Thursday, June 24, 2021

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KEHIDUPAN BERWARGANEGARA

 

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KEHIDUPAN BERWARGANEGARA

 

Penulis : Nayla Aura Rayani

(naylarayani20@gmail.com)


 

ABSTRAK

Artikel ini membahas tentang perlindungan hak asasi manusia terhadap kehidupan berwarganegara di Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 1999. HAM menurut undang-undang. Secara yuridis, menurut Pasal 1 butir UU nomor 39 tahun 1999, pengertian HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Negara Indonesia wajib memberi perlidungan Hak Asasi Manusia kepada setiap masyarakatnya, hal itu merupakan konsekuensi dari negara hukum.

Namun masih terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh pemerintah Indonesia. Kekurangan tersebut banyaknya terdapat pada proses implementasinya. banyak peraturan-peraturan yang tidak dimplementasikan secara tepat oleh aparat penegak hukum. Selain itu lembaga-lembaga yang telah dibuat demi melindungi Hak Asasi Manusia seseorang difungsikan secara benar. Agar lembaga-lembaga tersebut tidak dibuat percuma dan tidak hanya sebagai pelengkap sistem ketatanegaraan semata. Tetapi berfungsi demi kepentingan rakyat Indonesia.

 

Kata Kunci     : HAM, Perlindungan HAM, Kehidupan Berwarganegara

 

PENDAHULUAN

Setiap orang memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memiliki hak hidup masing-masng. Hak ini berdasarkan oleh indikasi dari Hak Asasi Manusia.

Pengertian HAM, singkatan dari Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar atau hak pokok yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan bawaan sejak lahir sehingga orang lain tak memiliki hak untuk melanggarnya. HAM ini bersifat universal. Di mana hak asasi manusia ini berlaku bagi semua orang dengan berbagai ras, suku, etnik, agama dan kedudukan.

Perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu ciri dari negara hukum. Negara Indonesia merupakan negara yang berlandaskan atas hukum sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hak Asasi manusia adalah hak dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.

 

PERMASALAHAN

Indonesia wajib melaksanakan perlindungan HAM untuk kehidupan berwarganegara karena Indonesia telah melakukan perjanjian-perjanjian Internasional dalam masalah penegakan HAM. Terbukti masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran HAM berat maupun ringan yang terjadi di Indonesia.

Persoalan perbaikan dan perlindungan HAM yang lain di Indonesia muncul dari kontroversi penerapan UU tentang HAM, gugatan terhadap eksistensi Komisi Nasional HAM, serta penerapan hukum bagi pelanggar HAM yang banyak dipertanyakan masyarakat. Sebagai contoh, eksistensi Komisi Nasional HAM mendapat kritikan karena dibentuk oleh Pemerintah yang sedang berkuasa, dikhawatirkan hanya seperti toothless-tiger karena tidak mampu menjangkau pelanggar-pelanggar HAM dari kalangan tertentu, dan bahkan dituntut untuk dibubarkan oleh kalangan yang kepentingannya dirugikan.

Negara Indonesia wajib memberi perlidungan Hak Asasi Manusia kepada setiap masyarakatnya, hal tersebut merupakan konsekuensi dari negara hukum. Hal-hal yang dapat dilihat secara nyata seperti adanya lembaga-lembaga negara seperti yang dikhususkan untuk melidungi Hak Asasi Manusia seseorang. Seperti Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia, Komisi Perlindungan Perempuan, Komisi Perlindungan Anak, Komisi perlindungan saksi dan korban.

Namun disamping itu, tetap masih terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh pemerintah Indonesia. Kekurangan tersebut banyaknya terdapat pada proses implementasinya, banyak peraturan-peraturan yang tidak dimplementasikan secara tepat oleh aparat penegak hukum. Selain itu lembaga-lembaga yang telah dibuat demi melindungi Hak Asasi Manusia seseorang difungsikan secara benar. Agar lembaga-lembaga tersebut tidak dibuat percuma dan tidak hanya sebagai pelengkap sistem ketatanegaraan semata. Tetapi berfungsi demi kepentingan rakyat Indonesia.

 

PEMBAHASAN

Dalam hukum HAM pemangku kewajiban HAM sepenuhnya adalah negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Semua penjelasan dalam DUHAM menyatakan bahwa perwujudan HAM sepenuhnya adalah kewajiban negara. Dalam hal ini, negara memiliki tiga kewajiban. Antara lain negera harus menjalankan kewajiban pemenuhan HAM dalam bentuk antara lain penghormatan (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fullfil).

Hal ini juga diakui dalam hukum nasional Indonesia. Dalam Pasal 28 I Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 dengan kata-kata berikut, “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

HAM menurut undang-undang. Secara yuridis, menurut Pasal 1 butir UU nomor 39 tahun 1999, pengertian HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Pengertian HAM menurut ahli dari Jan Materson dalam ungkapan yaitu; Human rights could be generally defines as those rights which are inherent in our nature and without which we can’t live as human being (HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia)

HAM merupakan kodrat yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan kedunia. Secara kodrati antara lain manusia mempunyai hak kebebasan. Rosevelt mengemukakan, bahwa dalam hidup bermasyarakat dan bernegara manusia memiliki empat kebebasan (The Four Freedoms), yaitu :

a.       Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of Speec)

b.      Kebebasan beragama (Freedom of Religie)

c.       Kebebasan dari rasa takut (Freedom from Fear)

d.      Kebebasan dari kemelaratan (Freedom from Want)

Hakekat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama anatara individu, pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun militer) dan Negara.

Adapun beberapa ciri pokok hakikat HAM adalah sebagai berikut :

a.       HAM tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi.

b.      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.

c.       HAM tidak bisa dilanggar.

Inti paham HAM adalah; Pertama bahwa HAM secara kodrati inheren atau melekat, universal mengacu bahwa HAM itu tanpa pembedaan warna kulit, ras, agama, suku, etnis, bangsa, atau status sosial lainnya dan tidak dapat dicabut; hak-hak itu dimiliki oleh individu semata-mata karena mereka adalah manusia ciptaan-Nya bukan karena mereka adalah warga negara suatu negara. Kedua, perlindungan efektif terhadap HAM terdapat dalam kerangka batas-batas legitimasi yang demokratis. Ketiga, batas-batas pelaksanaan HAM hanya dapat ditetapkan atau dicabut oleh undang-undang sebagai bagian dari konsep negara hukum yang bermakna bahwa hak harus dilindungi oleh undang-undang, dan bahwa ketika mencabut atau mengurangi hak-hak individu, pemerintah wajib mematuhi persyaratan hukum yang konstitusional.

Berbagai hak asasi diberbagai aspek kehidupan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Hak Asasi Pribadi (Personal Rights) seperti;

1.      Hak untuk hidup.

2.      Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat.

3.      Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.

4.      Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

5.      Hak untuk hidup, berperilaku, tumbuh dan berkembang.

6.      Hak untuk tidak dipaksa dan disiksa.

Hak Asasi Politik (Political Rights) seperti;

7.      Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.

8.      Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.

9.      Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights) seperti;

10.  Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.

11.  Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

12.  Hak dalam mendapatkan dan memiliki pembelaan hukum pada peradilan.

13.  Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

Hak Asasi Ekonomi (Property Rigths) seperti;

14.  Hak untuk menikmati SDA.

15.  Hak untuk memperoleh kehidupan yang layak.

16.  Hak untuk meningkatkan kualitas hidup.

17.  Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights) seperti;

18.  Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.

19.  Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan penyelidikan di muka hukum.

20.  Hak memperoleh kepastian hukum.

Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights) seperti;

21.  Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.

22.  Hak mendapatkan pengajaran.

23.  Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

24.  Hak untuk mengembangkan hobi.

25.  Hak untuk berkreasi.

Sejarah terbentuknya HAM

·         Awal mula dari munculnya konsep Hak Asasi Manusia adalah Magna Charta (Piagam Agung 1215). Para Baron yang tergerak batinnya untuk menentang Sang Raja yang memaksa Raja untuk menandatangani sebuah perjanjian yang menjadi awal mula dari perlindungan manusia atas martabatnya, yaitu Magna Charta. Sampai pada tahun 1948 muncullah Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia) yang digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi ketertiban dunia berdasarkan atas kemanusiaan. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada Pasal 1, menyebutkan bahwa: ‘Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan’. Sistem nilai yang menjelma dalam konsep HAM tidaklah semata-mata sebagai produk barat, melainkan memiliki dasar pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan agama (Nowak, 2003), melalui Magna Charta di Inggris.

Dalam keterkaitannya dengan hukum, HAM merupakan soft law, yang berdasarkan Black’s Law Dictionary diartikan sebagai panduan pembentuk hukum, deklarasi kebijakan atau kode etik yang menentukan standar perilaku namun tidak mengikat secara hukum (Garner, 2004). Jadi, hukum baik itu legislasi negara maupun kontrak adalah alat untuk HAM yang sekedar konsep kemanusiaan yang paling mendasar untuk mendapat tempat dalam bermasyarakat sebagai hak yang fundamental.

·         Glorius Revolution di Inggris pada tahun 1688 disusul Bill of Rights (1689) yang memuat hak-hak rakyat dan menegaskan kekuasaan Raja tunduk di bawah Parlemen.

·         Declaration of Independence 1788 yang disusun Thomas Jefferson mencantumkan bahwa manusia karena kodratnya bebas merdeka serta memiliki hak-hak yang tidak dapat dipisahkan atau dirampas dengan sifat kemanusiaannya berupa; hak hidup, hak memiliki, hak mengejar kebahagiaan dan keamanan.

·         Pandangan inilah yang dibawah Marquis de lafayette ke Perancis dan dimuat di Des Droit De L’Homme et Du Citoyen (Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara 1789) Pasal 1 : “Tujuan setiap organisasi politik adalah pelestarian HAM yang kodrati dan tidak dapat dicabut. Hak-hak itu adalah kebebasan (Liberty), Harta (Property), keamanan (Safety), perlawanan terhadap penindasan (Resistence of Oppression).

Setiap negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan menghormati hak asasi manusia, melindungi dan menegakkannya di negara masing-masing. Kewajiban ini tidak saja bersifat positif yaitu untuk ditegakkan atau diimpelementasikan. Dalam hal pengimpelementasian ini, terutama terhadap hak-hak asasi yang bersifat universal dan memiliki keberlakuan universal sebagaimana yang dirumuskan dalam deklarasi hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu sebagaimana ditegaskan dalam Mukadimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), HAM perlu dilindungi dengan merumuskannya dalam instrumen hukum agar orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kezaliman dan penindasan sebagaimana ditunjukan dalam sejarah HAM tersebut.

Dalam komisi nasional Hak Asasi Manusia adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi Hak Asasi Manusia. Peran komisi nasional Hak Asasi Manusia sebagai mana yang diamanahkan dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Bab VII pasal 75 sampai pasal 103.

Salah satu Pasal 75 yaitu menyatakan; Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bertujuan :

a.       Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan pancasila Undang-Undang Dasar 1945 dan piagam perserikatan bangsa-bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

b.      Meningkatkan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Pengadilan HAM

Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Perkembangan HAM di Indonesia 

Pada dasarnya, konsep HAM bukanlah semata-mata sebagai konsep tentang hak-hak asasi individual, melainkan juga kewajiban-kewajiban asasi yang menyertainya. Periode perkembangan HAM di Indonesia dipaparkan sebagai berikut :

1.      Periode 1908-1945 (Periode sebelum kemerdekaan)

Konsep pemikiran HAM telah dikenal oleh Bangsa Indonesia terutama sejak tahun 1908 lahirnya Budi Utomo. Konsep HAM yang mengemuka adalah konsep-konsep mengenai hak atas kemerdekaan, dalam arti hak sebagai bangsa merdeka yang bebas menentukan nasib sendiri (the rights of self determination). Namun HAM bidang sipil, seperti hak bebas dari diskriminasi dalam segala bentuknya dan hak untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat mulai juga diperbincangkan. Bahkan konsep mengenai hak untuk turut serta dalam pemerintahan telah dikemukakan oleh Budi Utomo.

Perkembangan HAM di Indonesia selanjutnya tumbuh seiring dengan kemunculan berbagai organisasi pergerakan yang intinya sebagaimana diperjuangkan oleh Perhimpunan Indonesia yaitu hak menentukan nasib sendiri. Pada masa-masa selanjutnya, pemikiran tentang demokrasi asli Bangsa Indonesia yang antara lain dikemukakan Hatta, makin memperkuat anggapan bahwa HAM telah dikenal dan bukanlah hal baru bagi Bangsa Indonesia.

2.      Periode 1945-1950 (Periode setelah kemerdekaan)

Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.

3.      Periode 1950-1959 (Masa parlementer)

Kedua sistem yang menumbuhkembangkan sistem politik demokrasi liberal/parlementer tersebut semakin berlanjut setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan berlakunya UUDS 1950 pada periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959, bahkan pada periode ini suasana kebebasan yang menjadi semanggat demokrasi liberal sangat ditenggang. Karena :

1)      Semakin banyaknya tumbuh partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing;

2)      Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya;

3)      Pemilihan Umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair dan demokratis;

4)      Parlemen atau Dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat menunjukan kinerja dan kelasnya sebagai wakilwakil rakyat dengan melakukan kontrol atau pengawasan;

5)      Wacana dan pemikiran tentang HAM memperoleh iklim yang kondusif.

4.      Periode 1959-1966 (Demokrasi terpimpin)

Memasuki periode kedua berlakunya UUD 1945 yaitu sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, gagasan atau konsepsi Presiden Soekarno mengenai demokrasi terpimpin dilihat dari sistem politik yang berlaku yang berada di bawah kontrol/kendali Presiden.

Dalam perspektif pemikiran HAM, terutama hak sipil dan politik, sistem politik demokrasi terpimpin tidak memberikan keleluasaan ataupun menenggang adanya kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan.

5.      Periode 1966-1998 (Orde Baru)

Pemberontakan G30S/PKI tanggal 30 September 1966 yang diikuti dengan situasi chaos mengantarkan Indonesia kembali mengalami masa kelam kehidupan berbangsa. Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar yang dijadikan landasan hukum bagi Soeharto untuk mengamankan Indonesia. Umumnya era ini ditandai oleh pemikiran HAM adalah produk barat. Pada saat yang sama Indonesia sedang memacu pembangunan ekonomi dengan mengunakan slogan “pembangunan” sehingga segala upaya pemajuan dan perlindungan HAM dianggap sebagai penghambat pembangunan. Hal ini tercermin dari berbagai produk hukum yang dikeluarkan pada periode ini, yang pada umumnya bersifat restriktif terhadap HAM.

Periode 1966-1998 ini secara garis besar memiliki karakteristik tahapan berikut :

1)                  Tahap represi dan pembentukan jaringan (repression and activation of network)

Pada tahap ini Pemerintah melakukan represi terhadap segala bentuk perlawanan yang menyebabkan kelompok tertindas dalam masyarakat menyampaikan informasi ke masyarakat internasional.

2)                  Tahap Penyangkalan

Tahap ini ditandai dengan suatu keadaan dimana pemerintah otoriter dikritik oleh masyarakat Internasional atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi, jawaban yang umumnya diberikan oleh pemerintah adalah bahwa HAM merupakan urusan domestik sehingga kritikan dianggap sebagai campur tangan terhadap kedaulatan negara.

3)                  Tahap Konsesi TaktisPada tahap ini Pemerintah Orde Baru terdesak dan diterpa krisis moneter pada tahun 1997. Indonesia mulai menerima HAM Internasional karena membutuhkan dana untuk membangun. Pada bagian lain kekuasaan Orde Baru mulai melemah, puncaknya terjadi pada bulan Mei 1998 yang diwarnai dengan peristiwa berdarah 14 Mei 1998.

4)                  Tahap Penentuan

Banyaknya norma HAM internasional yang diadopsi dalam peraturan perundang-undangan nasional melalui ratifikasi dan institusionalisasi.

6.      Periode 1998-sekarang (Periode pasca Orde Baru)

Berakhirnya kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM. Pada era ini, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan yang ditandai dengan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, pengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian di gabung dengan Departeman Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departeman Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam amandemen UUD 1945, pengesahan UU tentang pengadilan HAM.

 

PENUTUP

KESIMPULAN

Hak yang tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdapat pada Pasal 4 yang berbunyi; Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

HAM adalah masalah yang universal. Masalah ini selalu ada selama manuisa ada. Perjuangan HAM di tanah air muncul ketika adanya penindasan pada masa kolonial terhadap HAM. Munculnya perjuangan mendapatkan pemerintahan pada dasarnya juga untuk mendapatkan HAM.

Adanya perumusan HAM yang tertuang dalam hukum positif ini diharapkan mampu mengurangi pelanggaran HAM di tanah air, karena ketentuan hukum ini mengikat negara atau warna negara. Adanya undang-undang HAM merupakan upaya preventif mencegah pelanggaran HAM. Namun demikian, dalam masalah ini kehendak baik dari pemerintah dan masyarakat untuk menghormati HAM jauh lebih penting.

Dalam kehidupan berwaganegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

 

DAFTAR PUSTAKA

Dwi Sulisworo, T. (2012). HAK ASASI MANUSIA. Hibah Pembelajaran Non Konvensional.

Hidayat, E. (n.d.). PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM NEGARA HUKUM INDONESIA. IAIN Raden Intan Lampung, 80-87.

Kusniati, R. (n.d.). SEJARAH PERLINDUNGAN HAK HAK ASASI MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN KONSEPSI NEGARA HUKUM. Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum, 80-91.

Prajarto, K. K. (2005). Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia: Menuju Democratic Goaernance. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 8, Nomor 3, 296-297.

Rahmadi, S. (2019). HAK ASASI MANUSIA (HAM). SEKOLAH TINGGI ILMU KOMPUTER MEDAN, 1-19.

Rahmat, M. I. (2014). Jaminan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia. Jurnal HAM, Vol. 11, 1-13.

Supriyanto, B. H. (2014). Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Hukum Positif di Indonesia. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, 151-160.

Wilujeng, S. R. (n.d.). HAK ASASI MANUSIA: TINJAUAN DARI ASPEK HISTORIS DAN YURIDIS. Ejournal Undip, 1-10.

 

 

1 comment:

  1. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang dimiliki setiap manusia dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Yang mana sudah seharusnya tidak ada lagi kasus pelanggaran HAM baik itu yang berat maupun ringan sekalipun. Dan dapat disepakati oleh semua orang bahwa setiap pelaku pelanggaran HAM harus mempertanggung jawabkan perilakunya tersebut dan diadili sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    ReplyDelete

GOTONG ROYONG DALAM PERSPETIF SILA KETIGA PANCASILA: MEMBANGUN KEBERSAMAAN BANGSA

Abstrak Gotong royong adalah salah satu nilai luhur bangsa Indonesia yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan identitas nasional....