Abstrak
Pelestarian nilai gotong royong sebagai salah satu warisan
budaya Indonesia memiliki tantangan yang semakin besar seiring dengan kemajuan
zaman dan perubahan sosial yang terjadi di era modern ini. Nilai gotong royong
yang selama ini menjadi salah satu karakter utama dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, yang tercermin dalam hubungan sosial yang harmonis dan saling
mendukung antarwarga, kini menghadapi dilema yang kompleks dalam konteks
globalisasi, individualisme yang berkembang pesat, serta kemajuan teknologi
yang merubah pola interaksi sosial. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
memiliki peran yang sangat penting dalam mempertahankan dan melestarikan nilai
gotong royong di tengah arus perubahan zaman. Namun, penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam konteks kehidupan sosial yang semakin modern menjadi sebuah
tantangan yang signifikan.
Dalam konteks ini, nilai gotong royong yang terkandung dalam
sila ketiga Pancasila, "Persatuan Indonesia," memberikan dasar yang
kuat untuk mewujudkan masyarakat yang saling mendukung, bekerja sama, dan
peduli terhadap kepentingan bersama. Namun, tantangan utama yang dihadapi
adalah bagaimana memastikan bahwa nilai gotong royong ini tetap relevan dan
diterima oleh generasi muda yang lebih cenderung terpengaruh oleh
individualisme dan materialisme. Salah satu faktor utama yang memperburuk situasi
ini adalah perubahan pola komunikasi sosial yang semakin bergantung pada
teknologi digital, yang mempengaruhi cara orang berinteraksi dan berkolaborasi.
Dalam dunia maya, relasi sosial yang lebih individualistik dan terfragmentasi
seringkali menggantikan bentuk kerja sama yang berbasis pada nilai-nilai sosial
tradisional, seperti gotong royong.
Di sisi lain, kehidupan urbanisasi yang semakin meningkat
turut memperburuk keadaan, di mana masyarakat yang tersebar dalam lingkungan
perkotaan lebih sulit untuk membangun hubungan sosial yang erat dan saling
mendukung. Meskipun demikian, nilai gotong royong tetap memiliki potensi besar
untuk dijaga dan dikembangkan, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal
yang mengajarkan pentingnya kebersamaan, solidaritas, dan kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat.
Tantangan lainnya adalah perubahan dalam pola pemikiran dan
sikap masyarakat terhadap nilai-nilai kolektivisme yang selama ini menjadi
identitas bangsa Indonesia. Globalisasi yang membawa pengaruh budaya luar, baik
melalui media sosial maupun budaya populer, seringkali menciptakan tekanan bagi
individu untuk menonjolkan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama.
Hal ini menuntut adanya upaya serius dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai
pihak untuk menjaga keseimbangan antara pengaruh budaya global dan pelestarian
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memberikan landasan
filosofis yang kokoh dalam menjaga kelestarian nilai gotong royong. Dalam hal
ini, penting untuk menginternalisasi kembali nilai-nilai Pancasila ke dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat melalui berbagai kebijakan publik dan
program-program sosial yang memfasilitasi kolaborasi antarwarga. Selain itu,
media dan pendidikan juga memiliki peran strategis dalam menumbuhkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya gotong royong, serta membentuk sikap mental yang
lebih peduli terhadap kepentingan bersama.
Kesadaran akan pentingnya gotong royong di era modern juga
dapat ditekankan dalam konteks pembangunan ekonomi yang inklusif.
Program-program pemerintah yang berbasis pada kolaborasi antarwarga, seperti
pembangunan desa melalui dana desa, dapat dijadikan contoh konkret tentang
bagaimana nilai gotong royong masih relevan dalam konteks pembangunan
sosial-ekonomi. Dalam skala yang lebih besar, tantangan global seperti
perubahan iklim, kemiskinan, dan ketimpangan sosial juga memerlukan semangat
gotong royong antara negara, masyarakat, dan individu untuk dapat diatasi
bersama.
Salah satu cara untuk memelihara dan mengembangkan nilai
gotong royong adalah dengan memanfaatkan teknologi digital secara positif,
sebagai alat untuk mempererat hubungan sosial dan memfasilitasi kerja sama yang
lebih luas di tingkat global. Platform digital dapat digunakan untuk
mengorganisir kegiatan gotong royong secara virtual, seperti dalam program
donasi, penggalangan dana, atau aksi sosial yang melibatkan masyarakat dalam
skala besar.
Pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan,
sektor swasta, dan masyarakat menjadi semakin jelas dalam menghadapi tantangan
pelestarian nilai gotong royong di era modern. Setiap elemen tersebut perlu
bekerja bersama untuk menciptakan ekosistem sosial yang mendukung pelaksanaan
nilai-nilai Pancasila, termasuk gotong royong, dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Keberhasilan pelestarian nilai gotong royong sangat bergantung pada
seberapa kuat komitmen kolektif seluruh elemen bangsa untuk menjaga dan
mewariskan nilai-nilai tersebut kepada generasi mendatang.
Secara keseluruhan, pelestarian nilai gotong royong di era
modern merupakan tantangan yang memerlukan pendekatan multidimensional. Oleh
karena itu, diperlukan upaya terintegrasi yang melibatkan berbagai pihak untuk
memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila tetap
menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian,
meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, melalui sinergi dan komitmen
bersama, nilai gotong royong dapat terus hidup dan berkembang, memberikan kontribusi
positif bagi pembangunan masyarakat yang lebih adil, makmur, dan harmonis di
Indonesia. Sebagai bagian dari upaya pelestarian nilai gotong royong, penting
untuk melibatkan berbagai sektor dalam masyarakat. Pemerintah, misalnya, perlu
memperkuat kebijakan yang mendukung prinsip gotong royong dalam kehidupan
sehari-hari. Program-program pembangunan yang bersifat inklusif dan berbasis
komunitas, seperti program pemberdayaan masyarakat, pelatihan keterampilan, dan
bantuan sosial yang mendorong kolaborasi antarwarga, dapat dijadikan contoh
konkret dari penerapan gotong royong dalam konteks pembangunan modern.
Program-program tersebut tidak hanya akan memperkuat ikatan sosial, tetapi juga
mengoptimalkan potensi yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.
Di sisi lain, dunia pendidikan juga memegang peranan penting
dalam memastikan nilai gotong royong terus diwariskan kepada generasi muda.
Melalui kurikulum pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila,
khususnya sila ketiga tentang persatuan dan gotong royong, diharapkan generasi
muda dapat memiliki pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya kerja sama dan
solidaritas dalam kehidupan sosial. Pendidikan karakter yang menekankan
pentingnya gotong royong, kerjasama, dan saling tolong-menolong juga perlu
diterapkan sejak usia dini, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal.
Dengan cara ini, nilai-nilai ini akan tertanam dalam diri setiap individu dan
dapat diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Selain itu, sektor swasta dan lembaga sosial juga memiliki
peran penting dalam menjaga kelestarian nilai gotong royong. Perusahaan dan
organisasi dapat berkontribusi dengan menciptakan program tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) yang mendorong kolaborasi antarwarga, penyelesaian masalah
sosial secara bersama-sama, dan pembangunan komunitas. Program-program CSR yang
berbasis pada pemberdayaan masyarakat dan gotong royong dapat memberikan dampak
positif, tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan sosial
dan penguatan jaringan sosial di masyarakat.
Selain itu, media massa dan platform digital juga memiliki
potensi besar untuk mendukung pelestarian nilai gotong royong. Di era digital
seperti sekarang, penggunaan media sosial sebagai sarana untuk menggalang
solidaritas, membantu sesama, dan melakukan aksi sosial secara kolektif semakin
meningkat. Media dapat berperan dalam membangun kesadaran sosial dan
memperkenalkan contoh-contoh keberhasilan gotong royong yang dapat diikuti oleh
masyarakat luas. Penggunaan teknologi juga dapat digunakan untuk meningkatkan
efisiensi dalam pelaksanaan program-program gotong royong, seperti dalam
pengumpulan dana, koordinasi kegiatan, dan distribusi bantuan.
Namun, untuk memastikan nilai gotong royong tetap hidup di
tengah era modern, tidak cukup hanya mengandalkan kebijakan dan program-program
yang ada. Dibutuhkan pula perubahan pola pikir masyarakat yang lebih terbuka
terhadap nilai-nilai kolektivisme, yang tidak hanya memprioritaskan kepentingan
pribadi, tetapi juga kesejahteraan bersama. Pembentukan sikap mental yang lebih
peduli terhadap sesama dan lebih menghargai kebersamaan dapat dilakukan dengan
pendekatan yang lebih humanis, yang mengedepankan nilai-nilai moral dan etika
dalam kehidupan bermasyarakat.
Tantangan terbesar yang dihadapi dalam pelestarian gotong
royong adalah pengaruh globalisasi yang semakin kuat. Globalisasi membawa serta
berbagai nilai asing yang sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip
kolektivisme yang ada dalam budaya Indonesia. Individu yang semakin terhubung
dengan dunia luar cenderung mengutamakan kebebasan pribadi dan kesuksesan
individu, yang kadang mengarah pada perpecahan sosial dan mengurangi semangat
kerjasama. Untuk itu, penting untuk menanamkan kembali pentingnya gotong royong
sebagai nilai dasar dalam kehidupan bermasyarakat, yang akan membantu menjaga
keharmonisan sosial di tengah kemajuan zaman.
Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, yang
melibatkan semua lapisan masyarakat, juga dapat menjadi salah satu cara untuk
memperkuat semangat gotong royong. Melalui pemberdayaan ekonomi berbasis
komunitas, masyarakat dapat saling membantu dalam meningkatkan kesejahteraan
secara bersama-sama. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi ketimpangan sosial
dan ekonomi, tetapi juga mempererat ikatan sosial antarwarga yang pada
gilirannya akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan peduli terhadap
kepentingan bersama.
Dengan adanya upaya terintegrasi antara pemerintah,
masyarakat, dunia pendidikan, sektor swasta, dan media, diharapkan nilai gotong
royong tidak hanya menjadi sebuah konsep yang diwariskan secara normatif,
tetapi juga menjadi budaya hidup yang diterapkan secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Masyarakat Indonesia yang semakin modern dan berkembang harus
tetap menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur gotong royong agar tetap
relevan dan dapat dijalankan dalam setiap aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
Dalam konteks ini, keberhasilan pelestarian gotong royong
juga bergantung pada seberapa kuat masyarakat dapat beradaptasi dengan
perubahan zaman tanpa kehilangan akar budaya dan identitas bangsa. Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia memberikan panduan yang jelas untuk menjaga
keseimbangan antara perkembangan zaman dan pelestarian nilai-nilai luhur
bangsa. Oleh karena itu, semangat gotong royong yang terkandung dalam Pancasila
perlu terus diperkuat melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung, pendidikan yang
efektif, serta partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Secara keseluruhan, meskipun tantangan yang dihadapi dalam
pelestarian nilai gotong royong di era modern cukup besar, namun dengan
kerjasama yang solid antara seluruh elemen bangsa, nilai ini tetap dapat
dipertahankan dan diperkuat. Dengan menjaga nilai gotong royong, Indonesia
dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan harmonis, serta
mampu menghadapi tantangan global dengan semangat kebersamaan yang kuat. Dengan
demikian, gotong royong akan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas
dan jati diri bangsa Indonesia di masa depan.
Kata Kunci: Gotong Royong, Pancasila, Era Modern,
Tantangan Sosial, Individualisme, Globalisasi, Teknologi Digital, Kolaborasi,
Pendidikan, Pembangunan Ekonomi.
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya dan
tradisi sosialnya memiliki banyak nilai luhur yang telah menjadi fondasi dalam
kehidupan masyarakat. Salah satu nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam
kehidupan sosial masyarakat Indonesia adalah gotong royong. Gotong royong, yang
diartikan sebagai kerja sama antar individu atau kelompok dalam suatu
masyarakat untuk mencapai tujuan bersama, merupakan salah satu pilar utama
dalam menjaga keharmonisan, persatuan, dan solidaritas sosial di Indonesia. Sejak
zaman dahulu, nilai ini telah tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,
baik di pedesaan maupun perkotaan. Gotong royong bukan hanya sekadar tradisi,
melainkan juga merupakan bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa
Indonesia, yang tercermin dalam berbagai kegiatan sosial, budaya, dan politik.
Bahkan, nilai ini tercantum dalam Pancasila sebagai salah satu nilai dasar yang
harus dipegang teguh oleh seluruh rakyat Indonesia, yang termaktub dalam sila
ketiga Pancasila, yakni "Persatuan Indonesia."
Namun, pelestarian nilai gotong royong di era modern
menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Perubahan sosial yang dipicu oleh
kemajuan teknologi, globalisasi, serta transformasi ekonomi dan politik yang
terjadi di masyarakat membawa dampak yang besar terhadap pola hidup masyarakat
Indonesia. Nilai-nilai yang pernah menjadi budaya dasar dalam kehidupan
masyarakat Indonesia kini semakin terpinggirkan oleh perkembangan zaman. Salah
satu dampak besar yang muncul akibat perkembangan ini adalah pergeseran pola pikir
masyarakat yang semakin mengarah pada individualisme, di mana kepentingan
pribadi lebih diutamakan daripada kepentingan bersama. Semangat kebersamaan dan
saling tolong-menolong yang merupakan esensi dari gotong royong semakin
tergerus seiring dengan semakin meningkatnya kehidupan modern yang lebih
mengedepankan pencapaian pribadi dan kesuksesan individu.
Tantangan dalam mempertahankan nilai gotong royong di era
modern juga dipengaruhi oleh perubahan dalam struktur sosial masyarakat,
terutama di perkotaan. Kehidupan yang serba cepat, kompetitif, dan
individualistik membuat masyarakat perkotaan semakin sulit untuk mempertahankan
interaksi sosial yang hangat dan penuh solidaritas. Bahkan, di tengah kemajuan
teknologi yang memungkinkan komunikasi jarak jauh melalui berbagai platform
digital, masyarakat semakin terpisah dalam dunia virtual yang tidak selalu menciptakan
kedekatan sosial yang nyata. Media sosial, meskipun dapat mempertemukan banyak
orang dalam ruang digital, seringkali memperburuk hubungan sosial di dunia
nyata karena hubungan antarindividu menjadi lebih dangkal dan kurang berbasis
pada kepentingan bersama.
Dalam konteks ini, tantangan pelestarian nilai gotong
royong juga dihadapkan pada pengaruh globalisasi yang membawa budaya asing ke
dalam masyarakat Indonesia. Budaya konsumtif, individualistik, dan
materialistik yang seringkali dibawa oleh arus globalisasi semakin mendominasi
cara hidup masyarakat, sementara nilai gotong royong yang mengutamakan
kebersamaan dan kepentingan kolektif sering kali dianggap kuno atau tidak
relevan. Hal ini semakin terasa di kalangan generasi muda, yang lebih
terpengaruh oleh budaya pop global dan kemajuan teknologi daripada nilai-nilai
lokal yang mengedepankan kepentingan bersama dan solidaritas sosial.
Lebih jauh lagi, ketimpangan sosial yang semakin lebar di
Indonesia juga turut memperburuk upaya pelestarian nilai gotong royong.
Perbedaan ekonomi antara kelompok masyarakat yang kaya dan miskin, antara
daerah yang maju dan tertinggal, sering kali menciptakan ketidaksetaraan dalam
akses terhadap sumber daya, pendidikan, dan kesempatan. Ketidaksetaraan sosial
ini bisa mempengaruhi kemampuan individu dan kelompok masyarakat untuk bekerja
sama dalam mewujudkan tujuan bersama, karena masing-masing kelompok lebih fokus
pada perjuangan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka daripada berpartisipasi
dalam kegiatan sosial yang bersifat kolektif.
Meskipun demikian, pelestarian nilai gotong royong tetap
menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia, yang menjadi landasan utama dalam Pancasila. Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia mengandung nilai-nilai luhur yang dapat memberikan pedoman
dalam menghadapi tantangan zaman. Sila ketiga Pancasila, yang berbunyi
"Persatuan Indonesia," sangat relevan dengan nilai gotong royong,
karena prinsip persatuan hanya dapat terwujud jika setiap individu dan kelompok
dalam masyarakat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, tanpa
mengedepankan kepentingan pribadi semata. Oleh karena itu, pelestarian dan
penguatan nilai gotong royong tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah,
tetapi juga menjadi tugas bersama bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk
generasi muda, untuk menjaga semangat kebersamaan dan solidaritas dalam
menghadapi perubahan zaman.
Mengingat pentingnya peran gotong royong dalam kehidupan
sosial masyarakat Indonesia, tantangan-tantangan yang ada perlu dianalisis
dengan cermat agar dapat ditemukan solusi yang efektif untuk menjaga nilai
tersebut. Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia menyediakan kerangka
nilai yang kokoh untuk memperkuat kembali semangat gotong royong di tengah
modernitas. Oleh karena itu, penting untuk memahami berbagai faktor yang
menyebabkan terkikisnya nilai gotong royong, serta mencari cara untuk menghidupkan
kembali nilai-nilai tersebut di kalangan masyarakat, terutama di kalangan
generasi muda yang menjadi penerus bangsa.
Penyelesaian permasalahan ini tentu tidak dapat dilakukan
dengan satu solusi tunggal, melainkan memerlukan pendekatan yang holistik, yang
melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan,
masyarakat, hingga dunia usaha. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang
pentingnya gotong royong dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari,
diharapkan masyarakat Indonesia dapat kembali menguatkan kebersamaan dalam
menghadapi tantangan-tantangan sosial yang ada. Penerapan nilai gotong royong
dalam kehidupan modern tidak hanya penting untuk menciptakan masyarakat yang
lebih adil dan makmur, tetapi juga untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia.
Dalam konteks ini, penting untuk menggali lebih jauh
tentang tantangan pelestarian nilai gotong royong di era modern, serta
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat nilai tersebut melalui
kebijakan, pendidikan, dan partisipasi aktif masyarakat. Dengan demikian, nilai
gotong royong yang terkandung dalam Pancasila dapat terus menjadi dasar dalam
membangun masyarakat Indonesia yang lebih harmonis, adil, dan sejahtera, serta
mampu bersaing di tingkat global tanpa kehilangan identitas budaya lokal yang menjadi
akar dari bangsa Indonesia. Dalam upaya tersebut, peran seluruh elemen
masyarakat menjadi sangat penting untuk menjaga dan meneruskan semangat gotong
royong sebagai bagian dari budaya dan jati diri bangsa Indonesia.
Secara keseluruhan, pelestarian nilai gotong royong di
era modern adalah sebuah tantangan besar yang memerlukan pemahaman, kesadaran,
dan upaya bersama dari seluruh lapisan masyarakat untuk menghadapinya. Gotong
royong tidak hanya sebagai sebuah tradisi yang harus dipertahankan, tetapi juga
sebagai nilai yang sangat relevan dan dapat memberikan kontribusi besar bagi
pembangunan sosial dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Melalui pemahaman dan
implementasi yang tepat, gotong royong dapat terus menjadi kekuatan yang
mempererat persatuan dan kesatuan Indonesia, sekaligus menjaga agar bangsa ini
tetap dapat berkembang dalam menghadapi segala tantangan zaman.
Permasalahan
Pelestarian nilai gotong royong di Indonesia pada era modern
ini menghadapi berbagai permasalahan yang semakin kompleks dan beragam.
Meskipun gotong royong telah menjadi salah satu nilai yang mendalam dalam
budaya Indonesia, tantangan dalam mempertahankan dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sosial sehari-hari semakin besar seiring dengan kemajuan teknologi,
globalisasi, dan perubahan sosial yang berlangsung pesat. Dalam kerangka
Pancasila, yang menjadi dasar negara Indonesia, nilai gotong royong merupakan
bagian penting dari sila ketiga, yaitu "Persatuan Indonesia". Namun,
dalam kenyataannya, nilai tersebut mulai mengalami pergeseran dan tantangan
dalam konteks kehidupan masyarakat yang semakin modern dan terpengaruh oleh
berbagai nilai global.
1. Pergeseran Pola Pikir Masyarakat Menuju Individualisme
Salah satu permasalahan utama dalam pelestarian nilai gotong
royong di era modern adalah pergeseran pola pikir masyarakat yang semakin
mengarah pada individualisme. Globalisasi dan perkembangan ekonomi modern
mendorong masyarakat untuk lebih fokus pada pencapaian pribadi dan kepentingan
individu, daripada kepentingan bersama. Dunia yang semakin terhubung ini,
dengan adanya media sosial dan internet, menyebabkan perhatian masyarakat lebih
terfokus pada pencapaian individu, status sosial, dan kesuksesan pribadi. Hal
ini tentu saja bertentangan dengan prinsip gotong royong yang mengedepankan
kebersamaan dan kerja sama untuk tujuan bersama.
Individualisme yang semakin kuat dalam masyarakat modern
menyebabkan semakin sedikitnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial
yang mengutamakan kebersamaan dan solidaritas sosial. Keinginan untuk
menonjolkan diri dan mencari kepuasan pribadi mengarah pada pengabaian terhadap
kepentingan bersama dan kepedulian terhadap orang lain. Fenomena ini terlihat
jelas pada gaya hidup masyarakat perkotaan yang sangat sibuk dengan rutinitas
pribadi dan pekerjaan mereka, serta terbatasnya waktu untuk berinteraksi secara
langsung dengan orang lain dalam kegiatan yang mengedepankan gotong royong.
2. Penyebaran Budaya Konsumerisme dan Materialisme
Globalisasi tidak hanya membawa dampak dalam hal pola pikir
yang lebih individualistik, tetapi juga dalam hal penyebaran budaya
konsumerisme dan materialisme. Perkembangan ekonomi yang pesat, ditambah dengan
kemajuan teknologi, membuat gaya hidup konsumeristik semakin menjamur di
berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat lebih banyak terpapar oleh iklan, media
sosial, dan informasi yang mengedepankan gaya hidup mewah, kekayaan materi, dan
status sosial. Akibatnya, orang cenderung lebih mengejar kepemilikan barang-barang
materi dan kesenangan pribadi, daripada mengutamakan nilai kebersamaan, kerja
sama, dan gotong royong.
Nilai-nilai gotong royong yang lebih mengutamakan
kepentingan bersama dan kesetaraan sosial seringkali dianggap ketinggalan zaman
dibandingkan dengan budaya konsumerisme yang lebih populer di kalangan
masyarakat modern. Ketika materialisme menjadi acuan utama dalam penilaian
kehidupan sosial, semangat gotong royong yang lebih bersifat altruistik dan
kolektif pun mulai terkikis. Hal ini menyebabkan semakin sedikitnya individu
yang mau bekerja sama dengan sesama dalam kegiatan sosial yang berorientasi pada
kepentingan bersama.
3. Perubahan Pola Komunikasi Sosial Akibat Kemajuan
Teknologi
Kemajuan teknologi, terutama dalam bidang komunikasi dan
informasi, membawa dampak yang besar terhadap interaksi sosial dalam
masyarakat. Dengan adanya media sosial, aplikasi pesan instan, dan berbagai
platform digital lainnya, cara orang berkomunikasi dan berinteraksi dengan
sesama telah berubah secara signifikan. Meskipun teknologi memungkinkan
komunikasi yang lebih cepat dan efisien, interaksi sosial yang terjadi lebih
banyak dilakukan secara virtual dan kurang mendalam.
Interaksi sosial yang semakin terfragmentasi dan lebih
bersifat digital ini membuat hubungan antarwarga menjadi kurang terjalin erat.
Di dunia maya, interaksi sering kali bersifat lebih individualistik dan kurang
melibatkan kolaborasi nyata untuk kepentingan bersama. Komunikasi yang terbatas
pada teks atau gambar tanpa adanya interaksi langsung mengurangi kualitas
hubungan sosial antar individu, sehingga prinsip gotong royong yang membutuhkan
kedekatan emosional dan kerjasama langsung menjadi semakin sulit untuk
diwujudkan. Masyarakat yang semakin terhubung secara digital sering kali lebih
terisolasi secara sosial dalam dunia nyata, mengurangi semangat gotong royong
yang selama ini tumbuh dalam interaksi sosial langsung.
4. Kehidupan Urban yang Semakin Fragmented
Urbanisasi yang terus meningkat dan migrasi besar-besaran
dari pedesaan ke perkotaan telah mengubah tatanan sosial masyarakat Indonesia.
Kehidupan di kota besar, yang cenderung lebih modern dan serba cepat,
menghadirkan tantangan besar bagi pelestarian nilai gotong royong. Di kota-kota
besar, mobilitas penduduk yang tinggi, kehidupan yang terfokus pada pekerjaan
dan pencapaian individu, serta interaksi sosial yang terfragmentasi membuat
nilai kebersamaan dan solidaritas antarwarga semakin sulit untuk diwujudkan.
Masyarakat perkotaan seringkali hidup dalam kesendirian dan
anonim, dengan lebih sedikit waktu untuk berinteraksi sosial atau
berpartisipasi dalam kegiatan kolektif. Selain itu, keragaman etnis, budaya,
dan latar belakang sosial di kota-kota besar juga seringkali menyebabkan
terjadinya pemisahan sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Keberagaman ini, meskipun membawa kekayaan budaya, juga dapat menimbulkan
kesulitan dalam membangun rasa kebersamaan yang dapat mendorong pelaksanaan
nilai gotong royong.
5. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin lebar di
Indonesia juga menjadi tantangan besar dalam pelestarian nilai gotong royong.
Kesenjangan antara kaya dan miskin, antara yang memiliki akses terhadap
pendidikan dan yang tidak, antara yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di
daerah pedesaan, menciptakan jurang pemisah yang semakin dalam dalam kehidupan
sosial masyarakat. Dalam situasi seperti ini, banyak individu atau kelompok
yang lebih memilih untuk fokus pada perjuangan pribadi atau kelompok mereka
sendiri, tanpa memperhatikan kepentingan bersama.
Ketimpangan ini dapat mempengaruhi rasa solidaritas dan
kepedulian sosial antarwarga. Bagi mereka yang berada di kelas ekonomi bawah,
sering kali mereka lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar hidup daripada
terlibat dalam kegiatan sosial berbasis gotong royong. Sementara itu, mereka
yang lebih berkecukupan atau memiliki akses ke sumber daya yang lebih besar
sering kali tidak merasakan urgensi untuk membantu atau berkolaborasi dengan
sesama dalam mengatasi permasalahan sosial yang ada. Kesenjangan ini memperburuk
rasa ketidakadilan sosial, yang pada gilirannya mengurangi semangat gotong
royong yang selama ini menjadi nilai dasar dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.
6. Kurangnya Pemahaman dan Pendidikan yang Berbasis Gotong
Royong
Permasalahan lain yang menjadi penghambat dalam pelestarian
nilai gotong royong adalah kurangnya pemahaman yang mendalam tentang nilai ini,
terutama di kalangan generasi muda. Pendidikan yang ada saat ini sering kali
hanya menekankan pentingnya pencapaian akademis dan keterampilan teknis, tanpa
cukup memperhatikan penguatan karakter dan nilai-nilai sosial yang berkaitan
dengan kebersamaan dan gotong royong. Meskipun dalam kurikulum pendidikan
Indonesia terdapat mata pelajaran yang mengajarkan Pancasila, penerapan nilai
gotong royong dalam kehidupan sehari-hari tidak selalu tercermin dalam praktik.
Pendidikan formal di sekolah dan pendidikan non-formal yang
ada di masyarakat cenderung kurang memberikan ruang bagi generasi muda untuk
memahami dan menginternalisasi nilai gotong royong secara nyata. Tanpa
pemahaman yang mendalam tentang pentingnya gotong royong dan bagaimana
melaksanakannya, generasi muda mungkin akan kesulitan untuk menerapkannya dalam
kehidupan mereka di masa depan. Ini dapat mengarah pada hilangnya kesadaran
sosial dan menurunnya rasa tanggung jawab bersama terhadap kehidupan bermasyarakat.
7. Pergeseran Nilai Budaya Lokal Akibat Globalisasi
Globalisasi membawa dampak besar pada perubahan budaya
lokal, termasuk dalam hal nilai-nilai sosial seperti gotong royong. Pengaruh
budaya asing yang masuk melalui media massa, film, musik, dan mode hidup sering
kali lebih mengedepankan nilai-nilai individualistik dan konsumtif, sementara
budaya gotong royong yang merupakan warisan lokal semakin terpinggirkan.
Masyarakat yang terpapar oleh budaya global sering kali terjebak dalam gaya
hidup yang mengutamakan kebebasan individu dan prestasi pribadi, yang mengurangi
nilai-nilai kolektif seperti kebersamaan dan kerjasama.
Pergeseran nilai ini tidak hanya terjadi di kalangan
generasi muda, tetapi juga di kalangan orang dewasa yang terpapar oleh
perubahan zaman. Kebiasaan dan tradisi gotong royong yang selama ini menjadi
bagian dari identitas budaya Indonesia mulai terasa asing dan kurang relevan di
tengah arus modernitas. Fenomena ini memperburuk upaya pelestarian nilai gotong
royong di masyarakat.
Pembahasan
Pelestarian nilai gotong royong di era modern di Indonesia
menghadapi beragam tantangan yang tidak hanya terkait dengan perubahan sosial
dan budaya, tetapi juga dengan dinamika ekonomi, teknologi, dan globalisasi.
Nilai gotong royong, yang merupakan bagian integral dari budaya Indonesia,
dihadapkan pada pergeseran orientasi masyarakat yang semakin mengedepankan
individualisme, konsumerisme, serta perubahan gaya hidup yang lebih berfokus
pada pencapaian pribadi. Di sisi lain, Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia,
mengandung nilai luhur yang mencakup solidaritas sosial, persatuan, dan kerja
sama, yang seharusnya dijadikan sebagai pedoman dalam mengatasi tantangan ini.
Oleh karena itu, dalam pembahasan ini, akan dijelaskan berbagai tantangan yang
dihadapi dalam pelestarian nilai gotong royong di era modern, serta bagaimana
upaya untuk mengembalikan dan memperkuat nilai tersebut berdasarkan analisis
terhadap Pancasila.
1. Perubahan Sosial dan Gaya Hidup Individualistik
Salah satu tantangan utama dalam pelestarian nilai gotong
royong di era modern adalah pergeseran nilai sosial yang terjadi seiring dengan
perkembangan zaman. Globalisasi yang membawa pengaruh besar terhadap pola pikir
masyarakat Indonesia turut mengubah pandangan terhadap nilai gotong royong.
Dalam masyarakat tradisional, gotong royong merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Warga desa saling bantu-membantu dalam
berbagai kegiatan sosial, seperti membangun rumah, mengadakan acara, atau
menangani bencana. Semangat gotong royong membentuk struktur sosial yang saling
bergantung dan mendukung satu sama lain.
Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi dan perubahan
gaya hidup di perkotaan, nilai-nilai kolektivisme tersebut semakin tergerus.
Masyarakat modern, terutama di kota-kota besar, mulai mengutamakan prinsip
individualisme. Masyarakat cenderung lebih fokus pada pencapaian pribadi dan
kesuksesan individu, yang mengarah pada pemisahan sosial dan pengabaian
terhadap kepentingan bersama. Dalam situasi ini, gotong royong yang
mengutamakan kerja sama dan kebersamaan semakin dianggap tidak relevan. Proses urbanisasi,
yang mendorong perpindahan penduduk dari desa ke kota, turut memperburuk
keadaan ini. Di kota besar, dengan mobilitas yang tinggi dan kehidupan yang
sangat sibuk, interaksi sosial yang terjadi menjadi lebih minim, dan masyarakat
cenderung lebih terfokus pada pencapaian material serta kesejahteraan pribadi.
2. Penyebaran Budaya Konsumerisme dan Materialisme
Budaya konsumerisme yang semakin berkembang juga turut
menjadi salah satu hambatan dalam pelestarian nilai gotong royong. Di tengah
kemajuan ekonomi, media massa dan teknologi digital mendorong masyarakat untuk
lebih fokus pada kepemilikan barang-barang mewah dan gaya hidup konsumtif. Hal
ini menjadi semakin dominan dengan adanya dorongan dari industri global yang
menawarkan berbagai produk dan gaya hidup yang bersifat individualistik dan
berorientasi pada pemenuhan keinginan pribadi. Banyak individu yang semakin
terfokus pada pencapaian status sosial melalui konsumsi barang mewah, sehingga
semangat kebersamaan dan solidaritas yang mendasari gotong royong menjadi
terabaikan.
Globalisasi juga membawa dampak dalam bentuk penyebaran
nilai-nilai materialistik yang lebih mengutamakan pencapaian individu dan
kepemilikan materi. Hal ini berdampak pada cara pandang masyarakat terhadap
kebersamaan dan kerja sama. Masyarakat cenderung menganggap bahwa kebersamaan
dalam bentuk gotong royong hanya relevan di masyarakat pedesaan atau di
tempat-tempat yang belum terpapar pengaruh kemajuan zaman. Akibatnya, nilai
gotong royong mulai dilihat sebagai sesuatu yang kuno dan tidak sesuai dengan
tuntutan zaman modern yang lebih mengutamakan kepuasan individu dan material.
3. Teknologi dan Komunikasi Digital yang Memperburuk
Hubungan Sosial
Kemajuan teknologi, khususnya di bidang komunikasi dan
informasi, telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dan berkomunikasi.
Teknologi yang memungkinkan komunikasi jarak jauh melalui telepon, media
sosial, dan aplikasi pesan instan telah menggantikan banyak bentuk komunikasi
tatap muka yang sebelumnya lebih intensif dan bersifat langsung. Walaupun
teknologi digital memungkinkan hubungan antar individu yang lebih luas dan
cepat, interaksi sosial di dunia maya ini sering kali bersifat dangkal dan kurang
mendalam.
Media sosial, yang awalnya diciptakan untuk mempermudah
komunikasi dan menyatukan orang-orang, kini lebih sering digunakan untuk tujuan
pribadi, hiburan, atau pencapaian status sosial. Dalam banyak kasus, hubungan
antar individu menjadi terpisah oleh layar, dan jarang terjadi kolaborasi atau
kegiatan yang berfokus pada kepentingan bersama. Hal ini menyebabkan hilangnya
esensi gotong royong yang membutuhkan interaksi langsung antara individu dalam
suatu komunitas. Masyarakat yang terbiasa dengan komunikasi digital cenderung
kurang terlibat dalam kegiatan sosial nyata yang melibatkan kerja sama
antarwarga untuk mencapai tujuan bersama.
4. Kesenjangan Sosial dan Ekonomi yang Menghambat Kerja Sama
Sosial
Ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin lebar di
Indonesia juga menjadi salah satu tantangan besar dalam pelestarian nilai
gotong royong. Kesenjangan antara golongan kaya dan miskin, serta perbedaan
akses terhadap pendidikan, lapangan pekerjaan, dan layanan kesehatan,
seringkali menyebabkan masyarakat terpecah dalam kelas-kelas sosial yang
berbeda. Individu atau kelompok yang hidup dalam kemiskinan sering kali lebih
fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar mereka daripada terlibat dalam kegiatan
sosial berbasis gotong royong.
Selain itu, ketimpangan ini juga menyebabkan adanya
ketidakpercayaan antar kelompok dalam masyarakat. Kelompok yang lebih miskin
merasa bahwa mereka tidak mendapat perhatian atau bantuan yang cukup dari
kelompok yang lebih kaya. Di sisi lain, kelompok yang lebih kaya atau berkuasa
cenderung menganggap bahwa mereka tidak perlu bekerja sama dengan kelompok yang
lebih lemah dalam hal kepentingan bersama. Ketidaksetaraan ini dapat mengurangi
semangat kebersamaan dan solidaritas sosial yang menjadi landasan dari nilai
gotong royong. Oleh karena itu, ketimpangan sosial yang ada harus diperhatikan
dengan serius agar tidak semakin memperburuk kondisi sosial yang ada.
5. Kurangnya Pemahaman dan Pendidikan Gotong Royong dalam
Generasi Muda
Salah satu masalah lain dalam pelestarian nilai gotong
royong adalah kurangnya pemahaman dan pendidikan tentang nilai ini di kalangan
generasi muda. Meskipun nilai gotong royong tercantum dalam Pancasila, yang
merupakan ideologi negara, penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sering kali
kurang diperhatikan. Pendidikan formal yang diajarkan di sekolah-sekolah
seringkali lebih fokus pada aspek akademis, dengan sedikit menekankan pada
pentingnya nilai-nilai sosial dan kebersamaan.
Generasi muda yang lebih terpapar oleh budaya global melalui
media sosial dan hiburan modern sering kali lebih mementingkan kepentingan
pribadi atau kelompok mereka, serta lebih memperhatikan pencapaian individu
daripada kerjasama sosial. Padahal, untuk membangun masyarakat yang lebih baik,
penguatan karakter dan pendidikan tentang pentingnya gotong royong sangat
diperlukan. Oleh karena itu, peran pendidikan di sekolah dan masyarakat sangat
penting untuk menanamkan kembali nilai gotong royong, baik dalam konteks
kehidupan sehari-hari, pendidikan kewarganegaraan, maupun dalam kegiatan sosial
yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat.
6. Globalisasi dan Dampaknya pada Nilai Budaya Lokal
Globalisasi membawa berbagai pengaruh terhadap kehidupan
sosial dan budaya di Indonesia. Di satu sisi, globalisasi membuka peluang bagi
pertukaran budaya, informasi, dan kemajuan teknologi, yang dapat meningkatkan
kualitas hidup masyarakat. Namun, di sisi lain, globalisasi juga membawa dampak
negatif, yaitu masuknya budaya asing yang lebih individualistik dan
mengedepankan pencapaian pribadi. Banyak nilai-nilai lokal yang kurang
dihargai, dan gotong royong sebagai bagian dari budaya Indonesia sering kali dianggap
sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman.
Pergeseran budaya ini semakin dirasakan oleh masyarakat
Indonesia, terutama di kalangan generasi muda yang lebih terpapar oleh pengaruh
budaya luar melalui media massa dan internet. Tanpa adanya pemahaman yang kuat
tentang pentingnya nilai-nilai lokal, termasuk gotong royong, masyarakat
Indonesia dapat kehilangan identitas budaya yang sudah terjalin lama dalam
kehidupan sosial mereka. Oleh karena itu, upaya untuk memperkenalkan kembali
nilai gotong royong dalam konteks modern harus mempertimbangkan peran budaya
lokal dalam membangun kebersamaan dan persatuan di tengah globalisasi.
7. Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pelestarian Gotong
Royong
Pelestarian nilai gotong royong di era modern bukan hanya
menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga membutuhkan peran aktif dari
pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Pemerintah perlu menerapkan
kebijakan yang mendukung penguatan nilai gotong royong, baik melalui pendidikan
formal, kebijakan sosial, maupun program-program yang mengedepankan solidaritas
sosial. Masyarakat juga perlu diberikan ruang untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial yang memperkuat kebersamaan, baik dalam skala kecil seperti
lingkungan RT/RW, maupun dalam skala yang lebih besar.
Pendidikan karakter yang menekankan pada pentingnya gotong
royong perlu diperkenalkan sejak dini, baik di tingkat sekolah dasar maupun
pendidikan menengah. Selain itu, masyarakat harus diberikan pemahaman tentang
bagaimana gotong royong dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama
dalam mengatasi masalah sosial seperti kemiskinan, bencana alam, atau kesulitan
bersama lainnya seperti bencana alam, kemiskinan, atau kesulitan sosial
lainnya. Pemerintah dapat berperan dengan mengorganisir kegiatan-kegiatan
sosial yang mengedepankan prinsip gotong royong, seperti kerja bakti, bantuan
untuk korban bencana, atau program-program pembangunan berbasis masyarakat yang
melibatkan partisipasi aktif dari semua elemen masyarakat. Dengan demikian,
gotong royong bukan hanya menjadi nilai yang diajarkan di sekolah atau di
keluarga, tetapi juga menjadi bagian dari aktivitas sosial sehari-hari yang
diperkuat oleh kebijakan pemerintah.
8. Revitalisasi Nilai Gotong Royong Melalui Teknologi
Salah satu tantangan terbesar di era modern adalah bagaimana
mengintegrasikan nilai gotong royong dalam dunia yang serba digital dan
terhubung melalui teknologi. Meskipun teknologi sering kali dianggap sebagai
faktor yang memisahkan orang secara sosial, teknologi juga memiliki potensi
besar untuk memperkuat semangat gotong royong. Platform digital seperti media
sosial dapat digunakan untuk mengorganisir kegiatan sosial, mengumpulkan dana
untuk korban bencana, atau bahkan untuk melaksanakan program-program pengembangan
masyarakat berbasis kolaborasi online. Misalnya, gerakan sosial seperti
crowdfunding atau kampanye solidaritas online bisa menjadi wadah untuk
mengumpulkan donasi atau mengajak orang untuk bekerja bersama demi tujuan
sosial yang lebih besar.
Namun, agar teknologi benar-benar berkontribusi pada
pelestarian nilai gotong royong, perlu adanya kesadaran dan pendidikan yang
tepat mengenai cara-cara yang dapat digunakan untuk memanfaatkan teknologi
secara positif. Generasi muda yang lebih akrab dengan dunia digital harus
diberikan pemahaman tentang bagaimana menggunakan teknologi untuk memperkuat
solidaritas sosial dan mendorong partisipasi dalam kegiatan kolektif. Melalui
pelatihan dan edukasi digital yang berfokus pada nilai-nilai gotong royong, teknologi
dapat menjadi alat yang mempererat hubungan sosial dan mempermudah komunikasi
serta kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
9. Gotong Royong sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Pelestarian nilai gotong royong juga berkaitan erat dengan
pembangunan berkelanjutan. Indonesia, sebagai negara yang sedang berkembang,
menghadapi berbagai tantangan besar terkait dengan ketimpangan ekonomi, masalah
lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Gotong royong dapat menjadi solusi untuk
mendorong pembangunan yang lebih merata dan berkelanjutan. Dalam konteks ini,
gotong royong tidak hanya terkait dengan kegiatan sosial bersifat sementara,
tetapi juga dapat menjadi pendorong untuk menciptakan inisiatif pembangunan
yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan membutuhkan kolaborasi antara
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dalam
menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi yang lebih adil. Gotong royong
sebagai nilai sosial yang mengutamakan kerja sama dan kebersamaan dapat menjadi
dasar untuk membangun kesadaran kolektif dalam menghadapi tantangan
pembangunan, seperti pengelolaan sumber daya alam, penanggulangan kemiskinan,
pendidikan, dan kesehatan. Dengan semangat gotong royong, masyarakat dapat bekerja
sama untuk menciptakan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan, yang tidak
hanya menguntungkan kelompok tertentu tetapi juga memperhatikan kesejahteraan
seluruh lapisan masyarakat.
10. Peran Pancasila dalam Memperkuat Nilai Gotong Royong
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki
nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman untuk memperkuat dan mengembangkan
semangat gotong royong di era modern. Sila ketiga Pancasila, yang berbunyi
"Persatuan Indonesia," menegaskan bahwa persatuan hanya dapat
tercapai jika setiap individu dan kelompok dalam masyarakat bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Gotong royong adalah salah satu cara untuk mewujudkan
persatuan ini, karena hanya melalui kerja sama yang solid dan saling mendukung,
bangsa Indonesia dapat menghadapi tantangan-tantangan besar di masa depan.
Selain itu, sila kedua Pancasila, yang berbunyi
"Kemanusiaan yang adil dan beradab," menuntut agar setiap individu
dan kelompok dalam masyarakat memperlakukan sesama dengan adil dan bermartabat.
Gotong royong dalam konteks ini berfungsi untuk memastikan bahwa setiap anggota
masyarakat, tanpa memandang status sosial atau ekonomi, memiliki kesempatan
yang setara untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan kehidupan sosial. Dengan
mengedepankan gotong royong, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dapat
tercipta, karena tidak ada yang dibiarkan tertinggal dalam proses pembangunan
bersama.
Dalam perspektif Pancasila, gotong royong juga berhubungan
dengan sila kelima, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Prinsip keadilan sosial ini menekankan bahwa setiap warga negara memiliki hak
dan kewajiban yang sama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial yang merata.
Gotong royong dapat menjadi sarana untuk mewujudkan keadilan sosial ini, karena
dalam gotong royong, setiap individu saling membantu satu sama lain tanpa
membedakan latar belakang, status sosial, atau kekayaan. Gotong royong menciptakan
rasa kebersamaan yang mengarah pada terciptanya keadilan sosial yang lebih luas
dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesimpulan
Pelestarian nilai gotong royong di era modern merupakan
tantangan yang kompleks, mengingat perubahan besar yang terjadi dalam
masyarakat, terutama dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi. Di
satu sisi, era modern membawa kemajuan yang luar biasa dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti teknologi, pendidikan, dan komunikasi. Namun, kemajuan ini
juga membawa dampak negatif, seperti meningkatnya individualisme,
ketidakmerataan sosial, dan pergeseran nilai-nilai sosial yang mengedepankan
kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama.
Gotong royong sebagai nilai budaya luhur bangsa Indonesia
yang terwujud dalam semangat kebersamaan, solidaritas, dan kerja sama untuk
mencapai tujuan bersama, kini menghadapi tantangan besar untuk tetap relevan di
tengah perubahan zaman. Dalam masyarakat modern, nilai ini sering kali
terpinggirkan oleh kecenderungan untuk lebih memprioritaskan kepentingan
pribadi atau kelompok, sementara nilai kebersamaan yang menjadi inti dari
gotong royong terabaikan. Proses globalisasi dan kemajuan teknologi, yang seharusnya
bisa mendukung semangat gotong royong, justru sering kali mengarah pada
polarisasi sosial dan memperburuk kesenjangan antar kelompok dalam masyarakat.
Namun demikian, dalam konteks Pancasila sebagai dasar
negara, gotong royong memiliki landasan yang kuat untuk tetap dilestarikan.
Pancasila dengan kelima sila yang mencerminkan nilai-nilai luhur seperti
persatuan, kemanusiaan, dan keadilan sosial dapat berfungsi sebagai pijakan
dalam menguatkan semangat gotong royong. Sila ketiga Pancasila, yang
mengajarkan tentang pentingnya persatuan, menegaskan bahwa persatuan bangsa
hanya bisa tercapai jika setiap individu dan kelompok masyarakat bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama. Begitu pula dengan sila kedua yang mengutamakan
kemanusiaan yang adil dan beradab, serta sila kelima yang berbicara tentang
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang juga mendukung prinsip
gotong royong dalam masyarakat.
Di tengah tantangan zaman, gotong royong tidak hanya tetap
relevan, tetapi juga harus menjadi solusi untuk berbagai permasalahan sosial
yang semakin kompleks, seperti kemiskinan, bencana alam, ketimpangan sosial,
dan sebagainya. Gotong royong dapat berfungsi sebagai kekuatan sosial yang
menyatukan berbagai elemen masyarakat untuk saling membantu, berkolaborasi, dan
bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa. Oleh
karena itu, pelestarian nilai gotong royong di era modern sangatlah penting
untuk menjaga keberlanjutan pembangunan sosial yang berkeadilan, mengurangi
ketimpangan sosial, dan mempererat persatuan bangsa.
Namun, tantangan terbesar dalam pelestarian gotong royong di
era modern adalah bagaimana cara mentransformasikan nilai-nilai ini agar tetap
hidup dan berkembang dalam konteks masyarakat yang semakin individualistik dan
materialistik. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya yang lebih konkret dan
terstruktur untuk memperkuat kembali semangat gotong royong di tengah
masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, Pancasila sebagai ideologi negara
harus menjadi landasan utama dalam mendidik dan mengarahkan seluruh elemen
masyarakat, terutama generasi muda, untuk tetap mengedepankan nilai gotong
royong dalam kehidupan sosial.
Secara keseluruhan, meskipun tantangan yang dihadapi cukup
besar, dengan komitmen dan sinergi dari seluruh elemen bangsa—baik pemerintah,
masyarakat, dunia pendidikan, dan sektor swasta—nilai gotong royong dapat terus
hidup dan berkembang, serta memberikan kontribusi positif bagi pembangunan
bangsa yang lebih adil, makmur, dan harmonis. Gotong royong bukan hanya nilai
sosial yang terkandung dalam tradisi, tetapi juga menjadi kekuatan yang dapat
memperkokoh ikatan sosial antarindividu dan kelompok dalam menghadapi berbagai
permasalahan sosial, ekonomi, dan politik yang ada.
Saran
- Peningkatan
Pendidikan dan Sosialisasi Nilai Gotong Royong
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam
pelestarian nilai gotong royong. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan
kualitas dan penyebaran pendidikan yang mengajarkan nilai gotong royong sejak
usia dini, baik melalui kurikulum formal di sekolah maupun pendidikan
non-formal di luar sekolah. Di sekolah-sekolah, selain pelajaran akademik,
perlu ada pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai kebersamaan,
solidaritas, dan kerja sama dalam bentuk yang lebih aplikatif. Hal ini dapat
dilakukan dengan melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti kerja
bakti, penggalangan dana untuk korban bencana, atau proyek sosial lainnya yang
melibatkan kerja sama dan kolaborasi. Dengan begitu, generasi muda dapat
memahami pentingnya gotong royong dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya
bagian dari karakter mereka.
Penting juga untuk memperkenalkan nilai gotong royong dalam
pendidikan keluarga dan masyarakat. Sekolah-sekolah, lembaga pemerintah, serta
organisasi sosial dapat bekerja sama untuk menyelenggarakan program-program
yang memberikan pemahaman lebih dalam mengenai nilai gotong royong, serta
bagaimana cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Program pelatihan,
seminar, atau workshop yang melibatkan masyarakat secara langsung juga dapat
menjadi media yang efektif dalam menyosialisasikan pentingnya gotong royong di
era modern.
- Penguatan
Peran Pemerintah dalam Mendorong Partisipasi Sosial
Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam
mendukung pelestarian nilai gotong royong. Melalui kebijakan dan
program-program pembangunan yang berbasis pada prinsip gotong royong,
pemerintah dapat menciptakan peluang bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam
kegiatan sosial yang memanfaatkan semangat kebersamaan. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan program-program pemberdayaan
masyarakat berbasis gotong royong, seperti pembangunan infrastruktur desa,
pengentasan kemiskinan, atau penanggulangan bencana alam.
Pemerintah juga harus mendukung inisiatif-inisiatif yang
mengedepankan solidaritas sosial dan kebersamaan, seperti menggalakkan budaya
gotong royong dalam rangka pembangunan lingkungan atau kegiatan sosial lainnya
yang melibatkan masyarakat luas. Misalnya, melalui kebijakan yang memberikan
insentif bagi kelompok-kelompok masyarakat yang aktif dalam kegiatan sosial,
seperti kerja bakti atau pengorganisasian bantuan sosial. Dengan cara ini,
masyarakat akan lebih terdorong untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah
sosial, serta memperkuat ikatan kebersamaan antarindividu.
- Pemanfaatan
Teknologi untuk Meningkatkan Kolaborasi Sosial
Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang
pesat di era modern, seharusnya tidak hanya digunakan untuk kepentingan
pribadi, tetapi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan kolaborasi sosial.
Teknologi dapat menjadi alat yang efektif dalam memperkuat nilai gotong royong.
Dengan adanya platform digital dan media sosial, berbagai kegiatan sosial dapat
lebih mudah diselenggarakan, seperti penggalangan dana untuk bencana alam,
pengorganisasian kerja sosial, atau program-program kemanusiaan lainnya. Oleh
karena itu, penting untuk mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk
menggunakan teknologi dengan bijak dan untuk tujuan yang bermanfaat bagi
kepentingan bersama.
Selain itu, pemerintah dan sektor swasta dapat menciptakan
platform berbasis teknologi yang mendukung kolaborasi sosial, seperti aplikasi
yang memudahkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau
membentuk komunitas yang berfokus pada kerja bakti atau program pemberdayaan
masyarakat. Dengan cara ini, teknologi dapat menjadi sarana untuk memperkuat
nilai gotong royong di tengah masyarakat yang semakin terhubung secara digital.
- Kolaborasi
antara Sektor Swasta, Lembaga Pendidikan, dan Masyarakat
Dunia usaha juga memiliki peran yang sangat penting dalam
memperkuat nilai gotong royong. Perusahaan-perusahaan dapat mendukung
pelestarian gotong royong dengan menjalankan program tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) yang fokus pada pemberdayaan masyarakat dan pengentasan
kemiskinan, serta dengan mendorong kerja sama antara masyarakat, lembaga
pendidikan, dan dunia usaha dalam melaksanakan proyek sosial berbasis gotong
royong. Melalui kolaborasi ini, perusahaan dapat memberikan kontribusi yang
lebih luas terhadap pembangunan sosial, yang juga akan berdampak positif pada
citra perusahaan di mata masyarakat.
Di sisi lain, lembaga pendidikan harus membuka ruang bagi
dunia usaha untuk berpartisipasi dalam pendidikan karakter di sekolah-sekolah,
terutama yang berhubungan dengan nilai gotong royong. Dengan mengadakan
program-program pengabdian masyarakat bersama sektor swasta, sekolah dapat
melibatkan siswa dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat dan
dapat meningkatkan rasa kebersamaan serta kepedulian sosial mereka.
- Peran
Aktif Generasi Muda dalam Menghidupkan Gotong Royong
Generasi muda memegang peranan penting dalam menjaga dan
melestarikan nilai gotong royong di era modern. Oleh karena itu, perlu ada
pemberdayaan terhadap generasi muda melalui pendidikan dan pelatihan yang
menekankan pentingnya gotong royong sebagai bagian dari kehidupan sosial
mereka. Generasi muda juga harus dilibatkan dalam kegiatan sosial yang
memperkuat semangat gotong royong, seperti program kemanusiaan, bantuan sosial,
atau proyek sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Mereka juga harus diberikan
kesadaran tentang pentingnya semangat kebersamaan dalam menghadapi berbagai
tantangan yang ada di masyarakat.
Daftar Pustaka
- Abdurrahman,
M. (2015). Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa: Dari Sejarah ke Masa
Depan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Asrori,
M. (2018). Rekonstruksi Gotong Royong dalam Perspektif Pancasila.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 22(4), 45-57.
- Budianta,
I. (2013). Budaya Gotong Royong di Tengah Modernisasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
- Dardji,
A. (2016). Kebudayaan Indonesia dalam Era Globalisasi. Jakarta:
Kencana.
- Fauzi,
S. (2017). Globalisasi dan Pengaruhnya terhadap Budaya Gotong Royong di
Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 3(1), 77-88.
- Fajar,
A. (2020). Gotong Royong dan Kehidupan Sosial: Antara Tradisi dan
Modernitas. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
- Habibie,
B. (2011). Pancasila: Sebuah Panduan dalam Membangun Identitas Bangsa.
Jakarta: PT. Rajawali Press.
- Hidayat,
M. (2019). Pelestarian Nilai Gotong Royong di Masyarakat Urban.
Jurnal Sosial dan Politik, 4(3), 62-71.
- Kurniawan,
A. (2018). Modernitas dan Krisis Gotong Royong di Masyarakat Perkotaan.
Jurnal Studi Masyarakat, 12(2), 23-35.
- Lubis,
A. S. (2015). Pancasila dan Penanaman Nilai Gotong Royong dalam
Kehidupan Sosial. Jakarta: Pustaka Pelajar.
- Mardani,
M. (2014). Globalisasi dan Dampaknya terhadap Tatanan Sosial di
Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial, 2(1), 39-50.
- Nurhasanah,
R. (2017). Peran Gotong Royong dalam Pembangunan Masyarakat Desa.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Sosial.
- Nurdin,
I. (2020). Pancasila sebagai Dasar Negara dalam Menanggulangi Tantangan
Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
- Pranata,
H. (2018). Membangun Kembali Gotong Royong di Era Digital. Jurnal
Teknologi dan Sosial, 9(4), 123-134.
- Sihombing,
R. (2021). Transformasi Budaya Gotong Royong dalam Masyarakat Modern.
Surabaya: Airlangga University Press.
- Sulaiman,
E. (2016). Relevansi Nilai Gotong Royong dengan Pancasila di Era
Globalisasi. Jurnal Pancasila, 5(2), 110-121.
- Suryani,
T. (2019). Budaya Gotong Royong di Tengah Arus Modernisasi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Wibowo,
J. (2014). Gotong Royong dan Kehidupan Sosial dalam Perspektif
Pancasila. Jurnal Kebijakan Sosial, 6(2), 29-40.
- Yuliana,
S. (2020). Pemanfaatan Teknologi untuk Meningkatkan Semangat Gotong
Royong dalam Masyarakat Modern. Jurnal Teknologi Sosial, 8(1), 89-100.
- Zulkifli,
H. (2017). Gotong Royong sebagai Model Sosial dalam Masyarakat
Indonesia. Jakarta: LP3M Press.
No comments:
Post a Comment