Sunday, June 30, 2024

AKUNTABILITAS DAN GOOD GOVERNANCE : MENGAPA INI PENTING BAGI INDONESIA ?

AKUNTABILITAS DAN GOOD GOVERNANCE : MENGAPA INI PENTING BAGI INDONESIA ?

 

 

Abstrak

Banyak terjadinya korupsi dan nepotisme yang menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat di Indonesia yang disebabkan karena rendahnya tingkat

transparansi dan akuntabilitas dibeberapa lembaga pemerintahan yang menjadi topik utama yang harus diselesaikan oleh pemerintah Indonesia .

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sudah seharusnya berkomitmen menerapkan pemerintahan yang baik atau good governance untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang ada di Indonesia. Adapun metode yang digunakan dalam

penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengambilan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa

penerapan akuntabilitas menjadi salah satu aspek penting untuk mewujudkan good governance di Indonesia, karena hal tersebut akan mempengaruhi kinerja dan

kualitas pejabat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat . Akuntabilitas dan good governance dianggap penting bagi Indonesia , karena diharapkan dapat membantu mengintegrasikan peran pemerintah, sektor pemerintah, dan masyarakat agar pelaksanaannya bisa menjadi lebih efektif, efisien, dan bisa

dipertanggungjawabkan.

Kata Kunci : Akuntabilitas , Good Governance, Korupsi , Nepotisme


 

A.PENDAHULUAN

 

Akuntabilitas dan transparansi merupakan salah satu persoalan dalam pemerintah.

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau

menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang atau suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Sedangkan transparansi dibangun atas dasar arus

informasi yang bebas, dimana seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi perlu diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Hal ini tidak terlepas dari keinginan masyarakat terhadap pelaksanaan pemerintah yang bersih dari Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN).

 

Sebagai contoh ,lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, maka Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menjadi salah satu pihak yang berperan besar dalam menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan untuk sebesar besarnya kesejahteraan rakyat.

Ketertiban dalam penggunaan uang pemerintah dan basis dari perbaikan yang disebut dengan istilah good governance tidak akan berhasil, jika laporan keuangan tidak memenuhi kualitas. Dengan demikian, laporan keuangan yang berkualitas

merupakan syarat mutlak untuk mencapai predikat good governance. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang

bersih (clean goverment)

adalah merupakan tuntutan rakyat untuk mendapatkan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.


 

 

 

 

 

 

B.  PERMASALAHAN

Dalam artikel ini memuat tentang " Mengapa Akuntabilitas dan Good Governance penting bagi Indonesia" ini dapat dilihat dari keinginan

masyarakatterhadap pelaksanaan pemerintah yang bersih dari Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN).

 

 

Dengan itu , Indonesia membutuhkan sistem pengendalian intern yang andal dan efektifitas peran auditor intern yang akan berpengaruh terhadap penerapan prinsip-prinsip Good governance yaitu akuntabilitas,

transparansi dan partisipasi, yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan mengenai pengelolaan keuangan daerah, menciptakan

kekuatan internal dan memberikan jaminan bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan instansi pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan publik.

 

 

C.  PEMBAHASAN

Indonesia sudah terbilang cukup baik dengan implementasi keseluruhan dalam perwujudan good governance dengan sistem akuntabilitas publik dibandingkan dengan era orde baru yang mengalami krisis moneter dan tidak ada transparansi didalamnya, buah pikiran masyarakat saat itu mengenai reformasi birokrasi

ternyata direalisasikan dengan cukup baik hingga saat ini

meskipun masih memiliki banyak ruang-ruang untuk ditingkatkan dan diatasi untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan konsep good governance. Apabila dilihat pada implementasi dan realitas yang terjadi maka perwujudan good governance dengan penerapan sistem akuntabilitas publik di Indonesia terbilang

cukup baik, meskipun demikian tidak dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pelaksanaan dalam perwujudan ini dapat dikatakan sempurna, karena pada

implementasinya terdapat kekurangan dan pelanggaran yang kerap kali terjadi yang tentunya menjadi tantangan untuk segera diatasi.

Good governance di Indonesia melibatkan transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, efektifitas dan efisiensi, serta supremasi hukum. Sebagai contoh


keberhasilan dalam mencapai good governance adalah adopsi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik pada tahun 2008 dan reformasi birokrasi melalui program Joko Widodo saat menjabat

sebagai gubernur DKI Jakarta dan keterbukaan informasi ini masih terus dijalankan oleh pemerintah DKI Jakarta dan diadopsi oleh pemerintah daerah lain akan tetapi pada implementasinya tidak sebaik apa yang menjadi tujuan awal penerapan keterbukaan informasi ini, pasalnya terdapat data-data yang masih

belum lengkap dan janggal dalam keterbukaan informasinya. Salah satu masalah yang menghambat pencapaian good governance di Indonesia

adalah maraknya kasus korupsi, yang dilakukan baik oleh pemerintah atau swasta mengakibatkan kerugian mendalam bagi negara.

 

 

D.  KESIMPULAN dan SARAN

Di Indonesia, sistem akuntabilitas publik dan good governance menjadi isu penting sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan tata kelola pemerintahan yang baik. Kedua konsep ini saling terkait, di mana sistem akuntabilitas publik adalah salah satu aspek utama dalam mencapai good

governance. Dengan penerapan sistem akuntabilitas publik yang efektif, pemerintah dan lembaga publik dapat lebih mudah

mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusannya kepada masyarakat yang dilayani, sehingga dapat membangun kepercayaan dan kredibilitas di mata publik.

Selain itu, good governance yang baik juga membutuhkan

dukungan dan partisipasi masyarakat yang aktif, sehingga sistem akuntabilitas publik dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Meski demikian, tantangan dalam meningkatkan sistem akuntabilitas publik dan good governance di Indonesia masih cukup besar, seperti masih rendahnya tingkat transparansi dan akuntabilitas di beberapa lembaga pemerintahan, masih banyaknya praktik korupsi dan nepotisme, serta masih rendahnya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, upaya dalam meningkatkan sistem akuntabilitas publik dan good governance harus terus dilakukan.


 


 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

https://jurnaldialektika.com/index.php/piani/article/download/137/132/199 https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-good-governance/

 

 

https://jurnaldialektika.com/index.php/piani/article/download/137/132/199


Thursday, June 27, 2024

Otonomi Daerah di Papua Barat: Peningkatan Kualitas Hidup dan Pemberdayaan Masyarakat


 NAMA:Muhammad Faris Ayyasy
NIM:46123010062
FAKULTAS:Psikologi
C35
ABSTRAK: Sesuai dengan amanat UUD 1945, Negara RepublikIndonesia sebagai negara kesatuan menganut prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan denganmemberikan peluang keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pemerintah lokalberwenang mengatur dan mengurus sendiri urusannya menurut asasotonomi dan bantuan.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Sumber data atau informan penelitian sebanyak 22 orangdiambil dari beberapa unsur terkait yaitu Dstrik Pemerintahan (Bupati) 1, 7Masyarakat Pemerintah Desa dan Masyarakat Papua 14 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesionerwawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif.penelitian dapat disimpulkan efektivitas Papua IstimewaKebijakan otonomi dilihat dari aspek pendidikan belum efektif, sedangkan dari aspekkesehatan, ekonomi, budaya dan agama sudah cukup efektif.

PENDAHULUAN
Sesuai dengan amanat UUD 1945, Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memb.erikan kesempatan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Undang-Undang tentang pemerintahan daerah yang pertama di era reformasi (UU No.22 Tahun 1999) mengamanatkan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi luas. Prinsip otonomi luas ini ditegaskan kembali dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan pengganti UU No.22 Tahun 1999, bahwa prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Pemberian otonomi daerah yang luas atau seluas-luasnya kepada daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat daerah melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta untuk meningkatkan daya saing dengan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KATA KUNCI:kebijakan otonomi.meningkatkan kesejahteraan masyarakat.provinsi papua

PERMASALAHAN
Dengan status otonomi khusus yang ditetapkan dalam UU No.21 tahun 2001, maka secara de facto dan de jure membuat pemerintah dan rakyat Papua memiliki kekuasaan dan kewenangan hampir mencapai kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh suatu negara merdeka. Artinya, apabila peluang politik ini digunakan secara cerdas dan benar, maka status otonomi khusus Provinsi Papua (UU No.21 tahun 2001) sesungguhnya merupakan alat yang ampuh untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Papua sesuai dengan inisiatif dan kondisi setempat. Beberapa hal berkenaan dengan otonomi khusus Provinsi Papua yang dikemukakan di atas dapat menunjukkan bahwa secara teoritis kebijakan pemberian status otonomi khusus bagi Provinsi di Papua akan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua oleh karena dengan otonomi khusus pemerintah dan masyarakat Papua mempunyai kewenangan lebih luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, termasuk mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Papua. Hingga sekarang ini sudah lebih 10 tahun status otonomi khusus Provinsi di Papua berjalan. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Papua terutama penduduk asli Papua yang tingkat kesejahteraan mereka masih rendah baik dilihat dari kesejahteraan ekonomi (tingkat pendapatan atau kemampuan daya beli) maupun kesejahteraan sosial (pendidikan, kesehatan dan gizi, dan lain-lain). Sebagian masyarakat asli Papua masih punya pendapatan yang rendah, tidak memiliki pendidikan yang memadai, dan derajat kesehatan dan gizi rendah. Kondisi seperti ini terdapat tidak hanya di wilayah pedesaan atau daerah pedalaman Papua akan tetapi juga di daerah perkotaan seperti di Distrik Jayapura Utara Kota Jayapura.

PEMBAHASAN
Tingkat partisipasi masyarakat dalam menunjang program-program pemberdayaan masyarakat di Distrik Jayapura Uatara. Keempat dimensi tersebut akan dibahas secara berurutan:
Kewenangan Implementasi Otonomi Khusus berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa kewenangan khusus yang diterima oleh pemerintah daerah Papua belum sepenuhnya dilaksanakan, bahkan sering terjadi intervensi pemerintah pusat sehingga tujuan pemberian Otonomi Khusus, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, tampaknya belum tercapai secara optimal. Selain itu, para pejabat daerah sebagai pemegang kewenangan khusus, belum memanfaatkannya secara cerdas dan optimal disetiap jenjang struktur pemerintahan sehingga menghambat pencapaian kesejahteraan masyarakat Papua itu sendiri. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa otonomi khusus yang telah diimplementasikan selama lebih kurang 12 tahun setidaknya telah memberikan dampak positif bagi perkembangan masyarakat Papua, baik sektor pendidikan, Kesehatan. ekonomi maupun sosial budaya. Dengan dana Otsus, telah berhasil membuka lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. Demikian halnya dengan sarana dan prasarana jalan dan transportasi yang tidak dapat dibiayai melalui APBD, sekarang telah sedikit demi sedikit teratasi dengan adanya dana Otsus.

 Pelaksanaan program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat indikator yaitu : (1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3) Kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (Identity) Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga neg

ara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Dari sisi kewenangan, pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan Otonomi Khusus Papua, belum sepenuhnya efektif. Hal ini terkendala oleh sikap pejabat pelaksana kebijakan belum memanfaatkan secara maksimal kewenangan yang dimilikinya sehingga berdampak pada belum optimalnya pencapaian tujuan kebijakan Otsus, yakni kesejahteraan masyarakat asli Papua.

Pelaksanaan program-program untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat asli Papua telah cukup baik, walaupun belum sepenuhnya dapat menanggulangi kemiskinan yang ada di Distrik Jayapura Utara.

 
3. Efektivitas kebijakan OtonoKhusus Papua, dilihat dari aspek pendidikan belum efektif, sementara aspek-aspek kesehatan, ekonomi, budaya dan agama telah cukup efektif. 

4.Partisipasi masyarakat di Distrik Jayapura Utara dalam proses pembangunan dan pemberdayaan dapat dikatakan cukup baik dalam suasana antusiame yang tinggi

SARAN 

Mengacu pada hasil-hasil temuan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk memberikan beberapa saran sebagai solusi pemecahan masalah sebagai berikut:
1. Untuk memaksimalkan kewenangan pejabat daerah sebagai implementor kebijakan Otsus, maka perlu ditingkatkan pengawasan baik oleh Dewan Rakyat Papua (DRP) maupun Dewan Adat Papua sehingga dapat menjaga komitmen sekaligus meminimalisir penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana kebijakan.
2. Untuk menjangkau seluruh masyarakat miskin yang ada di Distrik Jayapura Utara dalam mengimplementasikan programprogram kesejahteraan masyarakat, maka perlu dilakukan pendataan yang akurat dan valid tentang jumlah masyarakat/keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan. 
3. Untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat miskin mendapatkan bantuan pendidikan, maka diperlukan pengawasan yang lebih intensif, baik pengawasan pemerintah maupun pengawasan masyarakat melalui LSM sehingga masyarakat miskin dapat diterlayani dengan baik dalam kelanjutan pendidikan mereka.

4. Untuk lebih meningkatkan pertisipasi masyarakat pada program-program pemberdayaan masyarakat yang diadakan oleh pemerintah Distrik Jayapura Utara, maka perlu adanya pendekatan kepada masyarakat dengan melalui sosialisasi yang terus-menurus agar masyarakat paham akan pentingnya program-program pemberdayaan yang diadakan oleh Pemerintah Distrik Jayapura Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulwahab, S, 1999, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Jakarta : Rineka Cipta. Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial : Dasar- dasar Pemikiran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Agustiono, L, 2006, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung, Alfabeta. Arikunto, Suharsimi.1992 Prosedur Penelitian . Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, A, 1995, Mengenal Program Menjaga Mutu Pelayanan, Jakarta : Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia. Badjuri, A.K. dan Yuwono, T, 2002, Kebijakan Publik : Konsep dan Strategi, Bungin, B., 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Kencana Prenada Media Group. Budiman Arif, 1996, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta, Gramedia. Esmara Hendra (ed), 1996, Pembangunan Gie,The Liang, dkk, 1990, Ensiklopedi Administrasi, Jakarta, Gunung Agung. Handayaningrat, 1992, Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional, Gunung Agung, Jakarta. Islamy, M.I., 2006, Kebijakan Publik, Modul Universitas Terbuka, Jakarta, Karunika UT. Ibrahim Mohammad Jimmi. 1991. Prospek Otonomi Daerah. Semarang : Dahara Prize. Moleong, L, J., 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nasikun, 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. PT. Tiara Wacana.Yogyakarta. Nawawi 1994, “Metodologi Penelitian Sosial” Gramedia Pustaka Jakarta. Ndraha, Taliziduhu, 1987, Pembangunan Masyarakat (Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas), Jakarta: Bina Aksara. Parawansa, P., 1995. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam Mempersiapkan Masyarakat Industri, Makalah Pada Seminar Rancang Bangun Pendidikan Dalam Era Industrialisasi, IKIP Manado. Sugiono, 2005, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta. Suryaningrai, B. 1985, Administrasi Pemerintahan Daerah, Jakarta, Gunung Agung. Sanit, Arbi, 1999, “Format Otonomi Daerah Reformasi”, Makalah Seminar Sehari Ikatan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, dengan tema: Format Otonomi Daerah, Masa Depan, Sekilah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” tanggal 7 April 1999. Suharto Edi, 2005, Analisis Kebijakan Publik (Panduan Pratiks Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial). ALFABETA, Bandung. Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik. Yogyakarta: ANDI. Suud, Mohammad, 2006, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Prestasi Pustaka. Tjiong, R, 1987, Problema Ethis Upaya Kesehatan, "Suatu Tinjauan Kritis", Jakarta : Gramedia. Tjokrowinoto Moejarto, 2001, Pembangunan : Dilema dan Tantangan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Widarta, 2001, Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Jakarta : Larela

Peran komisi pemberantasan korupsi (KPK) dalam Mendorong Good Governance di Indonesia

 

Peran  komisi pemberantasan korupsi (KPK) dalam Mendorong Good Governance di Indonesia




Abstrak

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah sebuah lembaga yang berfungsi sebagai pengawal dan pengawas korupsi di Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan membahas peran KPK dalam mendorong good governance di Indonesia. KPK telah berperan aktif dalam mengawasi dan menghentikan korupsi di berbagai sektor, termasuk pemerintahan, bisnis, dan masyarakat. Dalam pembahasan ini, kita akan melihat bagaimana KPK telah berkontribusi dalam meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pemerintahan di Indonesia.

Kata Kunci

Komisi Pemberantasan Korupsi, Good Governance, Korupsi, Transparansi, Akuntabilitas, Efisiensi

Pendahuluan

Korupsi merupakan masalah serius yang menghambat pembangunan dan pemerintahan yang efektif di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002. KPK bertugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi serta mengupayakan pencegahan melalui berbagai program pendidikan dan sosialisasi. Dan Good governance adalah suatu konsep yang sangat penting dalam membangun negara yang stabil dan berkelanjutan. Dalam konteks Indonesia, good governance berarti bahwa pemerintahan harus berjalan dengan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami beberapa kasus korupsi yang besar, seperti kasus korupsi di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan kasus korupsi di Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, peran KPK dalam mendorong good governance sangat penting.

 

Permasalahan

Korupsi merupakan masalah serius yang menghambat pembangunan dan pemerintahan yang efektif di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002. KPK bertugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi serta mengupayakan pencegahan melalui berbagai program pendidikan dan sosialisasi. Korupsi dapat menyebabkan kerugian besar bagi negara dan masyarakat. Oleh karena itu, peran KPK dalam mengawasi dan menghentikan korupsi sangat penting. Selain itu, KPK juga harus berperan aktif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Dalam beberapa tahun terakhir, KPK telah berperan aktif dalam mengawasi dan menghentikan korupsi di berbagai sektor, termasuk pemerintahan, bisnis, dan masyarakat.

 

Pembahasan

KPK telah berperan aktif dalam mengawasi dan menghentikan korupsi di berbagai sektor. Dalam beberapa tahun terakhir, KPK telah menghentikan beberapa kasus korupsi yang besar, seperti kasus korupsi di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan kasus korupsi di Kementerian Keuangan. Selain itu, KPK juga telah berperan aktif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Dalam beberapa tahun terakhir, KPK telah mengembangkan beberapa program yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, seperti program transparansi dan Akuntabilitas Pemerintahan dan program Pengawasan Korupsi.

Kesimpulan

Dalam kesimpulan, KPK telah berperan aktif dalam mengawasi dan menghentikan korupsi di berbagai sektor. KPK juga telah berperan aktif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Oleh karena itu, peran KPK dalam mendorong good governance sangat penting. Dalam beberapa tahun terakhir, KPK telah menghentikan beberapa kasus korupsi yang besar dan telah berperan aktif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.

 

Saran

Untuk meningkatkan peran KPK dalam mendorong good governance, beberapa saran dapat diberikan. Pertama, KPK harus berperan aktif dalam mengawasi dan menghentikan korupsi di berbagai sektor. Kedua, KPK harus berperan aktif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Ketiga, KPK harus berperan aktif dalam mengembangkan beberapa program yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.

 

Daftar pustaka

KPK. (2022). Laporan Tahunan KPK 2022.

Laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berisi informasi tentang aktivitas dan hasil penindakan korupsi di Indonesia.

KPK. (2021). Laporan Tahunan KPK 2021.

Laporan tahunan KPK yang berisi informasi tentang aktivitas dan hasil penindakan korupsi di Indonesia.

KPK. (2020). Laporan Tahunan KPK 2020.

Laporan tahunan KPK yang berisi informasi tentang aktivitas dan hasil penindakan korupsi di Indonesia.

Indrayana, D. (2014).Indonesia Optimis: Menolak Negara Korup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Indrayana, D. (2014). Indonesia Optimis: Menolak Negara Korup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

 

 

 


Otonomi Daerah di DI Yogyakarta: Pemberdayaan Masyarakat dan Pelestarian Budaya

Nisa Indah Fitriana

46123010135





ABSTRAK

Otonomi Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan dan pelestarian budaya. Status keistimewaan DIY memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya secara lebih efektif dan meningkatkan kualitas pembangunan. Melalui kebijakan otonomi, DIY dapat meningkatkan kinerja berlandaskan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan kualitas hidup dan budaya. Implementasi kebijakan otonomi DIY telah meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.

 

Kata Kunci : Daerah Istimewa Yogyakarta

 

PENDAHULUAN

Otonomi Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan dan pelestarian budaya. Status keistimewaan DIY memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya secara lebih efektif dan meningkatkan kualitas pembangunan. Melalui kebijakan otonomi, DIY dapat meningkatkan kinerja berlandaskan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan kualitas hidup dan budaya. Implementasi kebijakan otonomi DIY telah meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.

 

PERMASALAHAN

1. Keterbatasan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan: Bagaimana memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam proses kebijakan lokal untuk memperkuat otonomi daerah DIY?

2. Kesenjangan antara keterampilan tradisional dan kebutuhan pasar modern: Bagaimana mengatasi ketidakseimbangan antara kebutuhan pelestarian budaya lokal dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam perekonomian modern?

3. Ancaman terhadap warisan budaya akibat modernisasi dan urbanisasi: Bagaimana melindungi warisan budaya DIY dari tekanan urbanisasi dan pembangunan yang cepat?

4. Keterbatasan sumber daya untuk pelestarian budaya: Bagaimana mengatasi keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia dalam upaya melestarikan kekayaan budaya DIY?

5. Tantangan dalam mengintegrasikan kebijakan pembangunan ekonomi dengan pelestarian budaya: Bagaimana menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan pelestarian identitas budaya lokal di DIY?

Permasalahan-permasalahan ini mencerminkan kompleksitas yang terjadi dalam implementasi otonomi daerah di DIY

 

PEMBAHASAN

1. a. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Publik: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam proses kebijakan lokal serta memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hak-hak dan tanggung jawab mereka dalam konteks otonomi daerah.

b. Pembentukan Forum Komunikasi dan Konsultasi Publik: Mendirikan forum-forum atau mekanisme resmi yang memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara langsung dalam diskusi, konsultasi, atau rapat terbuka terkait kebijakan lokal. Ini dapat dilakukan baik secara fisik maupun secara virtual.

2. a. Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Budaya: Mengembangkan program pendidikan dan pelatihan yang mengintegrasikan keterampilan modern dengan nilai-nilai budaya lokal. Misalnya, melibatkan praktisi budaya dalam pelatihan teknis seperti teknologi informasi, manajemen bisnis, atau keahlian kerajinan tangan.

b. Pengembangan Keterampilan Kreatif dan Berbasis Lokal: Mendorong pengembangan keterampilan kreatif yang didasarkan pada warisan budaya lokal, seperti seni tradisional, tata rias adat, atau metode pertanian tradisional yang berkelanjutan.

3. a. Pengaturan Perizinan dan Pembangunan: Memperketat pengaturan perizinan untuk pembangunan di kawasan bersejarah atau berpotensi merusak warisan budaya, dengan mempertimbangkan kajian dampak lingkungan dan budaya secara menyeluruh sebelum izin dibuat.

b. Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pelestarian warisan budaya, termasuk potensi dampak negatif dari pembangunan yang tidak terkendali terhadap identitas lokal dan keberlanjutan lingkungan.

4.  a. Penggalangan Dana dan Sponsorship: Melakukan kampanye penggalangan dana melalui pendekatan langsung kepada masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perusahaan swasta, atau organisasi internasional yang peduli terhadap pelestarian budaya. Juga, mengeksplorasi potensi sponsorship dari perusahaan-perusahaan lokal yang ingin terlibat dalam CSR (Corporate Social Responsibility).

b. Kemitraan dan Kolaborasi: Membangun kemitraan dengan universitas, institusi riset, dan organisasi non-profit untuk mendapatkan dukungan dalam bentuk sumber daya manusia, penelitian, dan akses ke teknologi. Kolaborasi dengan masyarakat lokal juga penting untuk memanfaatkan keahlian dan pengetahuan lokal.

5. a. Pembangunan Berbasis Budaya: Memastikan bahwa pembangunan ekonomi didasarkan pada kekayaan budaya lokal. Contohnya, mengembangkan produk wisata berbasis warisan budaya, mempromosikan kerajinan tangan lokal, atau memanfaatkan kuliner tradisional untuk tujuan pariwisata.

b. Perencanaan Tata Ruang yang Terintegrasi: Mengintegrasikan pelestarian budaya dalam perencanaan tata ruang kota dan pengembangan wilayah. Menetapkan zona-zona konservasi untuk melindungi kawasan bersejarah atau kawasan budaya lainnya dari pengembangan yang merusak.

 

KESIMPULAN

Secara kesimpulan, DIY perlu mengambil langkah-langkah konkret seperti meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam pembangunan ekonomi, melindungi warisan budaya dari tekanan urbanisasi, dan mengatasi keterbatasan anggaran serta sumber daya manusia untuk memastikan keberlanjutan otonomi daerah sambil melestarikan identitas budaya lokal dengan baik.

 

SARAN

-Meningkatkan Partisipasi Masyarakat: Bentuk forum konsultasi publik rutin dan forum daring untuk memastikan partisipasi yang luas dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

-Integrasi Nilai Budaya dalam Pembangunan Ekonomi: Dorong pengembangan usaha kecil dan menengah yang berbasis pada kekayaan budaya lokal, serta promosikan produk dan layanan budaya secara aktif.

-Pengaturan Perlindungan Warisan Budaya: Perkuat regulasi untuk melindungi situs-situs bersejarah dan tradisi budaya dari dampak negatif pembangunan yang tidak terkendali.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Sherli Yolanda. 2020. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Dan Peningkatan Kunjungan Wisatawan Di Desa Wisata Segajih Live In & Education, Kulon Progo, Yogyakarta. [ diakses pada 2024 Juni 28 ] https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/18480/08.%20naskah%20publikasi.pdf?isAllowed=y&sequence=12

Haerunisah. 2021. Abstrak. [ diakses pada 2024 Juni 28 ] https://eprints.uty.ac.id/907/1/ABSTRAK%20haerunisah.pdf


Good Governance dalam Konteks Otonomi Daerah: Studi Kasus di Beberapa Provinsi di Indonesia

 

Zaydan Zaid Zabror

41421010023

B-15



Good Governance dalam Konteks Otonomi Daerah: Studi Kasus di Beberapa Provinsi di Indonesia

 

Abstrak

Artikel ini membahas penerapan prinsip-prinsip good governance dalam konteks otonomi daerah di Indonesia. Studi kasus dilakukan di beberapa provinsi untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan dan tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Penelitian ini menemukan bahwa kepemimpinan yang kuat, partisipasi publik, dan transparansi merupakan elemen kunci untuk mencapai good governance yang efektif di tingkat daerah.

 

Kata Kunci

Good Governance, Otonomi Daerah, Kepemimpinan, Partisipasi Publik, Transparansi, Indonesia

 

Pendahuluan

Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan konsep yang penting dalam meningkatkan kualitas pemerintahan, terutama dalam konteks otonomi daerah. Di Indonesia, otonomi daerah bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya dan merespon kebutuhan masyarakat setempat. Artikel ini akan membahas bagaimana prinsip-prinsip good governance diterapkan di beberapa provinsi di Indonesia dan mengidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilannya.

 

Permasalahan

Implementasi good governance di tingkat daerah menghadapi berbagai tantangan. Beberapa masalah yang sering muncul antara lain:

1.     Kurangnya Kapasitas dan Sumber Daya: Banyak daerah yang masih kekurangan kapasitas teknis dan sumber daya manusia untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan secara efektif.

2.     Korupsi dan Transparansi: Tingginya tingkat korupsi dan rendahnya transparansi dalam pemerintahan daerah menjadi hambatan utama dalam mewujudkan good governance.

3.     Partisipasi Publik: Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan membuat kebijakan yang dihasilkan kurang mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.

 

 

 

Pembahasan

1.      Kepemimpinan yang Kuat: Kepemimpinan yang visioner dan berintegritas sangat penting dalam mendorong penerapan good governance. Pemimpin daerah yang mampu memberdayakan aparatur pemerintahannya dan mendorong inovasi akan lebih berhasil dalam mengimplementasikan tata kelola yang baik.

2.      Partisipasi Publik: Melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pengawasan pemerintah merupakan elemen kunci dalam good governance. Beberapa provinsi di Indonesia telah mulai menerapkan mekanisme partisipasi publik seperti musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang memungkinkan masyarakat untuk memberikan masukan terhadap rencana pembangunan daerah.

3.       Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan program pemerintah akan membantu mengurangi korupsi dan meningkatkan kepercayaan publik. Penerapan sistem e-government dan publikasi laporan keuangan secara rutin adalah beberapa langkah yang dapat diambil.

 

Kesimpulan

Penerapan good governance dalam konteks otonomi daerah di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, namun beberapa provinsi telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Kepemimpinan yang kuat, partisipasi publik, dan transparansi merupakan elemen penting dalam mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. Pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas teknis dan sumber daya manusia serta memperkuat mekanisme pengawasan untuk mencapai tujuan ini.

 

Saran

1.       Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan: Pemerintah pusat perlu menyediakan program pelatihan yang komprehensif bagi aparatur pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan manajerial mereka.

2.       Pemberdayaan Masyarakat: Masyarakat perlu lebih diberdayakan melalui pendidikan politik dan sosial agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan di daerah.

3.       Penguatan Sistem Pengawasan: Meningkatkan fungsi pengawasan baik internal maupun eksternal untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pemerintahan daerah.

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

1. Agustino, L. (2011). **Politik dan Pemerintahan Daerah di Indonesia**. Bandung: Alfabeta.

2. Dwiyanto, A. (2013). **Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik**. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

3. Prasojo, E. (2016). **Reformasi Birokrasi dan Good Governance**. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

4. Rondinelli, D.A. & Cheema, G.S. (2007). **Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries**. Beverly Hills: Sage Publications.

5. World Bank. (1994). **Governance: The World Bank’s Experience**. Washington, DC: The World Bank.

Menguatkan Pembangunan Nasional melalui Implementasi Pancasila

  Abstrak Pancasila, sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia, memiliki peran penting dalam membimbing arah pembangunan nasional. Artikel...