Menghidupkan Nilai Gotong Royong di Tengah
Modernisasi: Pendekatan Pancasila
Abstrak
Gotong royong merupakan salah satu nilai luhur bangsa
Indonesia yang menjadi ciri khas identitas sosial masyarakat. Nilai ini
merefleksikan solidaritas, kebersamaan, dan kerja sama dalam kehidupan
bermasyarakat. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi dan arus modernisasi,
nilai gotong royong mulai tergerus oleh budaya individualisme dan pragmatisme.
Artikel ini mengulas pentingnya menghidupkan kembali nilai gotong royong
melalui pendekatan Pancasila, yang menjadi landasan moral, etika, dan ideologi
bangsa. Dengan menjelaskan tantangan-tantangan yang muncul akibat modernisasi,
artikel ini memberikan solusi untuk menjaga relevansi gotong royong dalam
berbagai aspek kehidupan.
Kata Kunci
Gotong royong, modernisasi, Pancasila, solidaritas,
kolektivitas
---
Pendahuluan
Gotong royong merupakan salah satu konsep sosial yang
telah berakar dalam budaya masyarakat Indonesia. Sebagai bagian dari tradisi,
gotong royong mengajarkan pentingnya kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Nilai ini menjadi perekat sosial yang memperkuat rasa persatuan dan
kebersamaan. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, gotong royong diwujudkan
melalui berbagai kegiatan, seperti kerja bakti, bantuan dalam acara keluarga,
hingga solidaritas saat terjadi bencana.
Namun, dinamika zaman yang ditandai dengan modernisasi
dan globalisasi membawa tantangan baru terhadap keberlangsungan nilai-nilai
tradisional, termasuk gotong royong. Modernisasi, yang sering kali diiringi
oleh individualisme, materialisme, dan pragmatisme, cenderung menggeser
nilai-nilai kolektivitas yang telah lama menjadi ciri khas masyarakat
Indonesia. Hal ini terlihat dalam kehidupan perkotaan yang semakin terisolasi,
berkurangnya interaksi antarwarga, dan melemahnya semangat solidaritas sosial.
Dalam konteks ini, Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga dan
menghidupkan kembali nilai-nilai gotong royong. Setiap sila dalam Pancasila
memberikan landasan moral dan filosofis untuk memperkuat kebersamaan di tengah
masyarakat yang semakin modern.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana
nilai gotong royong dapat dihidupkan kembali melalui pendekatan Pancasila,
dengan mempertimbangkan tantangan modernisasi dan memberikan langkah-langkah
konkret untuk merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
---
Permasalahan
1. Individualisme dan Materialisme
Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam menjaga
nilai gotong royong adalah meningkatnya budaya individualisme. Modernisasi
mendorong masyarakat untuk lebih fokus pada kebutuhan dan kepentingan pribadi
dibandingkan dengan kepentingan bersama. Gaya hidup materialistis, di mana
kesuksesan sering diukur berdasarkan kepemilikan harta, juga mengikis semangat
gotong royong.
2. Urbanisasi dan Kehidupan Perkotaan
Urbanisasi mengubah pola interaksi sosial masyarakat.
Di perkotaan, orang-orang cenderung lebih sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas
individu, sehingga interaksi sosial berkurang. Kehidupan dalam lingkungan yang
lebih heterogen juga menyulitkan pembentukan solidaritas sosial yang erat,
seperti yang biasanya ditemukan di masyarakat pedesaan.
3. Lemahnya Pendidikan Karakter
Pendidikan di Indonesia sering kali lebih menekankan
aspek akademis daripada pembentukan karakter. Akibatnya, generasi muda kurang
mengenal dan memahami nilai-nilai tradisional seperti gotong royong. Dalam
kurikulum pendidikan, pendidikan karakter berbasis nilai Pancasila perlu
diperkuat agar generasi muda memiliki kesadaran akan pentingnya kerja sama dan
solidaritas.
4. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Ketimpangan sosial dan ekonomi yang tinggi juga
menjadi hambatan dalam menjaga semangat gotong royong. Ketika masyarakat merasa
terkotak-kotak dalam kelas sosial yang berbeda, rasa solidaritas berkurang.
Mereka yang berada di lapisan ekonomi atas cenderung terpisah dari masyarakat
kelas bawah, sehingga interaksi dan rasa saling membantu menjadi lemah.
5. Pengaruh Budaya Asing
Globalisasi membawa masuk budaya asing yang memiliki
nilai-nilai berbeda dengan budaya lokal Indonesia. Budaya asing, khususnya yang
berasal dari negara-negara Barat, sering kali lebih menekankan individualisme
dan persaingan dibandingkan kolektivitas dan kerja sama.
---
Pembahasan
1. Makna dan
Relevansi Gotong Royong dalam Pancasila
Nilai gotong royong mencerminkan inti dari sila ketiga
Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Dalam Pancasila, persatuan menjadi pilar
utama dalam menjaga integritas bangsa yang multikultural. Selain itu, gotong
royong juga terkait erat dengan sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, yang menekankan keadilan dan kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat.
Dalam konteks modernisasi, gotong royong perlu
didefinisikan ulang agar tetap relevan. Jika dahulu gotong royong diwujudkan
melalui kerja fisik, seperti membangun jembatan atau membersihkan desa, kini
nilai tersebut dapat diterapkan dalam berbagai bentuk, seperti kerja sama dalam
komunitas digital, penggalangan dana daring, atau kegiatan sosial berbasis
teknologi.
2. Dampak
Modernisasi terhadap Nilai Gotong Royong
a. Perubahan Pola Interaksi Sosial
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
memungkinkan masyarakat untuk terhubung dengan orang-orang dari berbagai
belahan dunia. Namun, di sisi lain, interaksi langsung antarindividu menjadi
berkurang. Media sosial, misalnya, sering kali menciptakan ilusi konektivitas
tanpa kedalaman hubungan interpersonal.
b. Gaya Hidup Konsumtif
Modernisasi mempromosikan gaya hidup yang cenderung
konsumtif. Banyak orang lebih fokus pada kebutuhan pribadi dan konsumsi barang
mewah, sehingga melupakan nilai-nilai sosial seperti gotong royong.
c. Pengaruh Budaya Asing
Budaya asing yang masuk melalui media dan teknologi
sering kali membawa nilai-nilai yang tidak sejalan dengan budaya lokal. Budaya
kerja sama dan kolektivitas perlahan tergantikan oleh budaya persaingan dan
individualisme.
3. Pancasila
sebagai Solusi untuk Menghidupkan Gotong Royong
Pancasila menawarkan panduan moral dan etika untuk
menjaga nilai gotong royong di tengah modernisasi. Berikut adalah beberapa
langkah yang dapat dilakukan:
a. Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila
Pendidikan memiliki peran penting dalam menanamkan
nilai-nilai gotong royong pada generasi muda. Kurikulum pendidikan perlu
mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila secara eksplisit, khususnya melalui
pendidikan karakter. Program seperti kerja bakti di sekolah, kegiatan
ekstrakurikuler berbasis sosial, dan pendidikan kewarganegaraan dapat
menguatkan semangat gotong royong.
b. Penguatan Komunitas Lokal
Komunitas lokal perlu diberdayakan sebagai wadah untuk
mempraktikkan nilai gotong royong. Pemerintah dapat mendukung inisiatif lokal
seperti koperasi, kegiatan kerja bakti, dan program pembangunan berbasis
masyarakat. Komunitas lokal juga dapat menjadi pusat untuk membangun
solidaritas sosial, baik di perkotaan maupun pedesaan.
c. Pemanfaatan Teknologi untuk Gotong Royong
Teknologi modern dapat digunakan untuk memperkuat
semangat gotong royong. Misalnya, aplikasi donasi daring, platform
crowdfunding, dan grup komunitas online dapat menjadi alat untuk memfasilitasi
kerja sama dalam skala yang lebih besar. Dengan teknologi, gotong royong tidak
lagi terbatas oleh ruang dan waktu.
d. Pemberantasan Ketimpangan Sosial
Ketimpangan sosial dan ekonomi perlu dikurangi agar
masyarakat dapat bekerja sama secara setara. Program pemerintah seperti bantuan
sosial, pendidikan gratis, dan pembangunan infrastruktur di daerah terpencil
adalah langkah-langkah strategis untuk menciptakan keadilan sosial yang
mendukung gotong royong.
e. Revitalisasi Budaya Lokal
Budaya lokal yang mengedepankan gotong royong perlu
dilestarikan dan diperkenalkan kembali kepada generasi muda. Festival budaya,
cerita rakyat, dan seni tradisional dapat menjadi sarana untuk mengingatkan
masyarakat akan pentingnya solidaritas dan kebersamaan.
4. Contoh
Praktik Gotong Royong di Era Modern
a. Kegiatan Sosial Berbasis Komunitas
Kegiatan seperti bakti sosial, penggalangan dana untuk
korban bencana, dan program kesehatan gratis adalah contoh nyata praktik gotong
royong. Banyak komunitas lokal yang berhasil mengorganisasi kegiatan ini dengan
melibatkan berbagai pihak.
b. Ekonomi Kolektif
Koperasi dan usaha bersama adalah bentuk nyata dari
gotong royong di sektor ekonomi. Model ini memungkinkan masyarakat untuk
bekerja sama dalam mengelola sumber daya dan membagi hasil secara adil.
c. Teknologi untuk Solidaritas
Platform seperti Kitabisa.com adalah contoh bagaimana
teknologi dapat digunakan untuk menghidupkan kembali nilai gotong royong.
Dengan aplikasi ini, masyarakat dapat bekerja sama untuk membantu sesama
melalui donasi daring.
d. Pendidikan dan Pelatihan Sosial
Program pendidikan yang melibatkan kerja kelompok dan proyek sosial dapat menjadi sarana untuk mengajarkan nilai-nilai gotong royong kepada anak-anak dan remaja.
---
Kesimpulan
Nilai gotong royong adalah inti dari budaya dan
identitas bangsa Indonesia. Namun, di tengah arus modernisasi, nilai ini
menghadapi berbagai tantangan, termasuk individualisme, ketimpangan sosial, dan
pengaruh budaya asing. Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa, menawarkan kerangka kerja yang relevan untuk menghidupkan kembali nilai
gotong royong.
Melalui pendidikan karakter, penguatan komunitas
lokal, pemanfaatan teknologi, dan pengurangan ketimpangan sosial, gotong royong
dapat dipertahankan dan bahkan diperkuat dalam konteks modern. Nilai ini tidak
hanya penting untuk menjaga persatuan dan keadilan sosial, tetapi juga untuk
memastikan keberlanjutan budaya dan identitas bangsa Indonesia.
---
Saran
1. Pemerintah: Mengembangkan program-program berbasis
masyarakat yang mendukung nilai gotong royong, seperti kerja bakti, koperasi,
dan pembangunan infrastruktur.
2. Pendidikan: Mengintegrasikan nilai-nilai gotong
royong dalam kurikulum pendidikan, khususnya melalui pendidikan moral dan
sosial.
3. Teknologi: Memanfaatkan teknologi digital untuk
memfasilitasi gotong royong, seperti melalui aplikasi donasi dan platform
komunitas online.
4. Komunitas Lokal: Mendorong masyarakat untuk aktif
dalam kegiatan sosial di lingkungan masing-masing, sebagai cara untuk membangun
solidaritas dan kebersamaan.
5. Generasi Muda: Melibatkan generasi muda dalam
kegiatan berbasis gotong royong, baik melalui sekolah maupun organisasi
pemuda.
---
Daftar Pustaka
1. Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan, Mentalitas,
dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2. Soekarno. (1964). Pancasila sebagai Dasar Negara.
Jakarta: BPIP.
3. Tilaar, H.A.R. (2014). Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Multikultural. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Geertz, C. (1963). The Religion of Java. Chicago:
University of Chicago Press.
5. Nugroho, R. (2011). Modernisasi dan Perubahan
Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
6. Putra, S. (2020). "Digitalisasi dan Gotong
Royong di Era Modern". Jurnal Sosial dan Budaya Indonesia, 12(3),
45-58.
7. Nasution, A. (2018). Revitalisasi Budaya Lokal
dalam Modernisasi. Bandung: Alfabeta.
No comments:
Post a Comment