Sunday, April 13, 2025

Sistem Pemerintahan di China: Komunis dengan Sentralisasi Kekuasaan

 Sistem Pemerintahan di China: Komunis dengan Sentralisasi Kekuasaan


Eka Tama Dzikrullah (49)









ABSTRAK


Sistem pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) merupakan salah satu sistem politik paling unik di dunia modern, dengan karakter utama berupa dominasi Partai Komunis China (PKC) dan sentralisasi kekuasaan yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam sistem pemerintahan China, terutama dalam konteks ideologi komunisme dan praktik sentralisasi kekuasaan yang diterapkan. Dengan pendekatan studi literatur dan analisis deskriptif, makalah ini menjelaskan bagaimana struktur kekuasaan di China dibangun, bagaimana mekanisme pemerintahan dijalankan, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di negara tersebut. Penelitian ini juga mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari sistem yang dianut oleh China, serta memberikan saran kebijakan untuk perbaikan sistem demi keberlanjutan negara. Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem ini berhasil menciptakan stabilitas politik dan kemajuan ekonomi yang pesat, tetapi di sisi lain membatasi kebebasan politik dan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, diperlukan langkah-langkah menuju keterbukaan yang lebih besar untuk menyeimbangkan stabilitas dan hak-hak sipil.


Kata kunci: Sistem Pemerintahan, Komunisme, China, Sentralisasi Kekuasaan, Partai Komunis


 PERMASALAHAN

Dalam mengkaji sistem pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok, terdapat beberapa permasalahan utama yang menjadi fokus analisis dalam penelitian ini:


1. Bagaimana struktur dan sistem pemerintahan China bekerja dalam kerangka ideologi komunis?

2. Apa dampak dari sentralisasi kekuasaan terhadap kebijakan pemerintahan dan kehidupan masyarakat di China?

3. Apa kelebihan dan kekurangan dari sistem satu partai yang diterapkan oleh China?

4. Bagaimana implikasi sistem pemerintahan ini terhadap hubungan luar negeri dan posisi China dalam politik global?


 PEMBAHASAN

 1. Latar Belakang dan Landasan Ideologis

Republik Rakyat Tiongkok dibentuk pada tahun 1949 setelah kemenangan Partai Komunis dalam perang saudara melawan Partai Nasionalis (Kuomintang). Sejak itu, China menjadi negara satu partai dengan ideologi yang berakar pada Marxisme-Leninisme dan pemikiran Mao Zedong. PKC berfungsi tidak hanya sebagai organisasi politik, tetapi juga sebagai institusi ideologis dan administratif yang memengaruhi semua aspek kehidupan.

Dalam perkembangannya, pemikiran Mao Zedong mengalami transformasi melalui pemikiran Deng Xiaoping yang memperkenalkan "sosialisme dengan karakteristik China". Perubahan ini memungkinkan China membuka diri terhadap ekonomi pasar tanpa melepaskan kontrol politik yang ketat. Pemimpin-pemimpin selanjutnya seperti Jiang Zemin, Hu Jintao, dan Xi Jinping terus memperbarui doktrin partai untuk menyesuaikan dengan kondisi global dan domestik.

 2. Struktur Pemerintahan dan Peran PKC

Secara formal, sistem pemerintahan China terdiri dari beberapa lembaga utama:

- Presiden: Kepala negara, jabatan ini sering kali dijabat oleh Sekretaris Jenderal PKC.

- Perdana Menteri: Kepala pemerintahan yang memimpin Dewan Negara.

- Dewan Negara: Setara dengan kabinet, bertugas melaksanakan kebijakan dan menjalankan pemerintahan sehari-hari.

- Kongres Rakyat Nasional (NPC): Lembaga legislatif tertinggi, berperan menyetujui undang-undang dan kebijakan besar, meskipun cenderung bersifat simbolis karena didominasi oleh anggota PKC.

Namun, dalam praktiknya, struktur formal ini sepenuhnya berada di bawah kendali PKC. Semua pejabat tinggi di lembaga-lembaga negara adalah kader partai. Politbiro dan Komite Tetap Politbiro merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam negara.

 3. Sentralisasi Kekuasaan

Sentralisasi kekuasaan merupakan ciri khas utama pemerintahan China. Di bawah Xi Jinping, sentralisasi ini mencapai puncaknya. Xi memegang tiga jabatan penting sekaligus: Presiden, Sekretaris Jenderal PKC, dan Ketua Komisi Militer Pusat. Tahun 2018, batas masa jabatan Presiden dihapus, yang membuka jalan bagi Xi untuk memerintah tanpa batas waktu.

Konsentrasi kekuasaan ini memperkuat stabilitas internal dan kemampuan negara dalam merespons tantangan besar. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan kekuasaan dan melemahnya mekanisme check and balance.

 4. Dampak terhadap Kehidupan Sosial dan Politik

Dengan kekuasaan yang sangat tersentralisasi, pemerintah China mampu mengimplementasikan kebijakan besar dengan cepat dan efektif. Contohnya adalah proyek-proyek infrastruktur seperti Belt and Road Initiative (BRI) dan transformasi digital nasional.

Namun, di sisi lain, sistem ini membatasi kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dan kebebasan politik. Kontrol ketat terhadap internet, media, dan organisasi masyarakat sipil membatasi ruang gerak rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap pemerintah.

 5. Efisiensi dan Stabilitas vs Demokrasi dan Hak Asasi Manusia

Sistem pemerintahan China sering dipuji karena efisiensinya dalam pembangunan ekonomi dan infrastruktur. Namun, efisiensi tersebut sering kali mengorbankan aspek-aspek demokrasi dan hak asasi manusia. Penindasan terhadap kelompok minoritas seperti Uighur, sensor media, dan penahanan aktivis menjadi sorotan komunitas internasional.

China berargumen bahwa stabilitas dan pembangunan ekonomi adalah prioritas utama dan bahwa model demokrasinya berbeda dengan negara-negara Barat. Ini menciptakan perdebatan global tentang apakah China akan, atau harus, bergerak ke arah liberalisasi politik.

 6. Dampak Global dan Diplomasi Internasional

Sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, sistem pemerintahan China juga memengaruhi politik internasional. China mempromosikan model pemerintahan otoriter yang efisien kepada negara-negara berkembang sebagai alternatif dari demokrasi liberal Barat.

Dalam diplomasi luar negeri, China mengedepankan prinsip non-intervensi dan kedaulatan negara, tetapi pada saat yang sama aktif membangun pengaruhnya melalui kerja sama ekonomi dan proyek-proyek multinasional seperti BRI. Sistem pemerintahannya memungkinkan pengambilan keputusan luar negeri yang cepat dan konsisten.


 KESIMPULAN

Sistem pemerintahan China, yang didasarkan pada ideologi komunis dan dikendalikan secara sentral oleh Partai Komunis China, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi. Struktur kekuasaan yang tersentralisasi memungkinkan pengambilan kebijakan yang cepat dan efektif, terutama dalam proyek-proyek besar nasional dan penanganan krisis.

Namun, sistem ini juga membawa sejumlah tantangan, khususnya terkait pembatasan kebebasan individu, kurangnya partisipasi politik rakyat, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun efisien, sistem ini cenderung menekan aspirasi masyarakat yang tidak sejalan dengan garis partai.

Dalam konteks global, China berhasil memosisikan diri sebagai kekuatan besar dengan sistem pemerintahan yang berbeda dari demokrasi liberal. Ini membuka ruang diskusi tentang keanekaragaman model pemerintahan di dunia modern.


 SARAN

1. Keterbukaan Politik: Pemerintah China sebaiknya mulai membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas bagi masyarakat, termasuk transparansi dalam proses legislasi dan pemilihan.

2. Penguatan Mekanisme Pengawasan: Dibutuhkan institusi yang berfungsi sebagai pengawas independen untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

3. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Perlunya komitmen lebih besar terhadap perlindungan hak-hak dasar warga negara, termasuk kebebasan berpendapat dan berorganisasi.

4. Adaptasi terhadap Perubahan Global: China perlu beradaptasi dengan dinamika global yang menuntut pemerintahan yang lebih inklusif dan responsif terhadap masyarakat internasional.

5. Dialog Global: Perlunya memperluas dialog antara China dan negara lain mengenai sistem pemerintahan dan nilai-nilai universal agar tercipta pemahaman lintas budaya dan sistem.


    DAFTAR PUSTAKA

 Shambaugh, David. China’s Communist Party: Atrophy and Adaptation. University of California     Press,  2008.

 Nathan, Andrew J., dan Bruce Gilley. China's New Rulers: The Secret Files. New York Review Books,   2003.

 Pei, Minxin. China’s Trapped Transition: The Limits of Developmental Autocracy. Harvard University   Press, 2006.

 BBC News. “China’s Xi Allowed to Remain 'President for Life' as Term Limits Removed.” 2018.

 Constitution of the People’s Republic of China (Amended 2018).

No comments:

Post a Comment

Pancasila sebagai Identitas Fundamental Bangsa: Sebuah Kajian Nilai

Pancasila sebagai Identitas Fundamental Bangsa: Sebuah Kajian Nilai Qeisha Zulva D02    Abstrak Pancasila merupakan dasar negara sekaligus i...