Oleh: Fahlevi Vici Febriyani (D20)
ABSTRAK
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menjamin partisipasi aktif warga negara dalam pengambilan keputusan politik dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan supremasi hukum.
Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran strategis dalam menjaga dan menegakkan nilai-nilai demokrasi, terutama melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Namun, kemajuan teknologi dan perubahan budaya membawa tantangan baru, di mana semakin banyak mahasiswa yang kurang memahami sejarah perjuangan bangsa serta nilai-nilai demokrasi dan nasionalisme. Rendahnya literasi politik dan pemahaman sejarah menyebabkan menurunnya kesadaran akan pentingnya peran aktif dalam menjaga stabilitas demokrasi. Artikel ini membahas bagaimana mahasiswa dapat berkontribusi dalam menjaga
nilai-nilai demokrasi melalui berbagai upaya, seperti meningkatkan kesadaran
demokrasi di masyarakat, membangun literasi politik dan digital, berpartisipasi
dalam demokrasi kampus, serta memperkuat rasa nasionalisme. Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki peran penting dalam membentuk karakter mahasiswa yang kritis,
bertanggung jawab, dan demokratis. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai
PKn dalam kehidupan kampus dan masyarakat, mahasiswa dapat menjadi pilar utama
dalam mempertahankan demokrasi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Kata Kunci: Mahasiswa, Demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan, Nasionalisme, Partisipasi Politik
PENDAHULUAN
Sedangkan menurut International Commission for Jurist, demokrasi adalah
bentuk pemerintahan yang memberikan kewenangan kepada warga negara untuk
mengambil keputusan politik melalui wakil-wakil yang mereka pilih. Wakil-wakil
tersebut bertanggung jawab kepada rakyat dan harus melalui proses pemilihan
yang bebas dan adil.
Sebagai bagian dari masyarakat,
mahasiswa memiliki peran strategis dalam menjaga dan menegakkan nilai-nilai
demokrasi. Salah satu cara utama untuk menanamkan pemahaman demokrasi adalah
melalui Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn),
yang bertujuan membentuk warga negara yang kritis, bertanggung jawab, dan
demokratis. Menurut Somantri dalam Sugara,
H. (2022), Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang berfokus pada prinsip demokrasi, tetapi juga diperkaya dengan berbagai
sumber pengetahuan lainnya. Pendidikan ini dipengaruhi oleh lingkungan sekolah,
masyarakat, serta peran orang tua, yang semuanya berkontribusi dalam membentuk
pola pikir kritis dan analitis bagi siswa serta mahasiswa. Tujuannya adalah
agar mereka dapat bertindak secara demokratis dalam kehidupan sehari-hari,
dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga dan
menegakkan nilai-nilai demokrasi. Salah satu kontribusi utama yang dapat
dilakukan adalah menjaga kesadaran demokrasi di kalangan masyarakat dengan
mengedukasi tentang pentingnya hak dan kewajiban warga negara. Melalui diskusi
publik, seminar, atau media sosial, mahasiswa dapat menyebarkan wawasan
demokrasi dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik. Selain
itu, mahasiswa juga dapat berperan aktif dalam demokrasi kampus, seperti
terlibat dalam pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), mengikuti forum
diskusi kebijakan, serta mengadvokasi kebijakan kampus yang mencerminkan
prinsip-prinsip demokrasi.
Selain menjaga kesadaran demokrasi, mahasiswa juga memiliki tanggung jawab
dalam meningkatkan literasi politik masyarakat. Salah satu tantangan terbesar
dalam demokrasi adalah rendahnya pemahaman politik, yang sering kali
menyebabkan apatisme terhadap isu-isu kebangsaan. Mahasiswa, sebagai kelompok
yang lebih terdidik, dapat membantu meningkatkan literasi politik dengan
membangun komunitas diskusi, menulis opini di media massa, atau menyelenggarakan
seminar tentang isu-isu demokrasi. Selain itu, di era digital ini, mahasiswa
juga memiliki peran penting dalam mencegah penyebaran hoaks dan disinformasi
yang dapat mengancam stabilitas demokrasi. Dengan kemampuan berpikir kritis
yang diperoleh dari PKn, mahasiswa dapat menjadi filter informasi dengan
menyebarkan berita yang valid dan menangkal hoaks yang berpotensi merusak
tatanan demokrasi.
Demokrasi yang sehat hanya dapat terwujud jika warga negara memiliki
kesadaran dan pemahaman yang baik tentang nilai-nilai demokrasi. Pendidikan
Kewarganegaraan memainkan peran sentral dalam membentuk mahasiswa sebagai agen
perubahan yang kritis dan bertanggung jawab dalam menjaga demokrasi. Dengan
memahami dan menerapkan nilai-nilai PKn dalam kehidupan kampus dan masyarakat,
mahasiswa dapat berperan aktif dalam mempertahankan demokrasi yang inklusif,
adil, dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memahami peran strategis
mereka dalam menjaga dan menegakkan nilai-nilai demokrasi serta memperkuat rasa
nasionalisme. Mahasiswa tidak hanya berperan sebagai penerus bangsa, tetapi
juga sebagai agen perubahan yang memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan
dan memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan Kewarganegaraan
seharusnya menjadi sarana bagi mahasiswa untuk memahami demokrasi secara lebih
mendalam, tidak hanya sebatas teori, tetapi juga dalam implementasi nyata di
lingkungan kampus dan masyarakat. Melaui artikel ini diharapkan mahasiswa dapat
meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif mahasiswa dalam kehidupan
demokratis, sehingga generasi muda dapat menjadi pilar utama dalam menjaga
keberlangsungan demokrasi dan membangun bangsa yang lebih maju serta berdaya
saing di kancah global.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menjamin partisipasi aktif warga negara dalam pengambilan keputusan politik dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan supremasi hukum. Menurut Harris Soche (dalam Winarno, 2020: 122), demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang berlandaskan kekuasaan rakyat. Artinya, rakyat memiliki hak untuk mengatur, menjaga, dan melindungi diri mereka dari intervensi pihak lain, termasuk lembaga yang diberi wewenang untuk memerintah. Sementara itu, menurut C.F. Strong, demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana mayoritas masyarakat yang telah dewasa turut serta dalam proses politik melalui sistem perwakilan. Sistem ini memastikan bahwa pemerintah tetap bertanggung jawab atas kebijakan dan tindakan mereka kepada rakyat sebagai pemegang kekuasaan utama. Berlian, R. K., & Dewi, D. A. (2021) Sedangkan menurut International Commission for Jurist, demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang memberikan kewenangan kepada warga negara untuk mengambil keputusan politik melalui wakil-wakil yang mereka pilih. Wakil-wakil tersebut bertanggung jawab kepada rakyat dan harus melalui proses pemilihan yang bebas dan adil.
Sebagai bagian dari masyarakat,
mahasiswa memiliki peran strategis dalam menjaga dan menegakkan nilai-nilai
demokrasi. Salah satu cara utama untuk menanamkan pemahaman demokrasi adalah
melalui Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn),
yang bertujuan membentuk warga negara yang kritis, bertanggung jawab, dan
demokratis. Menurut Somantri dalam Sugara,
H. (2022), Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang berfokus pada prinsip demokrasi, tetapi juga diperkaya dengan berbagai
sumber pengetahuan lainnya. Pendidikan ini dipengaruhi oleh lingkungan sekolah,
masyarakat, serta peran orang tua, yang semuanya berkontribusi dalam membentuk
pola pikir kritis dan analitis bagi siswa serta mahasiswa. Tujuannya adalah
agar mereka dapat bertindak secara demokratis dalam kehidupan sehari-hari,
dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga dan
menegakkan nilai-nilai demokrasi. Salah satu kontribusi utama yang dapat
dilakukan adalah menjaga kesadaran demokrasi di kalangan masyarakat dengan
mengedukasi tentang pentingnya hak dan kewajiban warga negara. Melalui diskusi
publik, seminar, atau media sosial, mahasiswa dapat menyebarkan wawasan
demokrasi dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik. Selain
itu, mahasiswa juga dapat berperan aktif dalam demokrasi kampus, seperti
terlibat dalam pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), mengikuti forum
diskusi kebijakan, serta mengadvokasi kebijakan kampus yang mencerminkan
prinsip-prinsip demokrasi.
Selain menjaga kesadaran demokrasi, mahasiswa juga memiliki tanggung jawab
dalam meningkatkan literasi politik masyarakat. Salah satu tantangan terbesar
dalam demokrasi adalah rendahnya pemahaman politik, yang sering kali
menyebabkan apatisme terhadap isu-isu kebangsaan. Mahasiswa, sebagai kelompok
yang lebih terdidik, dapat membantu meningkatkan literasi politik dengan
membangun komunitas diskusi, menulis opini di media massa, atau menyelenggarakan
seminar tentang isu-isu demokrasi. Selain itu, di era digital ini, mahasiswa
juga memiliki peran penting dalam mencegah penyebaran hoaks dan disinformasi
yang dapat mengancam stabilitas demokrasi. Dengan kemampuan berpikir kritis
yang diperoleh dari PKn, mahasiswa dapat menjadi filter informasi dengan
menyebarkan berita yang valid dan menangkal hoaks yang berpotensi merusak
tatanan demokrasi.
Demokrasi yang sehat hanya dapat terwujud jika warga negara memiliki
kesadaran dan pemahaman yang baik tentang nilai-nilai demokrasi. Pendidikan
Kewarganegaraan memainkan peran sentral dalam membentuk mahasiswa sebagai agen
perubahan yang kritis dan bertanggung jawab dalam menjaga demokrasi. Dengan
memahami dan menerapkan nilai-nilai PKn dalam kehidupan kampus dan masyarakat,
mahasiswa dapat berperan aktif dalam mempertahankan demokrasi yang inklusif,
adil, dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memahami peran strategis
mereka dalam menjaga dan menegakkan nilai-nilai demokrasi serta memperkuat rasa
nasionalisme. Mahasiswa tidak hanya berperan sebagai penerus bangsa, tetapi
juga sebagai agen perubahan yang memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan
dan memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan Kewarganegaraan
seharusnya menjadi sarana bagi mahasiswa untuk memahami demokrasi secara lebih
mendalam, tidak hanya sebatas teori, tetapi juga dalam implementasi nyata di
lingkungan kampus dan masyarakat. Melaui artikel ini diharapkan mahasiswa dapat
meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif mahasiswa dalam kehidupan
demokratis, sehingga generasi muda dapat menjadi pilar utama dalam menjaga
keberlangsungan demokrasi dan membangun bangsa yang lebih maju serta berdaya
saing di kancah global.
PERMASALAHAN
Kemajuan teknologi dan perubahan
budaya membawa dampak yang signifikan terhadap cara mahasiswa memahami sejarah
dan nilai-nilai kebangsaan. Semakin banyak mahasiswa yang tidak memahami secara
mendalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, bahkan ketika ditanya tentang
tokoh, waktu, dan peristiwa penting dalam sejarah kemerdekaan, banyak yang
tidak dapat menjawab dengan baik dan tepat. Lebih mengkhawatirkan lagi,
sebagian dari mereka menganggap bahwa memahami sejarah hanyalah formalitas yang
hanya perlu diingat menjelang Ujian Akhir Semester (UAS). Fenomena ini menjadi
alarm bagi masa depan bangsa, di mana generasi muda yang seharusnya memiliki
semangat tinggi untuk memajukan Indonesia justru mulai kehilangan rasa
nasionalisme dan kepedulian terhadap bangsanya sendiri.
Salah satu penyebab menurunnya
pemahaman mahasiswa terhadap sejarah dan nilai-nilai kebangsaan adalah
kurangnya jiwa nasionalisme dalam diri masing-masing individu. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah hingga perguruan tinggi
sering kali dianggap monoton dan tidak relevan dengan kehidupan mahasiswa saat
ini. Metode pembelajaran yang masih berorientasi pada hafalan teori, seperti
sejarah, pengertian, dan aspek hukum, tanpa adanya pendekatan yang lebih
kontekstual, menyebabkan mahasiswa tidak melihat relevansi nyata dari
pendidikan kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, mereka
cenderung mengabaikan pentingnya nilai-nilai demokrasi dan nasionalisme.
Di samping itu, perkembangan
teknologi yang semakin pesat turut memengaruhi pola pikir mahasiswa dalam
memahami demokrasi dan kewarganegaraan. Banyak mahasiswa lebih tertarik pada
informasi yang bersifat instan daripada mendalami kajian mendalam tentang
nilai-nilai demokrasi. Media sosial, yang seharusnya menjadi alat edukasi yang
efektif, justru sering kali menjadi sumber penyebaran disinformasi dan hoaks
yang dapat menyesatkan pemahaman mahasiswa tentang sejarah, politik, dan
kebangsaan. Kurangnya literasi digital di kalangan mahasiswa semakin
memperburuk kondisi ini, di mana banyak yang tidak mampu membedakan antara
informasi yang valid dan yang bersifat provokatif atau menyesatkan.
Selain kurangnya pemahaman sejarah
dan pengaruh teknologi, minimnya partisipasi mahasiswa dalam kegiatan sosial
dan politik juga menjadi faktor utama dalam lemahnya peran mereka dalam menjaga
nilai-nilai demokrasi. Mahasiswa yang seharusnya menjadi motor penggerak perubahan
justru banyak yang bersikap apatis terhadap isu-isu politik dan kebangsaan.
Pemilihan umum, baik di tingkat kampus maupun nasional, sering kali diabaikan,
dan diskusi mengenai kebijakan publik hanya menjadi wacana tanpa adanya
tindakan nyata. Padahal, demokrasi yang sehat memerlukan partisipasi aktif dari
seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, sebagai agen perubahan yang
memiliki kapasitas intelektual untuk menganalisis dan mengkritisi kebijakan
pemerintah secara konstruktif.
Tekanan akademik yang tinggi juga
menjadi faktor yang berkontribusi dalam melemahnya kesadaran mahasiswa terhadap
demokrasi. Beban akademik yang berat membuat mereka lebih fokus pada tugas dan
ujian dibandingkan terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau gerakan sosial.
Akibatnya, mereka kehilangan kesempatan untuk berkontribusi dalam menjaga
nilai-nilai demokrasi melalui kegiatan yang bersifat partisipatif.
Lebih jauh, ada ketakutan terhadap
represi atau sanksi bagi mahasiswa yang terlalu vokal dalam menyuarakan pendapat.
Beberapa kampus menerapkan regulasi yang membatasi kebebasan berekspresi,
seperti pembubaran diskusi atau forum demokrasi tertentu. Ketakutan ini membuat
mahasiswa memilih untuk diam daripada berisiko mendapatkan sanksi akademik atau
tekanan dari pihak tertentu. Minimnya figur pemimpin yang dapat dijadikan
panutan juga berkontribusi terhadap meredupnya jiwa demokrasi mahasiswa.
Kurangnya role model atau tokoh inspiratif membuat mahasiswa tidak memiliki
teladan dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi.
Selain itu, kurangnya pendidikan
demokrasi sejak dini juga menjadi faktor yang membuat mahasiswa tidak memiliki
kesadaran demokrasi yang kuat. Sistem pendidikan di Indonesia kurang
membiasakan siswa untuk berpikir kritis dan terbuka terhadap perbedaan pendapat.
Demokrasi sering kali hanya diajarkan sebatas teori tanpa praktik nyata dalam
kehidupan sehari-hari, seperti dalam pengambilan keputusan di sekolah atau
kampus.
Fenomena menurunnya kesadaran
mahasiswa terhadap nilai-nilai demokrasi dan nasionalisme ini menunjukkan
perlunya reformasi dalam sistem pendidikan kewarganegaraan di Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan harus mampu menjawab tantangan zaman dengan
pendekatan yang lebih aplikatif dan relevan dengan kondisi sosial saat ini.
Materi yang diajarkan tidak boleh hanya sebatas hafalan teori, tetapi harus
lebih menekankan pada pengembangan sikap kritis, keterampilan analisis
kebijakan, serta pemahaman mendalam tentang peran mahasiswa dalam menjaga
demokrasi.
Dengan demikian, diperlukan sinergi
antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan mahasiswa itu sendiri untuk
meningkatkan efektivitas Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sarana membangun
karakter demokratis dan nasionalis. Mahasiswa harus menyadari bahwa peran
mereka dalam menjaga nilai-nilai demokrasi tidak hanya sebatas diskusi di ruang
kelas, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata di lingkungan kampus
dan masyarakat. Kesadaran ini menjadi kunci utama bagi terwujudnya generasi
penerus bangsa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki
kepedulian tinggi terhadap demokrasi dan masa depan Indonesia.
PEMBAHASAN
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) punya peran penting dalam membangun
demokrasi di Indonesia. Sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi, PKN
membantu mahasiswa memahami hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan
berdemokrasi. Lewat materi tentang hak dan kewajiban dasar manusia, mahasiswa
diajarkan bagaimana menyeimbangkan hak yang mereka miliki dengan tanggung jawab
yang harus dijalankan. Selain itu, dalam materi demokrasi Indonesia, mahasiswa
juga belajar tentang konsep, penerapan, dan praktik demokrasi yang berlandaskan
Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Dengan pemahaman ini, diharapkan
mahasiswa bisa ikut serta dalam menciptakan negara yang adil dan sejahtera.
Selain itu, PKN juga berfungsi sebagai sarana membentuk karakter mahasiswa
agar lebih aktif, kritis, dan sadar akan pentingnya demokrasi. Pembelajaran PKN
seharusnya tidak hanya sekadar teori, tetapi juga dikaitkan dengan kehidupan
nyata agar mahasiswa bisa melihat langsung bagaimana demokrasi bekerja dalam
keseharian mereka. Jika demokrasi benar-benar diterapkan dengan baik, maka
kesadaran masyarakat, termasuk mahasiswa, terhadap hak asasi manusia juga akan
meningkat.
Namun, salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adalah menurunnya
semangat nasionalisme di kalangan mahasiswa. Hal ini cukup mengkhawatirkan
karena jika dibiarkan, generasi muda bisa kehilangan identitas kebangsaan dan
kurang peduli terhadap masa depan Indonesia. Salah satu cara untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan memperkuat pendidikan karakter di kampus. Mata kuliah
seperti PKN harus dibuat lebih menarik dan relevan dengan kehidupan mahasiswa
saat ini. Tidak cukup hanya membahas teori, tetapi juga harus dikaitkan dengan
isu-isu sosial, sejarah perjuangan bangsa, serta peran mahasiswa dalam menjaga
persatuan negara. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran sejarah
di kalangan mahasiswa agar mereka lebih memahami perjuangan bangsa ini dalam
meraih kemerdekaan. Dengan memahami sejarah, mereka akan lebih menghargai
nilai-nilai nasionalisme yang telah diwariskan oleh para pendahulu. Asril, A., et al (2023).
Menumbuhkan rasa nasionalisme juga bisa dilakukan melalui kegiatan di luar
kelas, seperti ikut dalam organisasi kampus dan kegiatan sosial. Kegiatan
seperti bakti sosial, seminar kebangsaan, dan diskusi publik bisa membantu
mahasiswa memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kampus juga perlu mendukung mahasiswa dengan menyediakan lebih banyak kegiatan
yang menanamkan nilai-nilai nasionalisme, seperti kompetisi bertema kebangsaan
atau penghargaan bagi mahasiswa yang aktif dalam kegiatan sosial. Selain itu,
media sosial yang sering menjadi penyebab apatisme terhadap nasionalisme juga
bisa dimanfaatkan sebagai alat edukasi. Kampanye digital yang menampilkan
kisah-kisah inspiratif tentang patriotisme dan sejarah bangsa bisa membantu
membangun rasa bangga terhadap Indonesia.
Tidak hanya itu, mahasiswa juga perlu diberikan ruang untuk terlibat dalam
kebijakan publik dan politik. Mereka harus diberi kesempatan untuk memahami
bagaimana pemerintahan bekerja, ikut serta dalam advokasi, dan aktif dalam
forum-forum kebangsaan. Dengan cara ini, mahasiswa tidak hanya menjadi penonton
dalam perkembangan negara, tetapi juga berkontribusi dalam membangun masa depan
Indonesia. Tentu saja, kampus harus mendukung dengan memberikan kebebasan bagi
mahasiswa untuk berdiskusi tanpa takut ditekan atau dibungkam.
Sejarah telah membuktikan bahwa mahasiswa punya peran besar dalam perjuangan
bangsa. Sejak dulu, gerakan mahasiswa telah berhasil menggulingkan pemerintahan
yang otoriter dan menindas rakyat. Mereka adalah kelompok intelektual yang
punya tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Sayangnya,
saat ini semangat gerakan mahasiswa mulai redup. Jika dibiarkan, mahasiswa bisa
kehilangan peran strategis mereka dalam memperjuangkan demokrasi. Oleh karena
itu, kita perlu mencari tahu apa penyebab menurunnya gerakan mahasiswa agar
bisa menemukan solusi untuk membangkitkan kembali semangat perjuangan mereka. Mage, R. I. (2020).
Salah satu cara untuk menghidupkan kembali gerakan mahasiswa adalah dengan
belajar dari sejarah. Dulu, mahasiswa mampu menggulingkan rezim Soekarno pada
tahun 1966 dan Soeharto pada tahun 1998. Kesuksesan mahasiswa di masa lalu bisa
menjadi motivasi bagi mahasiswa sekarang untuk kembali memperjuangkan
kepentingan rakyat. Selain itu, kampus juga perlu mendukung kebangkitan gerakan
mahasiswa dengan memberikan kebebasan akademik dan kebijakan yang mendukung
pergerakan mahasiswa, bukan malah membatasi atau mengekangnya.
Dukungan masyarakat juga sangat penting dalam menghidupkan kembali semangat
mahasiswa. Tanpa dukungan dari masyarakat, gerakan mahasiswa tidak akan bisa
berjalan dengan efektif. Padahal, gerakan mahasiswa pada dasarnya adalah
perjuangan untuk rakyat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, semua pihak,
termasuk masyarakat, kampus, dan mahasiswa itu sendiri, harus bersinergi agar
gerakan mahasiswa bisa kembali aktif dalam membangun demokrasi yang lebih baik
di Indonesia.
Dengan pendidikan yang lebih relevan, keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan
sosial dan politik, serta pemanfaatan teknologi yang positif, semangat
nasionalisme mahasiswa bisa kembali tumbuh. Mahasiswa perlu menyadari bahwa mereka
bukan hanya calon pemimpin di masa depan, tetapi juga harus mulai bergerak dari
sekarang untuk menciptakan perubahan. Dengan demikian, mereka bisa menjadi
generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga peduli terhadap
demokrasi dan masa depan bangsa.
KESIMPULAN
Mengingat pentingnya peran mahasiswa dalam menjaga nilai-nilai demokrasi,
demokrasi dan nasionalisme merupakan dua elemen penting yang harus terus
dipertahankan dan diperkuat di kalangan mahasiswa sebagai generasi penerus
bangsa. Kurangnya pemahaman sejarah, pengaruh teknologi yang kurang
dimanfaatkan secara positif, serta minimnya keterlibatan dalam kegiatan sosial
dan politik menjadi faktor utama melemahnya semangat nasionalisme dan demokrasi
di kalangan mahasiswa. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang komprehensif
untuk mengatasi permasalahan ini, salah satunya melalui penguatan Pendidikan
Kewarganegaraan yang lebih aplikatif dan relevan dengan kondisi saat ini.
Selain pendidikan formal, mahasiswa juga perlu didorong untuk aktif dalam
organisasi kampus dan kegiatan sosial yang dapat meningkatkan kesadaran mereka
akan peran pentingnya dalam kehidupan demokrasi. Pemanfaatan media sosial
sebagai sarana edukasi juga harus dimaksimalkan agar mahasiswa lebih tertarik
untuk memahami sejarah dan kebangsaan. Di sisi lain, dukungan dari pihak kampus
dan masyarakat sangat dibutuhkan agar gerakan mahasiswa yang memiliki semangat
perjuangan tinggi dapat kembali bangkit dan berkontribusi nyata bagi bangsa.
Jika semua elemen ini dapat berjalan secara sinergis, maka akan lahir
generasi mahasiswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga
memiliki kesadaran tinggi terhadap demokrasi, nasionalisme, serta tanggung
jawab sosial. Dengan demikian, mahasiswa dapat memainkan peran strategis dalam
menjaga stabilitas negara, memperjuangkan hak asasi manusia, dan membangun
Indonesia yang lebih demokratis, adil, dan sejahtera.
SARAN
Untuk mengatasi permasalahan ini,
beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
1. Pendidikan
Kewarganegaraan yang Lebih Interaktif
Kampus harus mengajarkan Pendidikan Kewarganegaraan dengan cara yang lebih
menarik, seperti diskusi, studi kasus, atau simulasi kebijakan, agar mahasiswa
bisa lebih memahami dan menerapkan nilai-nilai demokrasi.
2. Aktif
dalam Organisasi dan Kegiatan Sosial
Mahasiswa perlu terlibat dalam organisasi kampus, komunitas sosial, seminar,
dan diskusi publik untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap isu-isu
kebangsaan.
3. Pemanfaatan
Teknologi dan Media Sosial
Media sosial sebaiknya digunakan untuk menyebarkan informasi edukatif tentang
sejarah, demokrasi, dan nasionalisme, bukan sekadar hiburan.
4. Kampus
dan Pemerintah Mendukung Kebebasan Berpendapat
Kampus harus memberi ruang bagi mahasiswa untuk berdiskusi dan menyampaikan
pendapat tanpa rasa takut, serta mendukung mereka agar lebih kritis terhadap
isu nasional.
5. Belajar
dari Sejarah
Mahasiswa harus memahami perjuangan mahasiswa terdahulu yang berhasil membawa
perubahan, agar termotivasi untuk terus berkontribusi dalam menjaga demokrasi.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan mahasiswa lebih sadar akan perannya
dan siap berkontribusi bagi bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Asril, A., Jaenam, J., Syahrizal, S., Armalena, A., &
Yuherman, Y. (2023). Peningkatan nilai-nilai demokrasi dan nasionalisme pada
mahasiswa melalui pembelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan. JIM: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah, 8(3), 1300-1309.
Berlian, R. K., & Dewi, D. A. (2021). Urgensi pendidikan
kewarganegaraan dalam membentuk negara demokratis dan mewujudkan hak asasi
manusia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(2), 486-498.
Mage, R. I. (2020). MEREDUPNYA GERAKAN MAHASISWA PASCA
PEMILIHAN PRESIDEN 2014. Jurnal AKSES, 12(2), 87-96.
Pahlevi, F. S. (2017). Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan
di perguruan tinggi dalam memperkokoh karakter bangsa Indonesia. Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains, 2(1), 65-81.
Sugara, H. (2022). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wawasan
Demokrasi Warga Negara. Jurnal Koulutus, 5(1), 103-116.
Winarno., (2020). Paradigma
Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta :Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment