Oleh : Diesha Febrian kusniadi
Abstrak
Kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan berbagai instrumen hukum internasional. Media sosial kini menjadi ruang utama untuk menyalurkan ekspresi tersebut. Namun, dalam praktiknya, kebebasan ini juga menimbulkan berbagai persoalan seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hingga perpecahan sosial. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji apakah kebebasan berekspresi di media sosial lebih banyak menjadi hak yang perlu dilindungi, atau justru menjadi ancaman yang perlu dikendalikan. Dengan menelaah data dan teori yang relevan, artikel ini menyimpulkan pentingnya menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab serta peran regulasi dan literasi digital.
Kata kunci : kebebasan berekspresi, media sosial, hoaks, ujaran kebencian, literasi digital, regulasi.
Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi telah menghadirkan media sosial sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Platform seperti Instagram, Twitter (X), TikTok, dan Facebook menjadi ruang terbuka bagi setiap individu untuk menyampaikan pendapat, pandangan, bahkan kritik terhadap isu sosial dan politik. Hal ini mencerminkan praktik nyata dari kebebasan berekspresi.
Namun, kemudahan ini sering kali disalahgunakan. Banyak konten di media sosial tidak lagi bersifat informatif dan membangun, melainkan provokatif, memecah belah, bahkan mengandung ujaran kebencian. Oleh karena itu, muncul pertanyaan penting: apakah kebebasan berekspresi di media sosial masih bisa disebut sebagai hak, atau telah menjadi ancaman?
Beberapa masalah yang muncul terkait kebebasan berekspresi di media sosial antara lain:
- Penyebaran Hoaks (Berita Bohong)
Banyak pengguna media sosial yang tidak melakukan verifikasi sebelum membagikan informasi. Hal ini menimbulkan keresahan dan menyesatkan publik. - Ujaran Kebencian
Komentar bernada rasis, diskriminatif, atau menghina sering dijumpai, dan dapat memicu konflik di masyarakat. - Perundungan Siber (Cyberbullying)
Media sosial menjadi tempat subur bagi perundungan, baik kepada individu maupun kelompok. - Kurangnya Literasi Digital
Banyak pengguna belum memahami etika digital dan dampak dari unggahan yang mereka sebarkan. - Ketidaksiapan Regulasi
Penegakan hukum terhadap pelanggaran di media sosial masih lemah dan belum merata.
2. Manfaat Media Sosial dalam Ekspresi
Media sosial mempermudah masyarakat untuk:
• Menyuarakan kritik terhadap pemerintah
• Mengadvokasi isu-isu HAM
• Menggalang solidaritas (contoh: #BlackLivesMatter, #MeToo)
•Menyebarkan edukasi dan informasi
3. Ancaman di Balik Kebebasan Berekspresi
Kebebasan yang tidak dibarengi tanggung jawab sering melahirkan dampak negatif seperti:
• Polarisasi politik
• Radikalisasi
• Pembunuhan karakter
• Disinformasi skala besar
Bahkan, hoaks bisa menimbulkan keresahan nasional, seperti dalam kasus pandemi COVID-19 dan pemilu.
4. Peran Regulasi
Pemerintah Indonesia menerapkan UU ITE untuk mengatur aktivitas daring. Namun, penerapannya masih menimbulkan kontroversi karena dianggap bisa membatasi kebebasan berekspresi. Perlu ada revisi agar UU ITE lebih adil dan melindungi semua pihak.
5. Pentingnya Literasi Digital
Literasi digital adalah kunci agar pengguna media sosial tidak hanya melek teknologi, tapi juga melek informasi dan etika. Dengan literasi yang baik, masyarakat bisa:
• Membedakan fakta dan opini
• Menghindari ujaran kebencian
• Bertanggung jawab atas konten yang dibagikan
Kesimpulan
Kebebasan berekspresi di media sosial adalah hak yang sangat penting dalam demokrasi. Namun, jika tidak dibarengi dengan tanggung jawab, hak ini bisa berubah menjadi ancaman yang merusak tatanan sosial. Maka diperlukan keseimbangan antara kebebasan dan regulasi, antara ekspresi dan etika.
Saran
1.Pemerintah:
Perlu membuat regulasi yang lebih adil dan melindungi semua pihak tanpa membungkam suara rakyat.
2.Platform Media Sosial:
Harus lebih aktif dalam menyaring konten negatif dan menyediakan ruang pengaduan yang mudah.
3.Masyarakat:
Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam menggunakan media sosial, serta memperkuat literasi digital sejak dini.
4.Pendidikan:
Sekolah dan kampus harus memasukkan literasi digital dan etika daring dalam kurikulum.
Daftar Pustaka
1. UU Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Kominfo. (2022). Laporan Literasi Digital Nasional.
3. United Nations. (1948). Universal Declaration of Human Rights.
4. Pew Research Center. (2020). Social Media and Free Expression.
5. Vosoughi, S., Roy, D., & Aral, S. (2018). The spread of true and false news online. Science, 359(6380), 1146–1151.
6. Douek, E. (2021). The Limits of Social Media Regulation. Columbia Journalism Review.
7. CNN Indonesia. (2020). Kasus Hoaks COVID-19 Tertinggi Sepanjang Tahun.
No comments:
Post a Comment