PKn juga memiliki peran strategis dalam membentuk karakter mahasiswa agar lebih peduli terhadap lingkungan sosial dan kebijakan pemerintah. Dalam era globalisasi, tantangan terhadap identitas nasional semakin meningkat, sehingga PKn menjadi salah satu mata kuliah yang harus dikembangkan secara berkelanjutan. Kajian ini menyoroti bahwa pendekatan pembelajaran yang inovatif sangat diperlukan dalam pengajaran PKn agar lebih efektif dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai kendala dalam implementasi PKn di perguruan tinggi, seperti kurangnya minat mahasiswa, metode pembelajaran yang masih konvensional, serta rendahnya pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Oleh karena itu, solusi seperti pemanfaatan teknologi digital, diskusi interaktif, serta pengabdian masyarakat menjadi pendekatan yang dapat meningkatkan efektivitas PKn.
Diharapkan, dengan adanya inovasi dalam pembelajaran PKn, mahasiswa dapat lebih aktif dan memiliki kesadaran yang lebih tinggi dalam menjalankan peran mereka sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Kesimpulan dari artikel ini menekankan bahwa PKn harus terus mengalami perkembangan agar tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman.
Kata Kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, Perguruan Tinggi, Karakter, Warga Negara, Kesadaran Berbangsa, Demokrasi, Nasionalisme.
PENDAHULUAN
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan bagian penting dari sistem pendidikan di Indonesia yang bertujuan membentuk warga negara yang memiliki kesadaran tinggi terhadap hak dan kewajibannya. Di perguruan tinggi, mata kuliah ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk memahami berbagai aspek kehidupan bernegara, mulai dari sistem pemerintahan, konstitusi, hak asasi manusia, hingga peran individu dalam kehidupan bermasyarakat. PKn diharapkan dapat membentuk mahasiswa yang tidak hanya memiliki kecerdasan akademik, tetapi juga memiliki karakter nasionalisme dan rasa tanggung jawab sosial yang kuat.
Dalam era globalisasi, tantangan terhadap identitas nasional semakin kompleks. Mahasiswa dihadapkan pada berbagai pengaruh budaya asing yang dapat menggeser nilai-nilai kebangsaan. Selain itu, rendahnya partisipasi generasi muda dalam kehidupan demokrasi juga menjadi permasalahan yang perlu diatasi. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan menjadi instrumen strategis dalam membangun kesadaran dan keterlibatan mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pentingnya PKn tidak hanya terletak pada transfer ilmu, tetapi juga dalam membentuk sikap dan perilaku mahasiswa agar lebih peka terhadap kondisi sosial-politik yang terjadi di sekitarnya. Oleh karena itu, metode pembelajaran dalam PKn harus lebih inovatif, tidak hanya mengandalkan hafalan teori, tetapi juga berbasis praktik, diskusi, dan penerapan dalam kehidupan nyata.
Artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang pengertian dan ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi, serta mengidentifikasi berbagai permasalahan yang sering dihadapi dalam implementasinya. Selain itu, akan dibahas pula berbagai solusi dan strategi untuk meningkatkan efektivitas pengajaran PKn agar lebih relevan dengan kebutuhan zaman dan mampu membentuk mahasiswa yang berkarakter dan bertanggung jawab sebagai warga negara.
PERMASALAHAN
Dalam implementasinya, Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi menghadapi berbagai tantangan, di antaranya:
Kurangnya minat mahasiswa terhadap mata kuliah PKn karena dianggap sebagai mata kuliah hafalan yang kurang menarik.
Metode pembelajaran yang kurang inovatif dan masih bersifat teoritis sehingga mahasiswa sulit memahami konsep secara praktis.
Rendahnya pemahaman mahasiswa tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara yang berdampak pada kurangnya partisipasi dalam kehidupan demokrasi.
Kurangnya integrasi nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan kampus yang menyebabkan rendahnya rasa nasionalisme.
Pengaruh globalisasi yang dapat mengikis identitas nasional dan nilai-nilai lokal.
Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam pengajaran PKn sehingga mahasiswa kurang terlibat secara aktif.
Minimnya diskusi dan kajian kritis terhadap isu-isu kebangsaan dalam pembelajaran PKn.
- Untuk menjawab permasalahan ini, artikel ini akan membahas ruang lingkup PKn di perguruan tinggi serta pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitasnya.
PEMBAHASAN
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah bidang studi yang membahas tentang hak dan kewajiban warga negara, serta peranannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PKn bertujuan untuk membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Di perguruan tinggi, PKn tidak hanya mengajarkan teori mengenai kewarganegaraan, tetapi juga menanamkan sikap demokratis, toleransi, dan tanggung jawab sosial. Pendidikan ini bertujuan membentuk mahasiswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Istilah Civic Education oleh banyak ahli diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Pendidikan Kewarganegaraan atau Pendidikan Kewargaan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta. Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili antara lain oleh Zamroni, Muhammad Numan Somantri, dan Udin S. Winataputra. Sebagian ahli menyamakan Civic Education dengan Pendidikan Demokrasi (Democracy Education) dan Pendidikan HAM. Berikut beberapa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan:
1. Dalam majalah The Citizen and Civic, Henry Randall Waite (1886) merumuskan pengertian Civics sebagai "The science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state" (ilmu tentang kewarganegaraan, hubungan seseorang dengan orang lain dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan seorang individu dengan negara). Dari definisi tersebut, dirumuskan oleh Muhammad Numan Somantri sebagai Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan (a) manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik), (b) individu-individu dengan negara.
2. Edmonson (1958) merumuskan makna Pendidikan Kewargaan dengan "Civics is usually defined as the study of government and of citizenship,that is of the duties, right and privileges of citizens" (Civics selalu didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pemerintahan dan kewarganegaraan yang terkait dengan kewajiban, hak, dan hak-hak istimewa warganegara).
3. Menurut Azyumardi Azra (1999), Pendidikan Kewargaan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM karena mencakup kajian dan pembahasan tentang banyak hal: pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warganegara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warganegara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan system yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan system hukum, pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antarbudaya dan kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
4. Zamroni berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.
5. Merphin Panjaitan menyebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokratis dan partisipatif melalui pendidikan yang dialogial.
6. Somantri menyebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
- Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah.
- Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis
- Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi, dan syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara. Dengan kata lain, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substantif dari komponen Civic Education di atas melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, dan humanis dalam lingkungan yang demokratis. Unsur-unsur substantif Civic Education tersebut terangkum dalam tiga komponen inti yang saling terkait dalam Pendidikan Kewarganegaraan ini: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.
- Tahun 1950 baru memasukkan pelajaran Civics. Hal ini terjadi karena sejak tahun 1945-1950, bangsa Indonesia masih berjuang mempertahankan kemerdekaannya (revolusi fisik). Setelah Dekrit Presiden 5 Juli, pelajaran civics dipakai untuk memberi pengertian tentang Pidato Kenegaraan Presiden ditambah dengan Pancasila, sejarah pergerakan, hak dan kewajiban warganegara. Buku pegangan resmi adalah “Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia” (Civics) yang disusun oleh Supardjo, SH., dkk. Semuanya itu dalam rangka “nation and character building” dan usaha untuk menimbulkan pengertian jiwa patriotisme di kalangan siswa.
- Pada tahun 1961, istilah kewarganegaraan diganti Kewargaan Negara atas prakarsa Dr. Suhardjo, SH., Maksud penggantian tersebut untuk disesuaikan dengan pasa 26 ayat (2) UUD 1945 dan menitikberatkan pada “warga” yang mengandung pengertian akan hak dan kewajibannya terhadap negara. Tetapi istilah “Kewarganegaraan Negara” baru dipakai secara resmi pada tahun 1967 dengan instruksi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar No. 31 tahun 1967.
- Pada tahun 1966 (awal Orde Baru), buku “Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia” (Civics) dilarang dipakai sebagai buku pegangan di sekolah-sekolah. Untuk mengisi kekosongan materi Civics (Kewargaan Negara) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan instruksi, bahwa Civis adalah Pancasila, UUD 1945, Ketetapan-Ketetapan MPRS dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Materi tersebut ditambah dengan Orde Baru, Sejarah Indonesia dan Ilmu Bumi Indonesia.
- Pada tahun 1975 mata pelajaran Kewargaan Negara diganti dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran ini memiliki dasar konstitusional, yaitu TAP MPR No. IV/MPR/1973 (tentang GBHN) yang menyatakan “untuk mencapai cita-cita tersebut maka kurikulum di semua tingkatan pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila.
- Pada tahun 1994 PMP diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pergantian ini senada dengan tujuan pendidikan yang ada dalam TAP MPR No. II/MPR/ 1988 tentang GBHN, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Kewarganegaraan berarti keanggotaan masyarakat dalam satu negara sehingga menjadi jelas hak dan kewajibannya terhadap negara. Sementara pendidikan kewarganegaraan adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan semua hal yang berkaitan dengan keanggotaan masyarakat di dalam sebuah negara. Dengan memperoleh pendidikan kewarganegaraan diharapkan setiap masyarakat dapat memahami dengan mudah perannya sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara dalam interaksi atau hubungannya dengan sesama warga negara di dalam negara.
Ada 8 aspek ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan yang didalamnya berisi tata kehidupan, nilai-nilai serta peraturan yang mengatur kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat di suatu negara. Yaitu sebagai berikut:
1. Persatuan dan kesatuan bangsa Aspek pertama adalah persatuan dan kesatuan bangsa yang meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, bangga sebagai bangsa Indonesia, cinta lingkungan, partisipasi dalam bela negara, sumpah pemuda, keutuhan NKRI, sikap positif terhadap NKRI.
2. Norma, hukum, dan peraturan Aspek yang kedua adalah macam-macam norma, hukum, dan peraturan. Aspek ini meliputi: tata tertib di sekolah, peraturan dalam kehidupan keluarga, peraturanperaturan daerah,norma di masyarakat, norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hukum dan peradilan internasional sistem hukum dan peradilan nasional.
3. Hak asasi manusia Aspek ketiga ialah Hak asasi Manusia. Aspek ini meliputi: hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, hak dan kewajiban anak, penghormatan dan perlindungan HAM. Semuany manusi mempunya hak dan kewajiban warganegara maka dari itu HAM di Indonesia sangat dijunjung tinggi.
4. Kebutuhan warga negara Aspek yang berikutnya adalah kebutuhan warga negara yang meliputi: harga diri sebagai masyarakat, gotong royong, kebebasan untuk berorganisasi, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat, menghormati keputusan bersama, prestasi diri, kesamaan kedudukan warga negara.
5. Konstitusi Negara Aspek yang selanjutnya yaitu konstitusi negara. Aspek ini meliputi: konstitusikonstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, hubungan antara dasar negara erat kaitannya dengan konstitusi.
6. Kekuasaan dan Politik Aspek yang keenam adalah kekuasaan dan politik yang meliputi: sistem pemerintahan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, budaya politik, pers dalam masyarakat demokrasi.
7. Ideologi Pancasila Aspek yang berikutnya adalah Pancasila yang merupakan dasar negara. Aspek ini meliputi: proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi Aspek yang terakhir adalah globalisasi. Aspek globalisasai meliputi: politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, globalisasi yang terjadi di lingkungannya, dampak yang ditimbulkan globalisasi, hubungan internasional dan pengertian organisasi internasional, dan evaluasi globalisasi. (Abdul Rozak S, Pd. 2022)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk mahasiswa yang memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara. Melalui mata kuliah ini, mahasiswa dapat memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara, serta mengembangkan sikap nasionalisme, demokrasi, dan keterlibatan sosial. Ruang lingkup PKn yang luas mencakup aspek konstitusional, demokrasi, identitas nasional, hingga tantangan globalisasi.
Namun, dalam implementasinya masih terdapat berbagai kendala yang perlu diperhatikan. Rendahnya minat mahasiswa terhadap mata kuliah PKn, metode pembelajaran yang masih cenderung konvensional, serta kurangnya pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran menjadi tantangan utama. Selain itu, kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas kewarganegaraan di luar kelas juga menjadi hambatan dalam mencapai tujuan PKn yang optimal.
Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa inovasi dalam pembelajaran PKn menjadi suatu kebutuhan yang mendesak. Perguruan tinggi perlu mengembangkan metode pembelajaran yang lebih menarik dan interaktif, agar PKn dapat memberikan dampak yang lebih besar dalam membangun kesadaran dan tanggung jawab mahasiswa sebagai warga negara. Pemanfaatan teknologi digital, diskusi interaktif, serta pengabdian masyarakat menjadi beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran PKn.
Saran
Peningkatan Metode Pembelajaran: Dosen dan pihak perguruan tinggi diharapkan dapat mengadopsi metode pembelajaran yang lebih inovatif, seperti blended learning, diskusi berbasis studi kasus, dan simulasi kebijakan publik agar mahasiswa lebih tertarik dan aktif dalam mengikuti mata kuliah PKn.
Pemanfaatan Teknologi Digital: Pemanfaatan media digital seperti e-learning, video edukatif, dan platform interaktif dapat membantu meningkatkan daya tarik dan efektivitas pembelajaran PKn.
Kegiatan Ekstrakurikuler Bertema Kewarganegaraan: Perguruan tinggi perlu mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan kewarganegaraan, seperti forum diskusi, seminar nasionalisme, hingga kegiatan pengabdian masyarakat.
Kolaborasi dengan Instansi Pemerintah dan LSM: Untuk memberikan pengalaman nyata dalam kewarganegaraan, mahasiswa dapat diberikan kesempatan untuk berkolaborasi dengan instansi pemerintahan, organisasi masyarakat sipil, maupun komunitas sosial yang bergerak dalam bidang pendidikan politik dan demokrasi.
Evaluasi Kurikulum PKn: Perguruan tinggi perlu secara berkala mengevaluasi kurikulum PKn agar tetap relevan dengan perkembangan zaman, serta memastikan bahwa materi yang diajarkan mampu membentuk mahasiswa yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga negara.
Peningkatan Kesadaran Mahasiswa: Mahasiswa juga diharapkan memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap pentingnya peran mereka sebagai warga negara yang aktif dalam kehidupan sosial dan politik.
Dengan menerapkan saran-saran tersebut, diharapkan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi dapat lebih efektif dalam membentuk mahasiswa yang memiliki karakter kuat, kesadaran sosial tinggi, dan mampu berkontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, D. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan: Konsep dan Implementasi. Bandung: Widya Aksara Press.
Kurniawan, A. (2016). Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Nasution, S. (2013). Metode Research dalam Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Santoso, T. (2017). Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiawan, H. (2015). Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudirman, M. (2020). Tantangan Globalisasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Yulianti, R. (2018). Peran Mahasiswa dalam Meningkatkan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Zakaria, F. (2021). Demokrasi dan Kewarganegaraan di Era Digital. Bandung: Alfabeta.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.