Thursday, June 24, 2021

Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Hukum Positif di Indonesia

 


Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Hukum Positif di Indonesia

 

 


Disusun Oleh :

Nama        : Dody James Tua Aritonang

Nim            : 41517010102

Matkul      : KEWARGANEGARAAN

Dosen        : Atep Afia Hidayat, Ir.MP         

 

 

Abstrak

            Artikel ini membahas tentang penegakan hukum mengenai hak asasi manusia di indonesia berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 1999. Adapun penulis memilih judul ini karena hingga saat ini penegakan hukum khususnya terkait dengan hak asasi manusia di Indonesia masih kurang maksimal utamanyadikarenakan sampai saat ini Negara Indonesia masih dalam zona transisi yang masih diwarnai dengan ketidak pastian hukum. Pokok permasalahan dalam artikel ini adalah:bagaimana penerapan hukum pada pelanggaran Hak Asasi Manusia, Lembaga manakah yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia, apakah sarana penyelesaian yang dipakai dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia, serta bagaimanakah prinsip hukum Islam tentang Hak Asasi Manusia. Kesimpulan dari permasalahan yang di bahas adalah Penerapan hukum kepada pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ini berpedoman pada Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, di mana dalam Undang-undang tersebut disebut tentang pengadilan ad hoc yang dipakai untuk mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia di Indonesia. Lembaga yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia adalah pengadilan Ad Hoc Hak Asasi Manusia, yang tidak beda dengan pengadilan biasa, khususnya pengadilan pidana. Sebab pada hakekatnya pengadilan pidana juga mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang bersifat khas adalah bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan dengan kesepakatan internasional. Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di wilayah Indonesia yaitu melalui pengadilan Ad Hoc apabila waktu terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia sebelum UndangUndang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut setelah Undang-undang ini maka diselesaikan melalui pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut sebelum Undangundang ini dapat juga diselesaikan melalui alternatif penyelesaian yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Hak Asasi Manusia menurut prinsip Islam tidak dapat terlepas dari Al Qur’an dan As Sunnah karena dari kedua sumber tersebut menjadi suatu kaidah-kaidah petunjuk dan bimbingan bagi seluruh umat manusia. Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana akan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kata Kunci – Penegakan Hukum, Hak Asasi Manusia, Indonesia


 

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

            Sesungguhnya manusia diciptakan Allah SWT dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang mana sifat Pengasih dan Penyayang dapat menjadi “suri tauladan”. Sifat Ar-Rohman (Maha Pengasih) yaitu bahwa Allah selalu melimpahkan nikmat karunia-Nya kepada para mahluk ciptaan (manusia)-Nya, sedangkan sifat Ar-Rohim (Maha Penyayang) mengartikan bahwa Allah senantiasa bersifat Rahmat yang menyebabkan Allah selalu melimpahkan RahmatNya.Berawal dari itu kita selaku manusia yang diberi akal budi dan hati nurani oleh karenanya agar senantiasa di dunia ini memancarkan sifat Pengasih dan Penyayang baik kepada sesama manusia, sesama mahluk hidup dan alam semesta, sehingga memberikan “Rahmatan Lil Alamin” bagi seluruh alam semesta. Setiap orang yang dapat berpikir secara jujur, harus mengakui bahwa kehadirannya di muka bumi ini bukan atas kehendaknya sendiri, bahwa manusia menciptakan Allah SWT untuk dihormati, bukan untuk dihina.

             Allah memerintahkan para malaikat supaya bersujud menghormati manusia, agar manusia tidak hidup sejajar dengan margasatwa. Kendatipun di muka bumi manusia hidup menanggung berbagai macam penderitaan dan kesukaran, namun jika ia hidup lurus dan damai bersama makhluk sejenisnya, tentu di sisi Allah ia lebih mulia daripada Malaikat di langit. Sejak lebih dari empat belas abad yang lalu manusia telah diinformasikan tentang kedudukannya di muka bumi ini, bahwa Sang Maha Pencipta tidak membenarkan adanya kezhaliman oleh manusia atas sesamanya dan atas segala sesuatu yang ditugasi untuk khalifahnya.

            Hampir setiap negara ada permasalahan dalam usaha untuk menegakkan HAM, tidak terkecuali di Indonesia.Bangsa Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan negara-negara di dunia berkaitan dengan penegakan HAM.Masalah penegakan HAM selalu beriringan dengan masalah penegakan hukum, di mana hal ini menjadi salah satu hal krusial yang paling sering dikeluhkan oleh warga masyarakat pada saat ini. Yaitu lemahnya penegakan hukum.Masyarakat terkesan apatis melihat hampir semua kasus hukum dalam skala besar dan menghebohkan, baik yang berhubungan dengan tindak kriminal, kejahatan ekonomi, apalagi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), belum ada yang diselesaikan dengan tuntas dan memuaskan. Masyarakat berharap, bahwa demi kebenaran, maka hukum harus senantiasa ditegakkan.

            Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 1 ayat (2) bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Jelaslah bahwa negara Indonesia ialah suatu negara yang berdasarkan atas Undang-Undang Dasar yang mengatur segala sendi- sendi kehidupan dengan peraturan- peraturan yang bermula dari kedaulatan rakyat yang didelegasikan kepada negara yang bermuara demi kedaulatan rakyat itu sendiri. Karena walaupun sebenarnya perangkatperangkat yang ada dirasa sudah cukup memadai, tetapi dalam realitanya hukum masih belum menunjukkan keadaan seperti yang diharapkan.

            Lebih dari lima puluh tujuh tahun setelah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia melarang semua bentuk penyiksaan dan kejahatan, tindakan tidak manusiawi atau menurunkan martabat perlakuan atau hukuman, penyiksaan masih saja dianggap umum. Hari ini, pada hari hak asasi manusia, marilah kita berjanji kepada diri kita kepada prinsip- prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, mendedikasikan kembali diri kita dalam menghapus penyiksaan dari muka bumi ini”.

            Melihat kondisi penegakan hukum yang ada, kebanyakan orang menyaksikan betapa banyak kasus-kasus hukum yang belum terselesaikan secara tuntas. Seperti yang sering terdengar, ketika proses pengadilan sedang berlangsung, upaya naik banding berlarut-larut, muncul isu mafia peradilan dan tuduhan suap yang dapat membebaskan terdakwa dari jerat hukum dan sebagainya. Selalu muncul alasan klise dari pengadil, yaitu telah diputus sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, sehingga secara yuridis formal tidak salah. Bahwa perbedaan antara pengadilan dan instansiinstansi lain ialah, bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya sehari-hari selalu secara positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan macam-macam peraturan hukum yang berlaku di suatu negara.

            Deklarasi Hak- Hak Asasi Manusia bagi negara Indonesia telah ada dari jaman dahulu namun baru di ikrarkan pada pedoman dasar negara ini yaitu yang berada di dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945.yang di dalamnya terdapat hak- hak asasi selaku manusia baik manusia selaku mahluk pribadi maupun sebagai mahluk sosial yang di dalam kehidupannya itu semua menjadi sesuatu yang inheren, serta dipertegas dalam Pancasila dari sila pertama hingga sila kelima. Jika dilihat dari terbentuknya deklarasi Hak Asasi Manusia bangsa Indonesia lebih dahulu terbentuk dari pada HakHak Asasi Manusia PBB yang baru terbentuk pada tahun 1948.

            Pernyataan HAM di dalam Pancasila mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti, bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tatanan manapun, terutama negara dan pemerintah khususnya di Negara Indonesia.Dengan demikian, negara dan pemerintah bertanggung untuk menghormati, melindungi, membela dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Ir. Sukarno pernah berkata bahwa filsafat pancasila itu berjiwa kekeluargaan ini disebabkan, karena pertama- tama pancasila ini untuk pertama kalinya disajikan kepada khalayak ramai sebagai dasar filsafat negara republic Indonesia yang kelak akan didirikan. Dan kehidupan manusia yang didasari filsafat pancasila, jadi bangsa Indonesia itu melihatnya sebagai suatu kehidupan kekeluargaan.

            Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.

            Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengaturan mengenai hak asasi manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, Konvensi Perserikatan Bangsabangsa tentang Hak-hak Anak, dan berbagai instrument internasional lain yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Materi UndangUndang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Sedangkan di dalam UndangUndang Dasar 1945 (yang diamandemen), masalah mengenai HAM dicantumkan secara khusus dalam Bab X Pasal 28 A sampai dengan 28 J, yang merupakan hasil Amandemen Kedua Tahun 2000.

            Di mancanegara dan Indonesia khususnya, tercatat banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan atas kemanusiaan, dimana pelakunya bebas berkeliaran dan bahkan tak terjangkau oleh hukum atau dengan kata lain perkataan membiarkan tanpa penghukuman oleh negara terhadap pelakunya impunity.Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia seperti, kejahatan genosida, kejahatan manusia, dan kejahatan perang tidak diadili merupakan fenomena hukum politik yang dapat kita saksikan sejak abad yang lalu hingga hari ini.

            Sebagai bahan ilustrasi, dimana saat kita sedang menunggu tindak lanjut atas rekomendasi tim pencari fakta kerusuhan Mei 1997 yang belum tuntas, tragedi yang dramatis pasca jajak pendapat mengenai penentuan nasib Timor-Timur menyusul, belum lagi peristiwa Tanjung Priok, penyerbuan kantor PDI, penculikan aktivis pro demokrasi, penembakan mahasiswa Universitas Trisakti (Tragedi Semanggi) dan atau peristiwa unik seperti pembunuhan dukun santet dan lain sebagainya.Rangkaian berbagai peristiwa yang mewarnai khasanah pelanggaran Hak Asasi Manusia di tanah air tidak satupun secara hukum terselesaikan. Pengusutan tuntas dengan membawa ke Pengadilan untuk menemukan pelaku utamanya sering kali kandas. Gambaran persoalan di atas menjelaskan bahwa penyebab “impunity” selain faktual juga bersifat normatif, karena alasan itulah barangkali yang dimungkinkan adanya pemberlakuan amnesti umum, atau secara basa-basi mengajukan pelakunya ke pengadilan, tetapi dengan vonis ringan karena dianggap hanya “kesalahan prosedur” bahkan vonis bebas.

            Memproses secara hukum terhadap aparat khususnya TNI yang diduga melakukan pelanggaran hukum dan HAM selama ini memang dapat dikatakan “tabu” untuk dilaksanakan, aparat yang melakukan kesalahan cenderung mendapatkan kekebalan atau “impunity”.Dan bila tidak ada tuntutan yang keras dari masyarakat maka sering terjadi kasus yang melibatkan aparat negara tidak sampai pada proses penyelesaian hukum secara tuntas. Dan jika ada tuntutan dari masyarakat pun, dapat diperkirakan hasilnya pun cenderung kurang memenuhi asas keadilan masyarakat. Berdasarkan masalah tersebut diatas penulis tertarik menulis penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah

            Penelitian ini ingin mencari jawaban atas pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimana penerapan hukum pada pelanggaran Hak Asasi Manusia? 2) Lembaga manakah yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia?

3) Apakah sarana penyelesaian yang dipakai dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia? 4) Bagaimanakah prinsip hukum Islam tentang Hak Asasi Manusia?

 

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari dilakukannya penulisan penelitian ini adalah:

 1) Untuk mengetahui penerapan hukum pada pelanggaran Hak Asasi Manusia.

2) Untuk mengetahui lembaga manakah yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia.

 3) Untuk mengetahui sarana penyelesaian apakah yang dipakai dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.

4) Untuk mengetahui prinsip hukum Islam tentang Hak Asasi Manusia.

1.4 Kegunaan Penulisan

            Adapun kegunaan penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan hukum secara akademis di samping itu diharapkan dapat memberikan masukanmasukan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah-masalah Hak Asasi Manusia. Selain itu penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya mengenai Hukum Acara Pidana dan Hak Asasi Manusia.

 2. Dapat lebih memahami dan mendalami pengertian Hak Asasi Manusia dengan segala aspeknya.

1.5 Metode Penelitian

             Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana akan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan bentuk penelitian kepustakaan (library research).

Penulis menggunakan data sekunder sebagai pendekatan penelitian normatif yang mencari dan menggunakan bahan kepustakaan seperti tulisantulisan karya ilmiah maupun jurnal-jurnal Ilmiah, buku-buku tentang hak asasi manusia sebagai referensi dan juga mempelajari perundangundangan berkenaan dengan hak asasi manusia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II. KERANGKA TEORI

2.1 Kerangka Teoritis

            Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis mengemukakan teori dari pakar yang berhubungan dengan penegakan hukum mengenai Hak Asasi Manusia, yaitu :

a. Prof. Dr. Soerjono Soekanto

 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya kaedah hukum dalam masyarakat (penegakan hukum dalam masyarakat), yaitu :

1) Kaedah hukum atau peraturan itu sendiri (Peraturan perundang-undangan);

2) Petugas atau penegak hukum;

3) Fasilitas;

 4) Masyarakat.

b. Drs. C. S. T. Kansil, SH :

            Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak mutlak (absolute) yaitu hak yang memberikan wewenang kepada seseorang atau individu untuk melakukan sesuatu perbuatan, hak mana dapat dipertahankan siapapun juga.Dan sebaliknya setiap orang harus menghormati hak tersebut.Dengan demikian Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat (inheren) pada individu yang bersifat mutlak.

2.2 Kerangka Konseptual

            Untuk memberikan landasan peraturan dalam penulisan karya ilmiah ini, perlu penulis mengemukakan mengenai beberapa perundangundangan dan peraturan-peraturan sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar 1945 (Yang Diamandemen)

1) Pasal 28 A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. 2) Pasal 28 D Ayat 1 : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

 3) Pasal 28 G ayat 1 dan 2 :

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

 (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain.

4) Pasal 28 I Ayat 1, 2 dan 5 :

 (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.

(3) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan.

5) Pasal 28 J Ayat 1 : Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999.7 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

 

 

c. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Pasal 1 (1) :

 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

III. HASIL PEMBAHASAN

 

3.1 Penerapan Hukum Pada Pelanggaran Hak Asasi Manusia

            Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada sejak di sahkannya Pancasila sebagai dasar pedoman negara Indonesia, meskipun secara tersirat.Baik yang menyangkut mengenai hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan manusia dengan manusia. Hal ini terkandung dalam nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila.Dalam Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hah Asasi Manusia, pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. Materi UndangUndang ini tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

            Sedangkan di dalam Undang- Undang Dasar 1945 (yang telah diamandemen), masalah mengenai Hak Asasi Manusia dicantumkan secara khusus dalam bab XA pasal 28A sampai dengan 28J yang merupakan hasil amandemen kedua tahun 2000.9 Pemerintah dalam hal untuk melaksanakan amanah yang telah diamanatkan melalui TAP MPR tersebut di atas, di bentuklah Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada tanggal 23 September 1999 telah disahkan UndangUndang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur beberapa hal penting yang menyangkut Pengadilan Hak Asasi Manusia.

            Pertama, definisi pelanggaran Hak Asasi Manusia dideskripsikan sebagai setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang- Undang ini, dan tidak mendapatkan atau di khawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (pasal 1 ayat 6).

            Kedua, hak untuk hidup, hak untuk tidak dipaksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat di kecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.

            Ketiga, dalam Pasal 7 dinyatakan, bahwa setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang di jamin oleh hukum Indonesia oleh negara Republik Indonesia menyangkut Hak Asasi Manusia menjadi hukum nasional.

            Keempat, di dalam Pasal 104 diatur tentang pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai berikut : Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk pengadilan dalam ayat (1) di bentuk dengan Undang- Undang dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sebelum terbentuk pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai mana dimaksudkan dalam ayat (2) di adili oleh pengadilan yang berwenang.

            Selanjutnya Pasal 104 ayat (1) Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa yang berwenang mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tanggal 8 Oktober 1999 ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1tahun 1999 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia yang bertugas menyelesaikan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Namun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1999 tentang pengadilan hak asasi manusia yang dinilai tidak memadai, sehingga tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi Undang-Undang dan oleh karena itu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut di cabut.

            Pada tanggal 23 November 2000 di tetapkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai pengganti Perpu No. 1 Tahun 1999. Pengadilan Hak Asasi Manusia bertugas menyelesaikan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dalam hal ini adalah kejahatan genosida yaitu penghancuran atau pemusnahan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan melakukan perbuatan membunuh anggota kelompok. Mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.Menciptakan kondisi kehidupan yang bertujuan mengakibatkan kelompok tersebut musnah.Memaksakan tindakantindakan yang bertujuan mengenai kelahiran dalam kelompok tersebut. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

            Kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu perbuatan yang dilaksanakan sebagai bagian dari serangan yang meluas ataupun sistematik yang diketahuinya bahwa akibat serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa pembunuhan, pemusnahan, pembudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik secara sewenang-wenang, penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, sterilisasi paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin maupun alasan lain yang telah diakui secara Universal sebagai hal yang dilarang oleh hukum internasional, penghilangan orang secara paksa kejahatan apartheid.

            Dari berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang terjadi tersebut telah mendorong munculnya suatu usulan untuk membantu pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc untuk kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat di Aceh.Permintaan Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan usulan kepada Presiden Republik Indonesia untuk membentuk pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc telah disampaikan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

            “Ketika pelanggaran atau kejahatan hak asasi manusia amat luas, pengabaian memang seharusnya bukan merupakan pilihan, sekalipun upaya menyelesaikan masa lalu tidaklah sederhana. Dalam sebuah dunia yang sejak perang dunia ke-II disibukkan dengan penyebaran isu demokratisasi dan penghormatan terhadap martabat manusia, di lama antara proses penegakan keadilan dan kepentingan politik antara masa transisi, melahirkan apa yang oleh Tina Rosenberg disebut sebagai dimana besar moral, politik dan filosofis abad ini”.

            Sungguhpun Begitu, prospek penegakan Hak Asasi Manusia kedepan tentu akan lebih baik dan cerah, mengingat pada satu sisi proses institusional Hak Asasi Manusia, antara lain melalui pembaruan serta pembentukan hukum terus menunjukkan kemajuan yang berarti, maupun pada sisi lain terbangunnya ruang publik yang lebih terbuka bagi perjuangan Hak Asasi Manusia dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini.

3.2 Lembaga Yang Dapat Mengadili Hak Asasi Manusia

            Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Segala sesuatu yang berkenaan dengan pelaksanaan sendi-sendi kehidupan bernegara di negara ini harus tidak bertentangan dengan nilai-nilai, norma-norma dan kaidah-kaidah yang ada dalam kegiatan-kegiatan bernegara, Indonesia yang menyatakan dalam pedoman dasar konstitusi bahwa Indonesia adalah negara hukum, berarti tiada kebijakan ataupun wewenang dan amanah tanpa berdasarkan hukum.

            Lembaga pengadilan yang ada di negara Indonesia merupakan bagian dari fungsi yudikatif yang telah diamanahkan oleh konstitusi. Keberadaan pengadilan yaitu sebagai wadah untuk menegakkan hukum yang ada di negara ini. Lembaga pengadilan adalah suatu lembaga yang mempunyai peran untuk mengadili dan menegakkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di wilayah negara hukum nasional dan fungsi dari pada lembaga pengadilan sebagai wilayah guna mendapatkan simpul keadilan yang tiada sewenang-wenang.Dalam lingkungan pradilan di Indonesia, mengenai masalah-masalah Hak Asasi Manusia dewasa ini, sedang bagitu semarak di wacanakan bukan hanya saja dalam wahana seminar, diskusi, semiloka bahkan di dalam praktisi pengembala hukum itu sedang menjadi topik yang sering dibicarakan dan diperdebatkan. Hak Asasi Manusia sekarang di dunia telah menjadi suatu isu global meskipun perkembangan Hak Asasi Manusia telah lama.

            Indonesia seperti negara lain yang memiliki kepekaan dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan nilai-nilai kemanusiaan yang ada di dalam pancasila tentu tidak dapat diam dengan seribu bahasa berkenaan dengan pelaksanaan Hak Asasi Manusia di wilayah Indonesia. Indonesia sebagai negara yang memiliki kultur nilai-nilai yang begitu menghormati dan menghargai arti dasar manusia yang telah di buktikan oleh historis Indonesia yang panjang, bahwa Indonesia suatu wilayah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan ke khasan yang beraneka ragam budayanya tetapi dengan sesuai nilai-nilai budaya nusantara telah melaksanakan dalam kehidupan sehari-harinya dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara dengan bermartabat tanpa harus menghilangkan nilai-nilai budaya nusantara yang telah menempatkan posisi manusia di dalam bingkai yang harmonis dan kesetaraan yang sesuai dengan masyarakat Indonesia.

            Negara Indonesia, pengadilan mengenai masalahberkaitan dengan pelanggaran, pelecehan, dan kejahatan Hak Asasi Manusia telah ada dan di atur namun hukum yang mengatur tentang pelanggaran ataupun kejahatan Hak Asasi Manusia masih bersifat umum yaitu terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya peraturan hukum yang mengatur tentang itu belum mampu mengakomodir segala permasalahan-permasalahan Hak Asasi Manusia yang kian hari kian berkembang dengan seiring era globalisasi dan peradaban manusia di dunia ini.Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen perihal tentang pengadilan yaitu termasuk dalam kekuasaan kehakiman yang mana kekuasaan itu merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, harus ada jaminan Undang-undang tentang kedudukan para hakim.

            Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang membahas tentang pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia terdapat dalam pasal 104 yang berbunyi: 1. Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan pengadilan umum. 2. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Undang-undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun. 3. Sebelum terbentuk pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di adili oleh pengadilan yang berwenang.

            Pasal 104 bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan (arbitrary / extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic descrimination), berkenaan dengan pengadilan yang berwenang yaitu meliputi empat lingkungan pengadilan sesuai dengan UU No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman diubah UU No. 35 Tahun 1999.

            Lembaga yang dapat mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ada empat lingkungan peradilan sesuai dengan Undang-Undang yaitu :

 1) Pengadilan Umum.

2) Pengadilan Militer.

3) Pengadilan Agama.

4) Pengadilan Niaga

            Dalam wilayah empat pengadilan tersebut para pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat di adili sesuai dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukannya di dalam wilayah hukum Indonesia, tentu berdasarkan peraturan hukum diatas para pelaku pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia di negara Indonesia dapat di jatuhkan hukuman dengan tampa pandang bulu dan pilih kasih karena di mata hukum bagi pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah pelanggaran hukum yang serius dan harus segera di hukum, supaya manusia tidak mudah melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum khususnya pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia, memberikan terapi “traumatic psicology” bagi manusia lain.

            Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia sekarang telah memasuki babak baru dengan telah diselesaikannya Amanat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan pemerintah sebagai penyelenggara negara dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai badan legislatif guna membuat suatu perundangundangan yang berkaitan dengan pengadilan terhadap para pelaku pelanggaran kejahatan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Pengadilan Hak Asasi Manusia diatur dalam Undang- Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia. Keberadaannya secara hukum “menjawab” bahwa Indonesia mau dan mampu dengan sungguh- sungguh mengadili pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, seperti yang diamanatkan Deklarasi Hak Asasi Manuasia dan berbagai intrumen internasional serta Pradilan Pidana Internasional. Ada keistimewaan Penagadilan Hak Asasi Manusia Indonesia yang menganut asas “retroaktif”,yaitu mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat , yang dilakukan sebelum Undang-Undang nomor 26. tahun 2000, hal ini dimungkinkan dengan usul Dewan Perwakilan Rakyat dan keputusan Presiden. Pengadilan Hak Asasi Manusia yang retroaktif ini dinamakan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc.

            Pengadilan di Indonesia, mulianya pengadilan yang menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia belumlah banyak seperti kasus perceraian oleh pengadilan agama, kasus kriminal oleh pengadilan umum, kasus persengketaan niaga oleh pengadilan niaga tidak menjadikan di masa depan pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia surut dalam perkembangan ke depannya,

            Pancasila sebagai falsafah bangsa dan Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sudah mengandung nilai-nilai perlindungan Hak Asasi Manusia. Mengenai perjuangan perlindungan Hak Asasi Manusia dalam dunia peradilan mulai terwujud dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), kemudian disusul dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai perwujudan pasal 104 UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Kegiatan kepemerintahan ini merupakan perkembangan hukum yang mencerminkan wawasan perikemanusiaan yang berakar dalam budaya bangsa yang hakikatnya merupakan ekpresi penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang terkandung dalam pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.

            Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia mulai digelar untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Maret 2002 yang mengadili perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di Timor-Timur pasca jejak pendapat, yang akan disusul dengan kasus terhadap pelanggaran berat Hak Asasi Manusia lain di tanah air. Terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang dilakukan sebelum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dilakukan oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) permanen.

            Penerapan peradilan Hak Asasi Manusia (HAM) bersifat ad hoc sesuatu yang baru dalam peradilan di Indonesia, yang tidak saja mendapat perhatian di tanah air bahkan sampai manca negara.Demi kredibilitas dan jati diri yang berwibawa dan adil dari peradilan Hak Asasi Manusia Indonesia. Banyak pakar dan ilmuwan yang mendalami intrumen Hak Asasi Manusia Internasional, termasuk implementasinya dalam dunia peradilan Hak Asasi Manusia ad hoc di Indonesia yang sangat berharga.

            Menurut Indriyanto Seno Adji :45Secara ketat sistem hukum pidana Indonesia yang konkordansi dengan Belanda memberikan “legality principle” sebagai salah satu pilar utama bagi setiap negara yang mengakui dan menghargai suatu “supremacy of law”, juga mengingatkan beberapa hal dalam penerapan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dalam peradilan Hak Asasi Manusia, yaitu bagi hakim peradilan HAM ad hoc adalah harapan agan hakim ad hoc diberi kebebasan untuk menentukan suatu “dissenting apinion” sebagai cermin akuntabilitas terhadap publik tentunya dengan tidak mengadakan penyimpangan distrem dari KUHAP, sikap objektif harus tercermin dari hakim ad hoc yang jauh dari kontaminasi politik.

(1) Peranan Komnas HAM

Komisi nasional Hak Asasi Manusia adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi Hak Asasi Manusia.Peran komisi nasional Hak Asasi Manusia sebagai mana yang diamanahkan dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Bab VII pasal 75 sampai pasal 103.

Pasal 75 menyatakan : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bertujuan :

a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan pancasila Undang- Undang Dasar 1945 dan piagam perserikatan bangsa-bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan

 b. Meningkatkan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

            Bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mempunyai tujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi terciptanya penegakan Hak Asasi Manusia di Indoneisa tidak terlepas dari pancasila, UndangUndang Dasar 1945, piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Kemudian daripada itu juga meningkatkan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia agar secara pribadi manusia berkembang seutuhnya. Pasal 76 :

1) Untuk mencapai tujuannya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang Hak Asasi Manusia.

 2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia beranggotakan tokoh masyarakat yang propesional berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia.

3) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.

 4) Perwakilan komisi nasional Hak Asasi Manusia dapat didirikan di daerah.

            Menurut pasal 76 guna mencapai arah tujuannya komnas HAM harus melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, mediasi mengenai Hak Asasi Manusia dalam melaksanakan fungsi tersebut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia harus terdiri dari tokoh masyarakat yang berdedikasi dan integritas tinggi serta menghayati cita-cita negara ini yang berdasarkan keadilan serta menghormati nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berada di ibukota negara dapat juga di dirikan di daerah sebagai perwakilan komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

            Untuk melaksanakan keempat fungsi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia haruslah sesuai dengan amanah undang-undang fungsi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia haruslah pengkajian atau penelitian (Research and Study), bertugas dan berwenang melakukan:

a. Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasioanl Hak Asasi Manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau relatifikasi;

 b. Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia;

c. Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;

d. Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai Hak Asasi Manusia;

 e. Pembatasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan Hak Asasi Manusia;

 f. Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang Hak Asasi Manusia.

(2)Kendala Dalam Menyelesaikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

             Pelanggaran Hak Asai Manusia yang terjadi di Indonesia terutama di daerah- daerah telah sangat menyesakkan sanubari bangsa indonesia selaku bangsa yang menjunjung tinggi nilai dan harkat serta martabat seorang manusia di muka bumi ibu pertiwi. Peristiwa- peristiwa dari waktu ke waktu masih saja terus berlangsung walau instens terjadinya mengalami suatu saat pasang surut adakalanya kejadian pelanggaran Hak Asasi Manusia rendah dan di lain waktu meningkat. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi bangsa Indonesia yang berbudi luhur berdasar kan nilai- nilai yang terkandung pada Pancasila yang di jabarkan dengan 5 butir kalimah syahdu.

            Negara Indonesia dalam hal ini pemerintah yang memempunyai amanah dari rakyat, yang mana amanah itu untuk meninggikan kesehjahteraan dan kedamaian antar sesama masyarakat sudah seyoyanya berikhtiar untuk mencari cara penyelesaikan yang mengedepankan sisi- sisi kemanusiaan yang beradab dan berkepribadian luhur. Memang dalam rangka untuk mengurangi sampai menghapuskan bentuk-bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia bukan suatu pekerjaan yang mudah dan asal-asalan melainkan dibutuhan suatu kinerja dari segala elemen bangsa Indonesia untuk menciptakan suasana yang kondunsif bagi penegakan Hak Asasi Manusia tentu dengan penyelasaian yang demokratis, komprehensif dan menyentuh hati nurani masyarakat itu sendiri.

            Permasalahan di wilayah NKRI yang berkenaan dengan kasus- kasus kekerasan yang mengakibatkan bermuara pelanggaran Hak Asasi Manusia harus dapat menguraikan variabelvariabel mengapa terjadi pelanggaran tersebut, dalam hal untuk mencari akar permasalahan tentu harus di identifikasi terlebih dahulu dengan menelusuri data- data yang ada di dalam masyarakat, sebab di sana sesungguhnya endapan dilema- dilema yang harus di aktualisasi guna terselesaikan.

            Permasalahhan pelanggaran Hak Asasi Manusia di wilayah Indonesia memang sudah menjadi topik aktual yang selalu di bicarakan untuk dicarikan upaya- upaya penyelesaiannya namun hingga saat ini, dari masa reformasi hingga masa pasca tsunami masih saja dan belum terselesaikan, ini haruslah dicermati dan di pahami dengan seksama oleh semua pihak. Dari zaman Kepresidenan BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang pada masa pemerintahan Joko Widodo memimpim bukan tidak pernah di selesaikan melalui kebijakan kebijakan pusat yang mencoba untuk untuk mengakomodir semua kepentingan dan hasrat masyarakat lokal, masih saja belum cukup dalam rangka untuk menyelesaikan masalah-masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.

            Ada beberapa hal yang harus dicermati oleh pemerintah dalam hal ini sebagai pembuat kebijakan eksekutif dan sebagai aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat harus menerapkan asas “good geverment”, masyarakat sebagai “public actor” di lapangan, aparat keamanan sebagai petugas keamanan di wilayah dan lapisan masyarakat lainnya yang dapat menjadi faktor kendala- kendala terhadap penegakan Hak Asasi Manusia disana yang disebabkan oleh diantaranya:

 

 

1. pemeritah selaku “policy obligation”;

2. TNI POLRI sebagai petugas keamanan;

3. masyarakat selaku “civil actor”;

4. kelompok dalam masyarakat;

            Pemerintah adalah salah satu penyebab dapat terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh kerena itu memunculkan kendala- kendala yang mengakibatkan tidak dapat terselesaikannya permasalahan di Indonesia seperti dalam hal pengambilan kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak mengenai dan menyentuh dasar permasalah “basic problem” yang ada di wilayah daerah rawan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia.

            Dalam rangka penegakan hukumnya pemerintah hanya sekedar menyelesaikan masalah pada lapisan kulitnya saja “liptsic spare” seperti sidang pengadilan Hak Asasi Manusia yang terkesan sandiwara politik, diadili prajurit yang berpangkat rendah sebagai pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dalam hal untuk mengusut pelanggaran Hak Asasi Manusia bagi para “actor eksekutif” terkesan bertele- tele dan lamban sehingga memunculkan “stereothipe” masyarakat terhadap proses penegakan hukum ”law suprimacy” tidak fair ataupun setengah hati “a half heart”. Pemerintah juga terkesan dalam melakukan diplomasi perdamaian “diplomacy of peace” terkesan tidak serius yaitu menggunakan jalur diplomasi pada tataran eksekutif tetapi ditataran akar rumput “grass root” yang menggunakan langkah- langkah militer.

            Sehingga berakibat pada pelayanan aparatur daerah seperti pegawai pemerintah daerah dari kabupaten hingga ke desa banyak yang pergi maupun pindah. Sehingga berimbas pada pelayan dan pengabdian aparatur negara tidak memadai dan maksimal di wilayah-wilayah pelanggaran HAM karena rentan terhadap tindak kekerasan yang di lakukan oleh pihak- pihak yang bertikai di sana. Semua itu adalah hal- hal yang krusial yang harus coba dicermati dan di selesaikan dalam hal untuk menyelesaikan dan melenyapkan pelanggaran Hak Asasi Manusia di NKRI dan untuk pihak- pihak yang bersitegang harus lebih arif dan bijaksana dalam menangani semua permasalahan yang ada di lapisan “akar rumput” supaya dapat mengurangi pelanggaran Hak Asasi Manusia.

3.3 Upaya- Upaya Penyelesaian Dalam Kasus Hak Asasi Manusia di Indonesia

             Sarana penyelesaian yang digunakan dalam penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia di Indonesia tentunya dengan mengedepankan normanorma kaidah hukum yang berlaku dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan hukum. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu perdamaian kedua belah pihak, penyelesaian perkara melalui cara konsultasi negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Penyelesaian perkara terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia di wilayah Indonesia tentunya harus mempertimbangkan kaidah-kaidah yang ada di dalam masyarakat Indonesia.

            Maka dari itu seyogyanya pelaksanaan segala kebijakan republik terhadap masyarakat yang terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM tentunya berkiblat kepada nilai-nilai budaya, sosial, agama dan ekonomi masyarakat itu sendiri. Dalam rangka untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang yang timbul dengan damai dan bermartabat diperlukan suatu cara yang terus menerus dan tuntas hingga ke akar segala permasalahan di propinsi itu. Mulai dari segi ekonomi hingga pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri bukan muncul karena tidak bersebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran di karenakan terjadinya benturan-benturan kepentingan antara daerah dengan pusat, ketidak adilan yang telah lama dirasakan oleh masyarakat di sana karena dianggap sebagai sapi perahan kebijakan pusat yang tampa peduli untuk membangun daerah yang telah memberikan pendapatan bagi anggaran pendapat belanja negara.

            Terlepas dari siapa yang mulai membuat situasi yang dishormanisasi dalam masyarakat yang terjadi pelanggaran HAM, haruslah disadari sarana penyelesaian dengan kekerasan atau senjata sudah tidak efektif dalam menyelesaikan segala permasalahan. Sarana penyelesaian yang dapat di terima oleh semua pihak lapisan masyarakat tentunya penyelesaian yang mengedepankan nilainilai manusia tentu dengan menggunakan cara-cara yang lebih manusia yaitu dengan cara mediasi dialog damai antara kelompok-kelompok yang bertikai. Karena sarana penyelesaian dengan damai lebih menguntungkan segala pihak-pihak yang bertikai dan dapat mengurangi dampak kerugian akibat terjadinya peperangan.Sarana penyelesaian melalui perundingan, dialog lebih arif dan bijaksana dari paa penyelesaian masalah dengan senjata. Manusia dimanapun ketika dihargai dan dihormati nilai-nilai dasar sebagai manusia, tidak akan merendahkan Hak Asasi Manusia lainnya namun sebaliknya, itulah mengapa para pengamat para tokoh-tokoh negarawan lebih mengedepan penyelesaian permasalahan pelanggaran Hak Asasi Manusia dengan cara damai dan lebih bermartabat.

            Penegakan terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia tidak dapat di tegakkan selama pola pemikirannya hanya bersandar pada nilai-nilai Hak Asasi Manusia suatu negara. Sebab penegakan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam setiap wilayah negara akan berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kultur budaya, sosial dan religius suatu bangsa, jika Indonesia ingin penegakan Hak Asasi Manusia berdiri di negara ini serta harus sesuai dengan nilai kaidah yang ada di dalam jiwa bangsa Indonesia, selama itu belum dipahami nilai penegakan Hak Asasi Manusia hanya sebagai plaform belaka.

            Dalam penyelesaian perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia berat maka sarana penyelesaiannya di dalam pengadilan Hak Asasi Manusia. Jika tidak terbukti terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat maka perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia dilakukan di pengadilan umum dimana terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia itu terjadi.Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia. Sarana penyelesaian terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah sebagai berikut :

            Pasal 4 : Pengadilan Hak Asasi Manusia bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Yang dimaksud dengan memeriksa dan memutuskan dalam ketentuan ini adalah termasuk penyelesaian perkara yang menyangkut konpensasi, restitusi, dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pelanggaran Hak Asasi Manusia berat terdiri dari kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan sesuai dengan “Roma Stalute of the International Criminal Count” kejahatan genosida adalah setiap pembuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, etnis, kelompok Agama dengan cara :

a. Pembunuhan anggota kelompok.

b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.

c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh atau sebagiannya.

d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.

e. Memindahkan secara paksa anak-anak dan kelompok tertentu kelompok yang lain.

 

 

 

            Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

a) Pembunuhan.

b) Pemusnahan.

 c) Perbudakan.

d) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.

 e) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang dan yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum internasional.

 f) Penyiksaan.

g) Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.

 h) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang di dasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lainnya yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.

i) Penghilangan orang secara paksa.

j) Kejahatan apartheid.

Pasal 43

1) Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum di undangkannya undangundang ini, diperiksa dan diputuskan pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc.

 2) Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan Presiden.

 3) Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada dilingkungan peradilan umum.

            Dapat dijabarkan bagi pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum adanya Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia dapat diperiksa dan diputuskan dalam pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc. Dalam hal Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengusulkan di bentuk pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc, Dewan Perwakilan Rakyat mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dibatasi pada locus dan tempos delicti tertentu yang terjadi sebelum di undangkannya Undangundang ini. Serta pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc ini berada di lingkungan peradilan umum.

 Pasal 45

1. Untuk pertama kali pada saat Undang-undang ini mulai berlaku pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai mana dimaksud dalam pasal 4 dibentuk di Jakarta Pusat, Surabaya, Medan dan Makasar.

2. Daerah hukum pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada pada pengadilan negeri di:

a. Jakarta Pusat yang meliputi wilayah daerah khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Banten, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

 b. Surabaya yang meliputi Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.

 c. Makassar yang meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya.

d. Medan yang meliputi Propinsi Sematra Utara, Daerah Istimewa Aceh, Riau, Jambi, dan Sumatra Barat.

Pasal 47

1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya Undangundang ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

2. Komisi kebenaran dan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Undang-undang.


 

IV. PENUTUP

 A. Kesimpulan

 1. Penerapan hukum kepada pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ini berpedoman pada Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, di mana dalam Undang-undang tersebut disebut tentang pengadilan ad hoc yang dipakai untuk mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia di Indonesia.

2. Lembaga yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia adalah pengadilan Ad Hoc Hak Asasi Manusia, yang tidak beda dengan pengadilan biasa, khususnya pengadilan pidana. Sebab pada hakekatnya pengadilan pidana juga mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang bersifat khas adalah bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan dengan kesepakatan internasional.

3. Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di wilayah Indonesia yaitu melalui pengadilan Ad Hoc apabila waktu terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia sebelum Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut setelah Undangundang ini maka diselesaikan melalui pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut sebelum Undang-undang ini dapat juga diselesaikan melalui alternatif penyelesaian yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang ditetapkan oleh UndangUndang.

4. Hak Asasi Manusia menurut prinsip Islam tidak dapat terlepas dari Al Qur’an dan As Sunnah karena dari kedua sumber tersebut menjadi suatu kaidah-kaidah petunjuk dan bimbingan bagi seluruh umat manusia.

B. Saran

 1. Meskipun masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia selalu saja mengundang suatu perdebatan, tetapi lepas dari kontroversi yang akan muncul dikemudian hari, proses terhadap peradilan Hak Asasi Manusia harus tetap berjalan dengan objektif dan fair. Hal ini tentunya dengan terjadinya apabila didukung oleh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam hal ini pemerintah perlu untuk berbuat suatu instrumen perundang-undangan yang dapat berlaku surut (rekroaktif) dalam UndangUndang pengadilan Hak Asasi Manusia.

 2. Pada era reformasi sekarang ini, pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti apapun bentuknya, harus dapat diproses melalui peradilan, maka perlu juga di buat sarana yang akan mendukung masalah penegakan Hak Asasi Manusia. Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah dengan pembentukan komnas HAM.

3. Berkaitan dengan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di NKRI, apabila proses upaya penyelesaian melalui pengadilan dapat berjalan dengan fair, maka akan menjadi tonggak sejarah perjuangan yang akan Hak Asasi Manusia bagi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kualitas para aparat penegak hukum yang memahami nilai-nilai yang berkenaan dengan Hak Asasi Manusia.

 4. Hak Asasi Manusia dalam islam merupakan anugerah dari Allah SWT, yang melekat dengan fitnah kemanusiaannya, oleh sebab itu manusia harus senantiasa konsisten terhadap syariat agama atau aturan pedoman sebagai falsafah hidupnya, yaitu Al Qur’an dan Hadist

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 [1] Abu Haidan, Abdullah AlHabsyi, M. Ali dan, HakHak Sipil Dalam Islam: Tinjauan Kritis Tekstual dan Kontekstual atas Tradisi Ahlul Baits, Jakarta : Al Huda 2004.

[2] Anam,Koffi, Buletin Wacana Hak Asasi Manusia, Pesan Sekretaris Jenderal PBB Memperingati Hari HAM ke- 57, Edisi 20 tahun III/ Desember 2005.

[3] CST, Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Data Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1986.

[4] Dirjdjosisworo, Seodjono, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Bandung: Citra Aditya Bakti,2002

[5] Hamzah, Dr. Andi S. H., Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

[6] Sumantri M, Prof. Dr. Sri. S. H., Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni, 1992.

 [7] Maududi, Abul A’la, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985.

[8] Nusantara,Abdul Hakim G. Sebuah Upaya Memutus Impunitas: Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM. Vol 2. no. 2 Nopember 2004,

[9] Soekanto, Soerjono, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 1987

[10] Supelli, Karlina Leksono dan, Tak ada Jalan Pendek Menuju Rekonsiliasi, Jurnal Demokrasi dan HAM, Jakarta: ID H-THC, 2001

[11] Usman el al K.H.M. Ali, Hadist Qudsi Pola Pembinaan Ahlaq Muslim, Bandung: Diponegoro 1996.

[12] Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Amandemen Keempat Tahun 2002, Cetakan IX, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

[13] Indonesia, Undang-Undang HAM, Cetakan X, Jakarta : Sinar Grafika, 2010

[14] Indonesia Undang-Undang No. 26 Tahun 2000, Tentang Pengadilan HAM, (L.N. Tahun 2000 No. 208).

[15] Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya, Jakarta: Penabur Ilmu, 2003

 [16] Adji,Dr. Andriganto Seno,Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc yang Objektif, Kompas, 2-2- 2002.

 [17] Wahid,Abdurrahman, kongko-kongko bersama Gus Dur, melihat arah kemana HAM Indonesia, Wawancara, radio 68 H , Utan Kayu, sabtu, jam 10.00-11.00, 2006.

 [18] Tim Pengkajian FH di bawah Koordinasi Lembaga Penelitian UID, Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia, Ditinjau dari Segi Pancasila dan UUD 1945 Atas Dasar Keimanan dan Ketaqwaan. 2007.

 

Mind Map Ham

Description: BAB 5 Hak Asasi Manusia | E-Learning PPKn

No comments:

Post a Comment

GOTONG ROYONG DALAM PERSPETIF SILA KETIGA PANCASILA: MEMBANGUN KEBERSAMAAN BANGSA

Abstrak Gotong royong adalah salah satu nilai luhur bangsa Indonesia yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan identitas nasional....