini, 2003) yaitu sebagai Berikut.
sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya memuat pengakuan eksplisit akan eksistensi Tuhan sebagai sumber dan pencipta Universum. Pengakuan ini sekaligus memperlihatkan relasi esensial antara yang mencipta dan yang diciptakan serta menunjukan ketergantungan yang diciptakan terhadap yang menciptakan. Bagi kita dan dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan, dan yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme) dengan toleransi beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Sebagai sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mencari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk negara Indonesia yang telah berdaulat penuh, yang bersifat kerakyatan dan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab, sesungguhnya merupakan refleksi lebih lanjut dari sila pertama. Sila ini memperlihatkan secara mendasar dari negara atas martabat manusia dan sekaligus komitmen untuk melindunginya. Asumsi dasar dibalik prinsip kedua ini ialah manusia, karena kedudukannya yang khusus di antara ciptaan-ciptaan lainnya didalam Universum, mempunyai hak dan kewajiban untuk mengembangkan kesempatan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Dengan demikian, manusia secara natural dengan akal dan budinya mempunyai kewajiban untuk mengembangkan dirinya menjadi person yang bernilai. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang sopan dan nilai kesusilaan. Di dalam sila kedua ini telah disimpulkan cita-cita kemanusiaan yang lengkap, yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakikat mahluk manusia. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia. Hakikat pengertian diatas sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan….”.
Sila ketiga: Persatuan Indonesia, secara khusus meminta perhatian setiap warga negara akan hak dan kewajiban dan tanggung jawabnya pada negara, khususnya dalam menjaga persatuan dan kesatuan seluruh masyarakat Indonesia demi menjaga eksistensi bangsa dan negara. Persatuan disini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi, Karena itu paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi juga menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa, serta keturunan.
Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, memperlihatkan pengakuan negara serta perlindungannya terhadap kedaulatan rakyat yang dilaksanakan dalam iklim musyawarah dan mufakat. Dalam iklim keterbukaan untuk saling mendengarkan, mempertimbangkan satu sama lain, dan juga sikap belajar serta saling menerima dan memberi. Hal ini berarti bahwa setiap orang diakui dan dilindungi haknya untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dengan sila keempat berarti bahwa bangsa Indonesia menganut demokrasi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Dalam sila keempat ini menegaskan bahwa kekuasaan yang tertinggi berada ditangan rakyat. kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur, dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia, secara istimewa menekankan keseimbangan hak dan kewajban. Setiap
warga negara harus bisa menikmati keadilan secara nyata, tetapi iklim keadilan
yang merata hanya bisa dicapai apabila struktur sosial masyarakat sendiri adil.
Keadilan sosial terutama menuntut informasi struktur-struktur sosial, yaitu
dalam bidang ekonomi, politik, hukum, budaya dan keamanan. Serta ideologi ke
arah yang lebih akomodatif terhadap kepentingan masyarakat. Disamping itu juga
keadilan sosial mengandung arti yaitu tercapainya keseimbangan antara kehidupan
pribadi dan kehidupan masyarakat. Karena kehidupan manusia itu meliputi
kehidupan jasmani dan rohani, maka keadilan itu pun meliputi keadilan dalam
memenuhi tuntutan dalam kehidupan jasmani dan tuntutan dalam kehidupan rohani
secara seimbang.
B. Pancasila dalam Sistem Demokrasi
Sistem demokrasi Indonesia berdasarkan pada Pancasila
dikenal dengan istilah demokrasi Pancasila. Dalam sistem ini, prinsip-prinsip
demokrasi, seperti partisipasi rakyat dalam pemilihan umum dan keterlibatan
mereka dalam pengambilan keputusan, diharmonisasikan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Demokrasi Pancasila bukan hanya tentang kebebasan
politik, tetapi juga tentang keadilan sosial dan kemanusiaan yang beradab.
Demokrasi Pancasila menekankan prinsip musyawarah dan
mufakat sebagai mekanisme dalam pengambilan keputusan, di mana setiap kebijakan
yang diambil haruslah melalui diskusi yang terbuka dan mempertimbangkan
kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, demokrasi Pancasila
tidak menekankan pada suara mayoritas semata, tetapi juga pada upaya mencapai
konsensus yang mengakomodasi berbagai kepentingan.
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki peran
fundamental dalam menata sistem politik dan pemerintahan, termasuk demokrasi.
Dalam konteks konstitusional, Pancasila menjadi landasan etis dan moral yang
mengarahkan segala kebijakan politik dan hukum di Indonesia. Sebagai sebuah
ideologi yang mengakomodasi nilai-nilai kebangsaan, Pancasila berfungsi untuk
menjaga kesatuan dan persatuan dalam keberagaman suku, agama, dan budaya yang
ada di Indonesia.
Secara historis, Pancasila dirumuskan oleh para pendiri
bangsa dengan semangat untuk menciptakan sistem pemerintahan yang berkeadilan
sosial dan demokratis. Demokrasi Pancasila, yang lahir dari filosofi Pancasila,
berbeda dengan konsep demokrasi liberal di Barat. Demokrasi Pancasila
menekankan prinsip musyawarah untuk mufakat sebagai mekanisme pengambilan
keputusan, yang diharapkan mampu mewujudkan kepentingan bersama tanpa merugikan
kelompok manapun.
Konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,
mengadopsi nilai-nilai Pancasila secara eksplisit dalam pembukaannya. Sila-sila
Pancasila dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan negara, termasuk dalam
pelaksanaan demokrasi. Dalam UUD 1945, prinsip kedaulatan rakyat diakui dan
diimplementasikan melalui berbagai lembaga perwakilan seperti Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang merupakan wujud
nyata dari demokrasi perwakilan.
Dalam sistem demokrasi konstitusional, peran Pancasila tidak
hanya terlihat dalam struktur pemerintahan, tetapi juga dalam perlindungan hak
asasi manusia (HAM). Pancasila mengajarkan bahwa setiap individu memiliki
kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Dengan demikian,
kebebasan individu dilindungi, namun tetap dalam kerangka yang tidak mengganggu
kesejahteraan umum, sebagaimana tertuang dalam sila kedua dan kelima Pancasila.
Meski demikian, penerapan Pancasila dalam demokrasi
Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah
bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan demokratis dan stabilitas
politik. Di beberapa kesempatan, praktik demokrasi Indonesia mengalami
ketegangan antara kebebasan berpendapat dengan kepentingan keamanan nasional.
Fenomena ini menunjukkan bahwa demokrasi Pancasila harus terus dievaluasi agar
tetap relevan dan sesuai dengan dinamika sosial-politik yang berkembang.
Selain itu, korupsi dan politik uang juga menjadi ancaman
bagi demokrasi Pancasila. Nilai-nilai Pancasila menolak segala bentuk
penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Namun,
praktik korupsi yang meluas di Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan antara
nilai ideal Pancasila dan realitas politik. Upaya pemberantasan korupsi melalui
lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan langkah penting
dalam menegakkan prinsip keadilan sosial dan kedaulatan rakyat.
Demokrasi Pancasila juga menghadapi tantangan dalam era
globalisasi dan teknologi. Di satu sisi, perkembangan teknologi informasi
membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas bagi masyarakat, namun di
sisi lain juga memunculkan ancaman terhadap stabilitas sosial, seperti
penyebaran hoaks dan disinformasi. Pemerintah harus mampu menjaga nilai-nilai
Pancasila di tengah arus informasi global yang sering kali bertentangan dengan
norma-norma kebangsaan.
Meskipun demikian, Pancasila tetap menjadi panduan moral
yang kuat dalam menjaga keutuhan bangsa dan demokrasi Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila mampu menengahi berbagai perbedaan yang ada dalam masyarakat
Indonesia. Sistem demokrasi yang berlandaskan Pancasila memberi ruang bagi
dialog antar-golongan, sehingga konflik dapat diredam melalui mekanisme
musyawarah.
Ke depan, penguatan demokrasi Pancasila harus terus
diupayakan melalui pendidikan politik yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan politik yang baik akan menciptakan masyarakat yang kritis, tetapi
tetap menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan Pancasila. Dengan demikian,
cita-cita Indonesia sebagai negara yang demokratis, adil, dan sejahtera dapat
tercapai.
C. Tantangan Implementasi Pancasila dalam Era Modern
Di era modern, Pancasila menghadapi tantangan besar, baik
dari dalam maupun luar negeri. Globalisasi dan perkembangan teknologi, seperti
internet dan media sosial, telah membawa pengaruh budaya dan ideologi asing
yang kadang-kadang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Arus informasi
yang cepat seringkali mengakibatkan ketidakseimbangan dalam memahami dan
menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, ancaman radikalisme dan ekstremisme juga menjadi
tantangan serius bagi ketahanan ideologi Pancasila. Munculnya gerakan-gerakan
yang ingin mengganti dasar negara dengan ideologi lain memerlukan
langkah-langkah preventif dari pemerintah untuk memperkuat internalisasi
nilai-nilai Pancasila di masyarakat, terutama melalui pendidikan dan penguatan
kebijakan negara.
D. Peran Pendidikan dalam Penguatan Pancasila
Pendidikan memiliki peran penting dalam menjaga dan
menguatkan nilai-nilai Pancasila. Melalui kurikulum yang menekankan pentingnya
Pancasila sebagai landasan moral dan etika bangsa, generasi muda Indonesia
diharapkan dapat memahami dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan mereka.
Pendidikan Pancasila harus dirancang sedemikian rupa agar relevan dengan
tantangan zaman, terutama dengan memperhatikan perkembangan teknologi dan
dinamika sosial yang terjadi.
Kesimpulan
Pancasila, sebagai dasar negara dan panduan ideologi bangsa
Indonesia, memainkan peran penting dalam menata sistem politik, pemerintahan,
dan demokrasi di Indonesia. Dalam perspektif konstitusional, Pancasila
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi landasan normatif bagi seluruh
kebijakan dan peraturan negara. Nilai-nilai Pancasila, yang mencakup Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial, mencerminkan identitas
nasional Indonesia dan menjadi acuan dalam kehidupan berbangsa.
Demokrasi Pancasila, yang menekankan musyawarah dan mufakat,
berbeda dengan konsep demokrasi liberal di Barat. Meskipun demikian, penerapan
Pancasila dalam demokrasi Indonesia menghadapi berbagai tantangan, seperti
korupsi, politik uang, serta ancaman ideologi radikalisme dan globalisasi.
Nilai-nilai Pancasila harus terus diperkuat untuk menjaga ketahanan bangsa di
tengah perkembangan teknologi dan arus informasi yang semakin cepat.
Saran
- Pendidikan
Pancasila harus ditingkatkan dan disesuaikan dengan perkembangan
zaman. Kurikulum yang relevan dan aplikatif perlu dirancang untuk
menginternalisasi nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda,
terutama dengan mempertimbangkan kemajuan teknologi dan perubahan sosial
yang cepat.
- Pemerintah
dan masyarakat harus bersinergi dalam menjaga dan memperkuat ideologi
Pancasila. Ini dapat dilakukan dengan menggalakkan program-program yang
mengedepankan toleransi, persatuan, dan keadilan sosial, serta
meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya demokrasi yang berbasis
musyawarah.
- Penegakan
hukum yang tegas terhadap kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan
radikalisme perlu dioptimalkan untuk memastikan nilai-nilai Pancasila
tidak hanya menjadi konsep ideal, tetapi juga diterapkan dalam praktik
sehari-hari. Hal ini akan membantu menjaga stabilitas politik dan sosial
di Indonesia.
- Penggunaan
teknologi informasi dalam meningkatkan partisipasi politik rakyat
perlu diimbangi dengan regulasi yang ketat untuk mengurangi dampak negatif
seperti penyebaran hoaks dan disinformasi yang dapat merusak demokrasi
Pancasila.
Daftar Pustaka
Kaelan, M.S. Negara kebangsaan Pancasila : historis,
kultural, filosofis, yuridis, dan aktualisasinya. Yogyakarta: Paradigma,
2013.
Notonagoro. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta:
Bumi Aksara, 1997.
Soekarno, I. Pidato 1 Juni: Lahirnya Pancasila.
Jakarta: Departemen Penerangan RI.
Yamin, M. Naskah Persiapan UUD 1945. Jakarta: Jajasan
Prapantja, 1959.
Latif, Y. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas,
dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.
Abd Mu’id Aris Shofa. Jurnal FIS. Pancasila
Sebagai Nilai-Nilai Demokratis Dalam Kehidupan Bangsa & Negara,
2011.
No comments:
Post a Comment