Thursday, November 21, 2024

Kolaborasi Gotong Royong dan Pancasila: Membangun Ketahanan Sosial di Era Modern


Abstrak

Gotong royong sebagai nilai luhur bangsa Indonesia telah menjadi salah satu pilar utama dalam membangun ketahanan sosial. Pancasila sebagai dasar negara memperkokoh prinsip ini dengan mengedepankan kebersamaan, keadilan sosial, dan solidaritas. Namun, di era modern yang penuh tantangan globalisasi, individualisme, dan disrupsi teknologi, nilai-nilai gotong royong menghadapi ancaman serius. Artikel ini membahas pentingnya kolaborasi gotong royong berbasis Pancasila dalam membangun ketahanan sosial, mencakup upaya revitalisasi nilai-nilai lokal, penguatan komunitas, serta sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Dengan pendekatan ini, ketahanan sosial dapat diwujudkan untuk menghadapi kompleksitas kehidupan modern.

Kata Kunci: Gotong royong, Pancasila, ketahanan sosial, era modern, kolaborasi.

Pendahuluan

Gotong royong merupakan warisan budaya bangsa yang mencerminkan nilai kebersamaan dan solidaritas. Prinsip ini menjadi penyangga utama dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari kehidupan sehari-hari hingga tanggap bencana. Sebagai dasar negara, Pancasila memberikan fondasi filosofis untuk memperkuat semangat gotong royong melalui sila-sila yang mengedepankan kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial.

Namun, globalisasi dan modernisasi membawa tantangan baru. Individualisme, materialisme, dan perkembangan teknologi sering kali menggantikan nilai kebersamaan dengan kepentingan pribadi. Hal ini menimbulkan fragmentasi sosial yang melemahkan ketahanan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru untuk mengintegrasikan nilai-nilai gotong royong dalam konteks modern.

Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran kolaborasi berbasis gotong royong dan Pancasila dalam membangun ketahanan sosial di era modern, serta memberikan solusi untuk revitalisasi nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.

Permasalahan

  1. Menurunnya Nilai Gotong Royong di Era Modern
    Modernisasi sering kali melahirkan individualisme, yang melemahkan semangat kolektif. Teknologi digital, meskipun membawa manfaat, juga memperluas kesenjangan sosial.
  2. Fragmentasi Sosial dan Ketahanan Sosial yang Rapuh
    Perbedaan ekonomi, budaya, dan pandangan politik sering kali menciptakan konflik yang mengancam harmoni sosial.
  3. Minimnya Pendidikan tentang Nilai Pancasila
    Generasi muda sering kali kurang memahami dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Pembahasan

1. Gotong Royong sebagai Pilar Ketahanan Sosial

Gotong royong adalah fondasi sosial masyarakat Indonesia yang telah teruji dalam berbagai dinamika zaman. Sebagai praktik sosial, gotong royong mencerminkan budaya kolektif yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu. Dalam sejarah bangsa, gotong royong menjadi salah satu nilai utama yang menyatukan masyarakat dalam menghadapi tantangan sosial, politik, maupun ekonomi.

A.     Gotong Royong sebagai Warisan Budaya Lokal

Gotong royong tidak hanya sekadar praktik, tetapi juga bagian integral dari identitas bangsa Indonesia. Sebagai warisan budaya lokal, gotong royong telah lama menjadi motor penggerak dalam menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat, seperti:

·         Pembangunan Infrastruktur Desa: Tradisi seperti sambatan atau ngayah dalam masyarakat pedesaan menunjukkan semangat kebersamaan. Dalam praktik ini, masyarakat bahu-membahu membangun fasilitas umum, seperti jalan desa, jembatan, atau rumah ibadah, tanpa mengharapkan imbalan finansial.

·         Tanggap Bencana: Ketika bencana melanda, seperti gempa bumi, banjir, atau gunung meletus, gotong royong menjadi respons alami masyarakat Indonesia. Mereka mengorganisasi diri untuk menyediakan makanan, tempat tinggal sementara, dan bantuan lainnya bagi korban bencana.

·         Pemberdayaan Komunitas: Kelompok-kelompok masyarakat, seperti arisan atau kelompok tani, memanfaatkan gotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Sistem koperasi, misalnya, adalah wujud modern dari gotong royong yang memperkuat posisi ekonomi kelompok kecil melalui usaha bersama.

B.      Nilai-Nilai Gotong Royong dalam Konteks Ketahanan Sosial

Ketahanan sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bertahan, beradaptasi, dan berkembang dalam menghadapi tantangan. Gotong royong memainkan peran penting dalam memperkuat ketahanan sosial melalui beberapa mekanisme:

·         Meningkatkan Solidaritas: Dengan bekerja sama, masyarakat membangun kepercayaan dan hubungan emosional yang kuat, sehingga menciptakan rasa saling memiliki.

·         Menjaga Persatuan dalam Keberagaman: Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, gotong royong menjadi jembatan untuk mengatasi perbedaan suku, agama, dan budaya, dengan menekankan pada kesamaan tujuan.

·         Mendorong Kemandirian Kolektif: Melalui gotong royong, masyarakat tidak hanya bergantung pada bantuan pemerintah, tetapi juga mengembangkan solusi mandiri untuk menyelesaikan masalah mereka.

C.     Dinamika Gotong Royong di Era Modern

Di era modern, gotong royong menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan masa lalu. Perubahan gaya hidup, pengaruh globalisasi, dan kemajuan teknologi digital memengaruhi cara masyarakat berinteraksi dan berkolaborasi. Namun, nilai-nilai gotong royong tetap relevan jika diadaptasi dalam konteks yang baru:

·         Transformasi Digital Gotong Royong: Media sosial dan platform digital telah memungkinkan gotong royong berlangsung dalam skala yang lebih luas. Contohnya, crowdfunding digunakan untuk membiayai kebutuhan masyarakat, seperti operasi kesehatan atau bantuan bencana. Inisiatif seperti Kitabisa.com menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi sarana untuk memperkuat nilai gotong royong.

·         Urbanisasi dan Adaptasi Nilai Gotong Royong: Di perkotaan, nilai gotong royong sering kali tergantikan oleh individualisme. Namun, munculnya komunitas berbasis tempat tinggal, seperti RT/RW atau komunitas pecinta lingkungan, membuktikan bahwa gotong royong tetap dapat dipertahankan dalam bentuk yang lebih terorganisasi.

D.     Implementasi Gotong Royong dalam Kebijakan Publik

Pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan nilai gotong royong dalam berbagai kebijakan pembangunan:

·         Program Padat Karya: Program ini mengadopsi prinsip gotong royong dengan melibatkan masyarakat dalam proyek pembangunan infrastruktur lokal. Selain memberikan lapangan kerja, program ini memperkuat solidaritas masyarakat.

·         Kampanye Hidup Sehat: Kampanye seperti posyandu atau desa sehat melibatkan masyarakat untuk bekerja sama dalam menjaga kesehatan lingkungan mereka.

·         Desa Mandiri: Melalui program ini, pemerintah mendorong masyarakat desa untuk membangun potensi lokal mereka dengan memanfaatkan semangat gotong royong.

2. Pancasila sebagai Landasan Filosofis

Setiap sila dalam Pancasila mendukung penguatan nilai gotong royong:

1.       Ketuhanan Yang Maha Esa: Mengajarkan toleransi dan saling menghormati.

2.       Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Mendorong solidaritas dan empati.

3.       Persatuan Indonesia: Menekankan pentingnya menjaga persatuan.

4.       Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Menyiratkan pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan bersama.

5.       Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Mengutamakan pemerataan dan kesejahteraan sosial.

3. Tantangan Era Modern

Di era modern, gotong royong sebagai nilai yang melekat pada budaya Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang menguji relevansinya dalam membangun ketahanan sosial. Beberapa tantangan utama meliputi digitalisasi, globalisasi, dan urbanisasi, yang secara signifikan mengubah pola interaksi dan struktur sosial masyarakat.

A.     Digitalisasi: Polarisasi versus Kolaborasi

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan besar dalam cara masyarakat berinteraksi. Media sosial, yang awalnya dirancang untuk memudahkan komunikasi dan membangun komunitas, sering kali menjadi alat polarisasi daripada memupuk persatuan.

·         Meningkatnya Polarisasi Sosial: Media sosial memungkinkan penyebaran informasi dengan cepat, tetapi juga sering digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, berita palsu, dan provokasi. Akibatnya, masyarakat cenderung terfragmentasi berdasarkan kelompok ideologis atau kepentingan tertentu, mengurangi solidaritas yang menjadi inti gotong royong.

·         Kurangnya Interaksi Tatap Muka: Ketergantungan pada komunikasi virtual menggantikan interaksi langsung, sehingga menurunkan kualitas hubungan sosial yang dibangun melalui empati dan kerja sama nyata.

Namun, digitalisasi juga dapat menjadi peluang jika diintegrasikan dengan nilai gotong royong. Misalnya, platform crowdfunding atau aplikasi berbasis komunitas dapat digunakan untuk mendukung kegiatan sosial yang melibatkan banyak pihak. Contohnya adalah kampanye donasi daring untuk membantu korban bencana alam atau pembiayaan proyek pembangunan desa.

B.      Globalisasi: Pergeseran Nilai dan Identitas

Globalisasi membawa pengaruh budaya asing yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai lokal. Budaya individualistis, misalnya, kerap mengikis semangat gotong royong yang menekankan kolektivitas.

·         Dominasi Budaya Asing: Budaya populer dari negara maju, yang mengedepankan efisiensi individual dan persaingan, mulai mengubah pola pikir masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Hal ini memunculkan kecenderungan untuk lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan bersama.

·         Pergeseran Nilai dalam Dunia Kerja: Dalam dunia kerja modern, fokus pada produktivitas dan persaingan individu sering kali mengurangi kesempatan untuk bekerja sama dalam suasana yang kolektif.

Untuk menghadapi tantangan globalisasi, perlu ada upaya revitalisasi nilai-nilai lokal, termasuk gotong royong, dalam pendidikan formal dan non-formal. Mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila, termasuk gotong royong, dalam kurikulum pendidikan adalah langkah penting untuk memastikan generasi muda tetap menghargai identitas dan budaya lokal mereka.

C.     Urbanisasi: Melemahnya Ikatan Sosial Tradisional

Urbanisasi, yang ditandai dengan perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke kota, membawa dampak signifikan terhadap ikatan sosial tradisional yang menjadi landasan gotong royong.

·         Individualisme dalam Kehidupan Perkotaan: Di kota-kota besar, gaya hidup yang sibuk dan fokus pada kebutuhan individu sering kali menyebabkan masyarakat kurang peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena ini terlihat pada rendahnya partisipasi warga dalam kegiatan sosial, seperti kerja bakti atau pertemuan lingkungan.

·         Pecahnya Komunitas Tradisional: Perpindahan penduduk ke kota besar sering kali memutuskan hubungan mereka dengan komunitas asal di desa. Akibatnya, solidaritas berbasis kekerabatan dan kedekatan geografis melemah.

Meskipun demikian, urbanisasi juga membuka peluang untuk membentuk komunitas baru yang berbasis minat atau tujuan bersama. Misalnya, komunitas pecinta lingkungan atau gerakan masyarakat untuk menciptakan ruang hijau di perkotaan dapat menjadi bentuk baru dari gotong royong di era modern.

D.     Solusi untuk Menghadapi Tantangan Era Modern

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah strategis dapat dilakukan:

·         Pemanfaatan Teknologi untuk Memperkuat Nilai Gotong Royong: Pemerintah dan masyarakat perlu memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas jangkauan kegiatan gotong royong. Aplikasi yang memfasilitasi kegiatan sosial, seperti penggalangan dana atau koordinasi relawan, harus didorong penggunaannya.

·         Penguatan Pendidikan Nilai Pancasila: Pendidikan formal dan informal perlu menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila, termasuk gotong royong, sebagai bagian dari identitas nasional.

·         Revitalisasi Komunitas Lokal: Di tengah urbanisasi, penting untuk membangun komunitas baru yang mengadopsi semangat gotong royong, seperti komunitas berbasis lingkungan, seni, atau olahraga.

·         Kolaborasi Lintas Sektor: Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama untuk menciptakan program yang mendukung revitalisasi nilai gotong royong, seperti program padat karya atau gerakan sosial berbasis komunitas.

2. Pancasila sebagai Landasan Filosofis

Setiap sila dalam Pancasila mendukung penguatan nilai gotong royong:

1.       Ketuhanan Yang Maha Esa: Mengajarkan toleransi dan saling menghormati.

2.       Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Mendorong solidaritas dan empati.

3.       Persatuan Indonesia: Menekankan pentingnya menjaga persatuan.

4.       Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Menyiratkan pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan bersama.

5.       Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Mengutamakan pemerataan dan kesejahteraan sosial.

3. Tantangan Era Modern

Di era modern, gotong royong sebagai nilai yang melekat pada budaya Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang menguji relevansinya dalam membangun ketahanan sosial. Beberapa tantangan utama meliputi digitalisasi, globalisasi, dan urbanisasi, yang secara signifikan mengubah pola interaksi dan struktur sosial masyarakat.

A.     Digitalisasi: Polarisasi versus Kolaborasi

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan besar dalam cara masyarakat berinteraksi. Media sosial, yang awalnya dirancang untuk memudahkan komunikasi dan membangun komunitas, sering kali menjadi alat polarisasi daripada memupuk persatuan.

·         Meningkatnya Polarisasi Sosial: Media sosial memungkinkan penyebaran informasi dengan cepat, tetapi juga sering digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, berita palsu, dan provokasi. Akibatnya, masyarakat cenderung terfragmentasi berdasarkan kelompok ideologis atau kepentingan tertentu, mengurangi solidaritas yang menjadi inti gotong royong.

·         Kurangnya Interaksi Tatap Muka: Ketergantungan pada komunikasi virtual menggantikan interaksi langsung, sehingga menurunkan kualitas hubungan sosial yang dibangun melalui empati dan kerja sama nyata.

Namun, digitalisasi juga dapat menjadi peluang jika diintegrasikan dengan nilai gotong royong. Misalnya, platform crowdfunding atau aplikasi berbasis komunitas dapat digunakan untuk mendukung kegiatan sosial yang melibatkan banyak pihak. Contohnya adalah kampanye donasi daring untuk membantu korban bencana alam atau pembiayaan proyek pembangunan desa.

B.      Globalisasi: Pergeseran Nilai dan Identitas

Globalisasi membawa pengaruh budaya asing yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai lokal. Budaya individualistis, misalnya, kerap mengikis semangat gotong royong yang menekankan kolektivitas.

·         Dominasi Budaya Asing: Budaya populer dari negara maju, yang mengedepankan efisiensi individual dan persaingan, mulai mengubah pola pikir masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Hal ini memunculkan kecenderungan untuk lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan bersama.

·         Pergeseran Nilai dalam Dunia Kerja: Dalam dunia kerja modern, fokus pada produktivitas dan persaingan individu sering kali mengurangi kesempatan untuk bekerja sama dalam suasana yang kolektif.

Untuk menghadapi tantangan globalisasi, perlu ada upaya revitalisasi nilai-nilai lokal, termasuk gotong royong, dalam pendidikan formal dan non-formal. Mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila, termasuk gotong royong, dalam kurikulum pendidikan adalah langkah penting untuk memastikan generasi muda tetap menghargai identitas dan budaya lokal mereka.

C.     Urbanisasi: Melemahnya Ikatan Sosial Tradisional

Urbanisasi, yang ditandai dengan perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke kota, membawa dampak signifikan terhadap ikatan sosial tradisional yang menjadi landasan gotong royong.

·         Individualisme dalam Kehidupan Perkotaan: Di kota-kota besar, gaya hidup yang sibuk dan fokus pada kebutuhan individu sering kali menyebabkan masyarakat kurang peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena ini terlihat pada rendahnya partisipasi warga dalam kegiatan sosial, seperti kerja bakti atau pertemuan lingkungan.

·         Pecahnya Komunitas Tradisional: Perpindahan penduduk ke kota besar sering kali memutuskan hubungan mereka dengan komunitas asal di desa. Akibatnya, solidaritas berbasis kekerabatan dan kedekatan geografis melemah.

Meskipun demikian, urbanisasi juga membuka peluang untuk membentuk komunitas baru yang berbasis minat atau tujuan bersama. Misalnya, komunitas pecinta lingkungan atau gerakan masyarakat untuk menciptakan ruang hijau di perkotaan dapat menjadi bentuk baru dari gotong royong di era modern.

D.     Solusi untuk Menghadapi Tantangan Era Modern

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah strategis dapat dilakukan:

·         Pemanfaatan Teknologi untuk Memperkuat Nilai Gotong Royong: Pemerintah dan masyarakat perlu memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas jangkauan kegiatan gotong royong. Aplikasi yang memfasilitasi kegiatan sosial, seperti penggalangan dana atau koordinasi relawan, harus didorong penggunaannya.

·         Penguatan Pendidikan Nilai Pancasila: Pendidikan formal dan informal perlu menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila, termasuk gotong royong, sebagai bagian dari identitas nasional.

·         Revitalisasi Komunitas Lokal: Di tengah urbanisasi, penting untuk membangun komunitas baru yang mengadopsi semangat gotong royong, seperti komunitas berbasis lingkungan, seni, atau olahraga.

·         Kolaborasi Lintas Sektor: Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama untuk menciptakan program yang mendukung revitalisasi nilai gotong royong, seperti program padat karya atau gerakan sosial berbasis komunitas.

Dengan mengadaptasi nilai-nilai gotong royong dalam konteks modern, masyarakat Indonesia dapat mempertahankan ketahanan sosial sekaligus menjawab tantangan era digital dan globalisasi.

4. Strategi Mengintegrasikan Gotong Royong dalam Kehidupan Modern

Untuk mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai gotong royong di era modern, dibutuhkan strategi yang holistik dan adaptif yang relevan dengan tantangan zaman. Strategi ini harus mampu mengintegrasikan semangat gotong royong ke dalam kehidupan modern melalui berbagai pendekatan inovatif, mulai dari revitalisasi komunitas lokal hingga kolaborasi lintas sektor.

A.     Revitalisasi Komunitas Lokal: Membentuk Kelompok yang Berbasis Kolaborasi

Komunitas lokal menjadi salah satu pilar utama dalam menerapkan semangat gotong royong. Namun, di era modern, keberadaan komunitas tradisional mulai tergerus. Revitalisasi komunitas ini harus diarahkan pada pembentukan kelompok-kelompok yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

·         Koperasi Digital: Membentuk koperasi berbasis digital adalah salah satu cara untuk mengadaptasi gotong royong dalam konteks modern. Dengan bantuan teknologi, anggota koperasi dapat berkolaborasi secara daring, mulai dari permodalan hingga pemasaran produk. Contohnya adalah platform seperti crowdfunding koperasi yang memungkinkan masyarakat untuk mendanai proyek-proyek bersama.

·         Kelompok Tani Modern: Untuk mendukung ketahanan pangan, kelompok tani berbasis teknologi dapat menjadi contoh gotong royong di sektor agraria. Mereka dapat berbagi sumber daya, seperti alat-alat modern, informasi cuaca, atau akses pasar, melalui aplikasi berbasis komunitas.

B.      Edukasi Nilai-Nilai Pancasila: Mengintegrasikan Pancasila ke dalam kurikulum sekolah dan program pendidikan non-formal.

C.      Sinergi Antar Sektor: Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus bekerja sama untuk menciptakan program berbasis gotong royong, seperti pembangunan infrastruktur atau layanan kesehatan masyarakat.

5. Studi Kasus: Keberhasilan Kolaborasi Berbasis Gotong Royong

  • Tanggap Bencana: Inisiatif masyarakat lokal yang bekerja sama dengan pemerintah dalam penanganan bencana, seperti pada gempa di Palu, menunjukkan kekuatan gotong royong.
  • Program Desa Digital: Desa-desa di Indonesia yang mengadopsi teknologi untuk memasarkan produk lokal menunjukkan keberhasilan kolaborasi modern berbasis nilai tradisional.

Kesimpulan

Gotong royong sebagai nilai luhur bangsa Indonesia tetap relevan dalam membangun ketahanan sosial di era modern yang penuh tantangan, seperti individualisme, globalisasi, dan disrupsi teknologi. Nilai ini telah terbukti sebagai landasan yang memperkuat solidaritas, persatuan, dan kemandirian masyarakat. Namun, dinamika kehidupan modern membutuhkan pendekatan inovatif untuk menjaga relevansi nilai-nilai tersebut. Adaptasi melalui transformasi digital, penguatan komunitas lokal, pendidikan nilai Pancasila, dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk revitalisasi gotong royong. Dengan integrasi nilai gotong royong dalam berbagai aspek kehidupan, ketahanan sosial dapat ditingkatkan untuk menghadapi kompleksitas tantangan era globalisasi.

Saran

  1. Pemanfaatan Teknologi Digital: Mendorong pengembangan platform digital yang mendukung kegiatan gotong royong, seperti aplikasi penggalangan dana, koordinasi relawan, atau pemasaran produk komunitas.
  2. Revitalisasi Komunitas Lokal: Membentuk dan menguatkan komunitas berbasis kolaborasi, seperti koperasi digital, kelompok tani modern, atau komunitas berbasis lingkungan, untuk mendukung solidaritas dan kemandirian masyarakat.
  3. Pendidikan Nilai Pancasila: Mengintegrasikan pendidikan nilai-nilai Pancasila, termasuk gotong royong, dalam kurikulum formal dan program non-formal untuk generasi muda.
  4. Kolaborasi Lintas Sektor: Memperkuat sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menciptakan program pembangunan berbasis gotong royong, seperti program padat karya, layanan kesehatan, atau inisiatif pengentasan kemiskinan.
Daftar Pustaka
  1. Kaelan, M.S. (2013). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
  2. Koentjaraningrat. (2002). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
  3. Muljadi, H. (2019). Pancasila dan Ketahanan Nasional. Jakarta: Rajawali Pers.
  4. Rahardjo, M. (2006). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.
  5. Tilaar, H.A.R. (2002). Multikulturalisme: Tantangan Globalisasi dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
  6. Widyawati, D. (2019). Budaya Lokal sebagai Modal Sosial. Malang: UB Press.
  7. Suganda, E. (2020). Gotong Royong dan Pembangunan Desa. Bandung: Alfabeta.

  


No comments:

Post a Comment

Membangun Desa dengan Semangat Gotong Royong Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila

  Abstrak Gotong royong merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang diabadikan dalam nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga, "...