Thursday, June 19, 2025

Artikel Modul 11 : Agama dan Negara di Indonesia: Menjaga Harmoni dalam Keberagaman

Pendahuluan

“Tidak ada paksaan dalam agama” – sebuah prinsip yang tercantum dalam Al-Qur’an ini mencerminkan semangat kebebasan beragama yang juga dijamin oleh konstitusi Indonesia.

Dengan lebih dari 270 juta penduduk dan berbagai latar belakang kepercayaan, Indonesia adalah negara yang pluralistik secara agama. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu diakui sebagai agama resmi, namun praktik kepercayaan lain tetap hidup berdampingan.

Di tengah keragaman ini, muncul pertanyaan penting: bagaimana hubungan antara agama dan negara seharusnya terjalin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Pembahasan Utama

1. Agama: Sistem Nilai dan Moral Sosial

Agama dalam definisi klasik adalah sistem kepercayaan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia, dan lingkungannya. Dalam konteks masyarakat, agama menjadi sumber etika dan moral kolektif.

Menurut Émile Durkheim, agama bukan sekadar keyakinan pribadi, melainkan sebuah kenyataan sosial yang menyatukan komunitas melalui praktik dan nilai bersama. Maka, peran agama menjadi sangat penting dalam pembentukan identitas dan solidaritas sosial di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.

2. Negara: Penjaga Netralitas dan Kepentingan Bersama

Negara bertugas menjamin ketertiban sosial dan mewujudkan keadilan bagi seluruh warga, tanpa membedakan agama. Konstitusi Indonesia, khususnya Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945, menjamin kebebasan beragama dan memberi tempat yang seimbang bagi setiap keyakinan dalam kehidupan publik.

Namun, karena sejarah panjang interaksi antara agama dan kekuasaan, muncullah tiga paradigma relasi agama dan negara dalam konteks Indonesia:

  • Integralistik: Negara dan agama menyatu; seperti yang terlihat dalam sistem kerajaan atau teokrasi.
  • Simbiotik: Negara dan agama bersinergi dan saling menopang, seperti dalam prinsip “Ketuhanan Yang Maha Esa” di Indonesia.
  • Sekularistik: Negara dan agama dipisahkan secara tegas, seperti di Turki pada era Mustafa Kemal Atatürk.

Indonesia cenderung menganut model simbiotik yang dinamis dan inklusif.

3. Sejarah dan Perkembangan Relasi Agama–Negara di Indonesia

Sejarah Indonesia mencatat dinamika hubungan agama dan negara sejak masa pra-kemerdekaan. Saat sidang BPUPKI tahun 1945, perdebatan antara kelompok nasionalis sekuler dan nasionalis Islam mencerminkan kompleksitas ini.

Kelompok Islam mengusulkan syariat sebagai bagian dari dasar negara, sementara kelompok nasionalis mengedepankan semangat kebangsaan. Kompromi keduanya menghasilkan Piagam Jakarta, yang kemudian disesuaikan demi menjaga kesatuan nasional.

Implikasi dan Solusi

Dampak Positif Keseimbangan Agama dan Negara

  • Terjaganya kerukunan antarpemeluk agama.
  • Perlindungan hukum bagi semua umat beragama.
  • Peningkatan peran agama dalam mendukung pembangunan moral bangsa.

Tantangan yang Masih Dihadapi

  • Diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
  • Radikalisme dan intoleransi yang mengatasnamakan agama.
  • Persoalan politik identitas menjelang pemilu.

Solusi dan Rekomendasi

  • Penguatan pendidikan multikultural dan toleransi sejak usia dini.
  • Reformasi regulasi agar tidak diskriminatif terhadap agama minoritas atau kepercayaan lokal.
  • Pemberdayaan forum antaragama seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
  • Menjaga netralitas negara dari eksploitasi politik berbasis agama.

Kesimpulan

Hubungan agama dan negara di Indonesia bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan namun harus dikelola dengan bijak. Sejarah panjang relasi ini menunjukkan bahwa kompromi, toleransi, dan semangat kebangsaan selalu menjadi kunci menjaga harmoni dalam perbedaan.

Pancasila sebagai dasar negara telah berhasil menjadi payung bersama yang menjamin kebebasan beragama sekaligus memperkuat semangat hidup berdampingan.

Pertanyaannya, apakah generasi hari ini mampu mempertahankan nilai-nilai ini di tengah tantangan zaman yang makin kompleks?

Sumber & Referensi

  • Modul Perkuliahan: Pendidikan Kewarganegaraan – “Hubungan Agama dan Negara”, Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH.
  • Ubaedillah & Abdul Rojak (2013). Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani.
  • Émile Durkheim. (1912). The Elementary Forms of Religious Life.
  • UUD 1945 Pasal 29.

Hashtag:

#AgamaDanNegara #KerukunanUmatBeragama #Pancasila #KebebasanBeragama #SejarahIndonesia #Multikulturalisme #ToleransiAgama #HubunganSimbiotik #WawasanKebangsaan #PendidikanKewarganegaraan

 

No comments:

Post a Comment

Budaya Hukum Masyarakat Mengapa Masih Banyak Main Hakim Sendiri

Budaya hukum  Masyarakat: Mengapa Masih Banyak Main Hakim Sendiri Oleh : Clarista Anastasya Nafilah (D-35)  Abstrak Fenomena main hakim send...