PERLINDUNGAN
HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KEHIDUPAN BERWARGANEGARA
Penulis : Nayla Aura Rayani
ABSTRAK
Artikel
ini membahas tentang perlindungan hak asasi manusia terhadap kehidupan
berwarganegara di Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 1999. HAM
menurut undang-undang. Secara yuridis, menurut Pasal 1 butir UU nomor 39 tahun
1999, pengertian HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia
sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Negara
Indonesia wajib memberi perlidungan Hak Asasi Manusia kepada setiap
masyarakatnya, hal itu merupakan konsekuensi dari negara hukum.
Namun
masih terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh pemerintah
Indonesia. Kekurangan tersebut banyaknya terdapat pada proses implementasinya.
banyak peraturan-peraturan yang tidak dimplementasikan secara tepat oleh aparat
penegak hukum. Selain itu lembaga-lembaga yang telah dibuat demi melindungi Hak
Asasi Manusia seseorang difungsikan secara benar. Agar lembaga-lembaga tersebut
tidak dibuat percuma dan tidak hanya sebagai pelengkap sistem ketatanegaraan
semata. Tetapi berfungsi demi kepentingan rakyat Indonesia.
Kata Kunci : HAM, Perlindungan HAM, Kehidupan Berwarganegara
PENDAHULUAN
Setiap
orang memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memiliki hak hidup masing-masng.
Hak ini berdasarkan oleh indikasi dari Hak Asasi Manusia.
Pengertian
HAM, singkatan dari Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar atau hak pokok yang
dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan bawaan sejak lahir
sehingga orang lain tak memiliki hak untuk melanggarnya. HAM ini bersifat
universal. Di mana hak asasi manusia ini berlaku bagi semua orang dengan
berbagai ras, suku, etnik, agama dan kedudukan.
Perlindungan
Hak Asasi Manusia merupakan salah satu ciri dari negara hukum. Negara Indonesia
merupakan negara yang berlandaskan atas hukum sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat
3 UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hak Asasi manusia adalah hak
dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir secara
kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat
dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan
perlindungan harkat dan martabat manusia.
PERMASALAHAN
Indonesia
wajib melaksanakan perlindungan HAM untuk kehidupan berwarganegara karena
Indonesia telah melakukan perjanjian-perjanjian Internasional dalam masalah
penegakan HAM. Terbukti masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran HAM berat
maupun ringan yang terjadi di Indonesia.
Persoalan
perbaikan dan perlindungan HAM yang lain di Indonesia muncul dari kontroversi
penerapan UU tentang HAM, gugatan terhadap eksistensi Komisi Nasional HAM,
serta penerapan hukum bagi pelanggar HAM yang banyak dipertanyakan masyarakat.
Sebagai contoh, eksistensi Komisi Nasional HAM mendapat kritikan karena
dibentuk oleh Pemerintah yang sedang berkuasa, dikhawatirkan hanya seperti toothless-tiger
karena tidak mampu menjangkau pelanggar-pelanggar HAM dari kalangan tertentu,
dan bahkan dituntut untuk dibubarkan oleh kalangan yang kepentingannya
dirugikan.
Negara
Indonesia wajib memberi perlidungan Hak Asasi Manusia kepada setiap
masyarakatnya, hal tersebut merupakan konsekuensi dari negara hukum. Hal-hal
yang dapat dilihat secara nyata seperti adanya lembaga-lembaga negara seperti
yang dikhususkan untuk melidungi Hak Asasi Manusia seseorang. Seperti Komisi
Perlindungan Hak Asasi Manusia, Komisi Perlindungan Perempuan, Komisi
Perlindungan Anak, Komisi perlindungan saksi dan korban.
Namun
disamping itu, tetap masih terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki
oleh pemerintah Indonesia. Kekurangan tersebut banyaknya terdapat pada proses
implementasinya, banyak peraturan-peraturan yang tidak dimplementasikan secara
tepat oleh aparat penegak hukum. Selain itu lembaga-lembaga yang telah dibuat
demi melindungi Hak Asasi Manusia seseorang difungsikan secara benar. Agar
lembaga-lembaga tersebut tidak dibuat percuma dan tidak hanya sebagai pelengkap
sistem ketatanegaraan semata. Tetapi berfungsi demi kepentingan rakyat
Indonesia.
PEMBAHASAN
Dalam
hukum HAM pemangku kewajiban HAM sepenuhnya adalah negara, dalam hal ini adalah
pemerintah. Semua penjelasan dalam DUHAM menyatakan bahwa perwujudan HAM
sepenuhnya adalah kewajiban negara. Dalam hal ini, negara memiliki tiga
kewajiban. Antara lain negera harus menjalankan kewajiban pemenuhan HAM dalam
bentuk antara lain penghormatan (to respect), melindungi (to protect), dan
memenuhi (to fullfil).
Hal ini juga diakui dalam hukum nasional Indonesia. Dalam Pasal 28 I Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 dengan kata-kata berikut, “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.
HAM
menurut undang-undang. Secara yuridis, menurut Pasal 1 butir UU nomor 39 tahun
1999, pengertian HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia
sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pengertian
HAM menurut ahli dari Jan Materson dalam ungkapan yaitu; Human rights could
be generally defines as those rights which are inherent in our nature and
without which we can’t live as human being (HAM adalah hak-hak yang secara
inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup
sebagai manusia)
HAM
merupakan kodrat yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan
kedunia. Secara kodrati antara lain manusia mempunyai hak kebebasan. Rosevelt
mengemukakan, bahwa dalam hidup bermasyarakat dan bernegara manusia memiliki
empat kebebasan (The Four Freedoms), yaitu :
a. Kebebasan
untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of Speec)
b. Kebebasan
beragama (Freedom of Religie)
c. Kebebasan
dari rasa takut (Freedom from Fear)
d. Kebebasan
dari kemelaratan (Freedom from Want)
Hakekat
HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui
aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi dan menjunjung
tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama anatara individu,
pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun militer) dan Negara.
Adapun
beberapa ciri pokok hakikat HAM adalah sebagai berikut :
a. HAM
tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi.
b. HAM
berlaku untuk semua orang tanpa memandang kelamin, ras, agama, etnis, pandangan
politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
c. HAM
tidak bisa dilanggar.
Inti
paham HAM adalah; Pertama bahwa HAM secara kodrati inheren atau melekat,
universal mengacu bahwa HAM itu tanpa pembedaan warna kulit, ras, agama, suku,
etnis, bangsa, atau status sosial lainnya dan tidak dapat dicabut; hak-hak itu
dimiliki oleh individu semata-mata karena mereka adalah manusia ciptaan-Nya
bukan karena mereka adalah warga negara suatu negara. Kedua, perlindungan
efektif terhadap HAM terdapat dalam kerangka batas-batas legitimasi yang
demokratis. Ketiga, batas-batas pelaksanaan HAM hanya dapat ditetapkan atau
dicabut oleh undang-undang sebagai bagian dari konsep negara hukum yang
bermakna bahwa hak harus dilindungi oleh undang-undang, dan bahwa ketika
mencabut atau mengurangi hak-hak individu, pemerintah wajib mematuhi
persyaratan hukum yang konstitusional.
Berbagai
hak asasi diberbagai aspek kehidupan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Hak
Asasi Pribadi (Personal Rights) seperti;
1. Hak
untuk hidup.
2. Hak
kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat.
3. Hak
kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
4. Hak
kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan yang
diyakini masing-masing.
5. Hak
untuk hidup, berperilaku, tumbuh dan berkembang.
6. Hak
untuk tidak dipaksa dan disiksa.
Hak
Asasi Politik (Political Rights) seperti;
7. Hak
untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
8. Hak
ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
9. Hak
untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
Hak
Asasi Hukum (Legal Equality Rights) seperti;
10. Hak
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
11. Hak
untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
12. Hak
dalam mendapatkan dan memiliki pembelaan hukum pada peradilan.
13. Hak
mendapat layanan dan perlindungan hukum.
Hak
Asasi Ekonomi (Property Rigths) seperti;
14. Hak
untuk menikmati SDA.
15. Hak
untuk memperoleh kehidupan yang layak.
16. Hak
untuk meningkatkan kualitas hidup.
17. Hak
memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Hak
Asasi Peradilan (Procedural Rights) seperti;
18. Hak
mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
19. Hak
persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan
penyelidikan di muka hukum.
20. Hak
memperoleh kepastian hukum.
Hak
Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights) seperti;
21. Hak
menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
22. Hak
mendapatkan pengajaran.
23. Hak
untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
24. Hak
untuk mengembangkan hobi.
25. Hak
untuk berkreasi.
Sejarah
terbentuknya HAM
·
Awal mula dari munculnya konsep Hak Asasi
Manusia adalah Magna Charta (Piagam Agung 1215). Para Baron yang
tergerak batinnya untuk menentang Sang Raja yang memaksa Raja untuk
menandatangani sebuah perjanjian yang menjadi awal mula dari perlindungan
manusia atas martabatnya, yaitu Magna Charta. Sampai pada tahun 1948 muncullah
Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi
Manusia) yang digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi
ketertiban dunia berdasarkan atas kemanusiaan. Deklarasi Universal tentang Hak
Asasi Manusia (DUHAM) pada Pasal 1, menyebutkan bahwa: ‘Semua orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal
dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan’.
Sistem nilai yang menjelma dalam konsep HAM tidaklah semata-mata sebagai produk
barat, melainkan memiliki dasar pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan
agama (Nowak, 2003), melalui Magna Charta di Inggris.
Dalam keterkaitannya
dengan hukum, HAM merupakan soft law, yang berdasarkan Black’s Law Dictionary
diartikan sebagai panduan pembentuk hukum, deklarasi kebijakan atau kode etik
yang menentukan standar perilaku namun tidak mengikat secara hukum (Garner,
2004). Jadi, hukum baik itu legislasi negara maupun kontrak adalah alat untuk
HAM yang sekedar konsep kemanusiaan yang paling mendasar untuk mendapat tempat
dalam bermasyarakat sebagai hak yang fundamental.
·
Glorius Revolution di Inggris pada
tahun 1688 disusul Bill of Rights (1689) yang memuat hak-hak
rakyat dan menegaskan kekuasaan Raja tunduk di bawah Parlemen.
·
Declaration of Independence 1788 yang
disusun Thomas Jefferson mencantumkan bahwa manusia karena
kodratnya bebas merdeka serta memiliki hak-hak yang tidak dapat dipisahkan atau
dirampas dengan sifat kemanusiaannya berupa; hak hidup, hak memiliki, hak
mengejar kebahagiaan dan keamanan.
·
Pandangan inilah yang dibawah Marquis
de lafayette ke Perancis dan dimuat di Des Droit De L’Homme et Du Citoyen
(Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara 1789) Pasal 1 : “Tujuan setiap
organisasi politik adalah pelestarian HAM yang kodrati dan tidak dapat dicabut.
Hak-hak itu adalah kebebasan (Liberty), Harta (Property), keamanan (Safety),
perlawanan terhadap penindasan (Resistence of Oppression).
Setiap
negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan menghormati hak asasi manusia,
melindungi dan menegakkannya di negara masing-masing. Kewajiban ini tidak saja
bersifat positif yaitu untuk ditegakkan atau diimpelementasikan. Dalam hal
pengimpelementasian ini, terutama terhadap hak-hak asasi yang bersifat universal
dan memiliki keberlakuan universal sebagaimana yang dirumuskan dalam deklarasi
hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu sebagaimana ditegaskan dalam Mukadimah
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), HAM perlu dilindungi dengan
merumuskannya dalam instrumen hukum agar orang tidak akan terpaksa memilih
pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kezaliman dan penindasan
sebagaimana ditunjukan dalam sejarah HAM tersebut.
Dalam
komisi nasional Hak Asasi Manusia adalah lembaga mandiri yang kedudukannya
setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan
pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi Hak Asasi Manusia. Peran
komisi nasional Hak Asasi Manusia sebagai mana yang diamanahkan dalam
UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Bab VII pasal
75 sampai pasal 103.
Salah
satu Pasal 75 yaitu menyatakan; Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
bertujuan :
a. Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan
pancasila Undang-Undang Dasar 1945 dan piagam perserikatan bangsa-bangsa, serta
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
b. Meningkatkan
perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan.
Pengadilan
HAM
Pengadilan
HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan
berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan
khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM).
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras,
kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida,
misalnya; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental,
menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain.
Perkembangan
HAM di Indonesia
Pada
dasarnya, konsep HAM bukanlah semata-mata sebagai konsep tentang hak-hak asasi
individual, melainkan juga kewajiban-kewajiban asasi yang menyertainya. Periode
perkembangan HAM di Indonesia dipaparkan sebagai berikut :
1. Periode
1908-1945 (Periode sebelum kemerdekaan)
Konsep
pemikiran HAM telah dikenal oleh Bangsa Indonesia terutama sejak tahun 1908
lahirnya Budi Utomo. Konsep HAM yang mengemuka adalah konsep-konsep mengenai
hak atas kemerdekaan, dalam arti hak sebagai bangsa merdeka yang bebas
menentukan nasib sendiri (the rights of self determination). Namun HAM bidang
sipil, seperti hak bebas dari diskriminasi dalam segala bentuknya dan hak untuk
mengeluarkan pikiran dan pendapat mulai juga diperbincangkan. Bahkan konsep
mengenai hak untuk turut serta dalam pemerintahan telah dikemukakan oleh Budi
Utomo.
Perkembangan
HAM di Indonesia selanjutnya tumbuh seiring dengan kemunculan berbagai
organisasi pergerakan yang intinya sebagaimana diperjuangkan oleh Perhimpunan
Indonesia yaitu hak menentukan nasib sendiri. Pada masa-masa selanjutnya,
pemikiran tentang demokrasi asli Bangsa Indonesia yang antara lain dikemukakan
Hatta, makin memperkuat anggapan bahwa HAM telah dikenal dan bukanlah hal baru
bagi Bangsa Indonesia.
2. Periode
1945-1950 (Periode setelah kemerdekaan)
Pada
periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta hak
kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
3. Periode
1950-1959 (Masa parlementer)
Kedua
sistem yang menumbuhkembangkan sistem politik demokrasi liberal/parlementer
tersebut semakin berlanjut setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan
dengan berlakunya UUDS 1950 pada periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959, bahkan
pada periode ini suasana kebebasan yang menjadi semanggat demokrasi liberal
sangat ditenggang. Karena :
1) Semakin
banyaknya tumbuh partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing;
2) Kebebasan
pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya;
3) Pemilihan
Umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan,
fair dan demokratis;
4) Parlemen
atau Dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat
menunjukan kinerja dan kelasnya sebagai wakilwakil rakyat dengan melakukan
kontrol atau pengawasan;
5) Wacana
dan pemikiran tentang HAM memperoleh iklim yang kondusif.
4. Periode
1959-1966 (Demokrasi terpimpin)
Memasuki
periode kedua berlakunya UUD 1945 yaitu sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959, gagasan atau konsepsi Presiden Soekarno mengenai demokrasi terpimpin
dilihat dari sistem politik yang berlaku yang berada di bawah kontrol/kendali
Presiden.
Dalam
perspektif pemikiran HAM, terutama hak sipil dan politik, sistem politik
demokrasi terpimpin tidak memberikan keleluasaan ataupun menenggang adanya kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan.
5. Periode
1966-1998 (Orde Baru)
Pemberontakan
G30S/PKI tanggal 30 September 1966 yang diikuti dengan situasi chaos
mengantarkan Indonesia kembali mengalami masa kelam kehidupan berbangsa.
Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar yang dijadikan landasan hukum bagi
Soeharto untuk mengamankan Indonesia. Umumnya era ini ditandai oleh pemikiran
HAM adalah produk barat. Pada saat yang sama Indonesia sedang memacu
pembangunan ekonomi dengan mengunakan slogan “pembangunan” sehingga segala
upaya pemajuan dan perlindungan HAM dianggap sebagai penghambat pembangunan.
Hal ini tercermin dari berbagai produk hukum yang dikeluarkan pada periode ini,
yang pada umumnya bersifat restriktif terhadap HAM.
Periode
1966-1998 ini secara garis besar memiliki karakteristik tahapan berikut :
1)
Tahap represi dan pembentukan
jaringan (repression and activation of network)
Pada tahap ini Pemerintah
melakukan represi terhadap segala bentuk perlawanan yang menyebabkan kelompok
tertindas dalam masyarakat menyampaikan informasi ke masyarakat internasional.
2)
Tahap Penyangkalan
Tahap ini ditandai dengan
suatu keadaan dimana pemerintah otoriter dikritik oleh masyarakat Internasional
atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi, jawaban yang umumnya diberikan
oleh pemerintah adalah bahwa HAM merupakan urusan domestik sehingga kritikan
dianggap sebagai campur tangan terhadap kedaulatan negara.
3)
Tahap Konsesi TaktisPada
tahap ini Pemerintah Orde Baru terdesak dan diterpa krisis moneter pada tahun
1997. Indonesia mulai menerima HAM Internasional karena membutuhkan dana untuk
membangun. Pada bagian lain kekuasaan Orde Baru mulai melemah, puncaknya
terjadi pada bulan Mei 1998 yang diwarnai dengan peristiwa berdarah 14 Mei
1998.
4)
Tahap Penentuan
Banyaknya norma HAM
internasional yang diadopsi dalam peraturan perundang-undangan nasional melalui
ratifikasi dan institusionalisasi.
6. Periode
1998-sekarang (Periode pasca Orde Baru)
Berakhirnya
kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia
dan datangnya era baru demokrasi dan HAM. Pada era ini, perhatian pemerintah
terhadap pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan yang
ditandai dengan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, pengesahan UU tentang
HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian di gabung
dengan Departeman Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departeman Kehakiman dan
HAM, penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam amandemen UUD 1945,
pengesahan UU tentang pengadilan HAM.
PENUTUP
KESIMPULAN
Hak
yang tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdapat
pada Pasal 4 yang berbunyi; Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
HAM
adalah masalah yang universal. Masalah ini selalu ada selama manuisa ada.
Perjuangan HAM di tanah air muncul ketika adanya penindasan pada masa kolonial terhadap
HAM. Munculnya perjuangan mendapatkan pemerintahan pada dasarnya juga untuk
mendapatkan HAM.
Adanya
perumusan HAM yang tertuang dalam hukum positif ini diharapkan mampu mengurangi
pelanggaran HAM di tanah air, karena ketentuan hukum ini mengikat negara atau
warna negara. Adanya undang-undang HAM merupakan upaya preventif mencegah
pelanggaran HAM. Namun demikian, dalam masalah ini kehendak baik dari
pemerintah dan masyarakat untuk menghormati HAM jauh lebih penting.
Dalam
kehidupan berwaganegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Sulisworo, T. (2012). HAK
ASASI MANUSIA. Hibah Pembelajaran Non Konvensional.
Hidayat, E. (n.d.). PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM
NEGARA HUKUM INDONESIA. IAIN Raden Intan Lampung, 80-87.
Kusniati, R. (n.d.). SEJARAH PERLINDUNGAN HAK HAK ASASI
MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN KONSEPSI NEGARA HUKUM. Sejarah Perlindungan
Hak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum, 80-91.
Prajarto, K. K. (2005). Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia: Menuju Democratic Goaernance. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Volume 8, Nomor 3, 296-297.
Rahmadi, S. (2019). HAK ASASI MANUSIA (HAM). SEKOLAH
TINGGI ILMU KOMPUTER MEDAN, 1-19.
Rahmat, M. I. (2014). Jaminan Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan di Indonesia. Jurnal HAM, Vol. 11, 1-13.
Supriyanto, B. H. (2014). Penegakan Hukum Mengenai Hak
Asasi Manusia (HAM) Menurut Hukum Positif di Indonesia. Jurnal AL-AZHAR
INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, 151-160.
Wilujeng, S. R. (n.d.). HAK ASASI MANUSIA: TINJAUAN DARI
ASPEK HISTORIS DAN YURIDIS. Ejournal Undip, 1-10.
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang dimiliki setiap manusia dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Yang mana sudah seharusnya tidak ada lagi kasus pelanggaran HAM baik itu yang berat maupun ringan sekalipun. Dan dapat disepakati oleh semua orang bahwa setiap pelaku pelanggaran HAM harus mempertanggung jawabkan perilakunya tersebut dan diadili sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
ReplyDelete