Thursday, November 16, 2023

Pancasila dan Etika Pemilu: Menjamin Proses Pemilihan yang Adil dan Bersih

Azriel Anandito Rachman (@A26-AZRIEL)


ABSTRAK

Pancasila dan etika pemilu adalah dua aspek yang krusial dalam memastikan integritas dan keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Pancasila, sebagai dasar negara, memberikan landasan filosofis yang mendalam untuk memandu pelaksanaan pemilihan umum agar mencerminkan nilai-nilai kebhinekaan, keadilan sosial, dan demokrasi terpimpin. Etika pemilu, sementara itu, membentuk kerangka perilaku yang mencakup transparansi, netralitas, dan partisipasi masyarakat. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Pancasila dan etika pemilu, proses pemilihan dapat dijamin sebagai adil dan bersih, memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa keputusan politik mereka tercermin secara akurat dan berlandaskan nilai-nilai yang menghormati pluralitas dan keadilan. Artikel ini menjelaskan bagaimana penerapan Pancasila dan etika pemilu berkontribusi pada pemilihan yang demokratis dan membantu memperkuat fondasi demokrasi Indonesia.


PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai Pancasila dan Etika Pemilu dalam menjamin proses pemilihan yang adil dan bersih mencakup beberapa aspek penting yang berkontribusi pada integritas dan keberlanjutan demokrasi di Indonesia.Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memberikan landasan ideologis yang kuat untuk menjalankan pemerintahan yang demokratis.Salah satu aspek utama Pancasila adalah Kebhinekaan, yang menuntut pengakuan terhadap keberagaman masyarakat.Pancasila menegaskan prinsip Keadilan Sosial, yang mencakup distribusi yang adil dari kekayaan dan sumber daya.Prinsip Demokrasi Terpimpin dalam Pancasila tidak bermakna otoriter, tetapi menekankan pada partisipasi aktif rakyat.Selain Pancasila, etika pemilu memainkan peran penting dalam memastikan proses pemilihan yang adil dan bersih.Pendidikan pemilih menjadi kunci untuk memastikan bahwa masyarakat memahami pentingnya hak suara mereka dan dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat.Sistem hukum harus efektif dalam menanggapi pelanggaran etika pemilu untuk memastikan bahwa pelaku yang melanggar aturan ditindak secara tegas.Pembahasan ini tidak hanya membahas situasi saat ini tetapi juga menyoroti harapan untuk masa depan dengan menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dan etika pemilu secara konsisten. 


PENDAHULUAN

1. Pancasila Sebagai Dasar Negara

Pemilihan umum merupakan salah satu pilar demokrasi dalam negara Indonesia. Untuk memastikan proses pemilihan yang adil dan bersih, prinsip-prinsip Pancasila dan etika pemilu menjadi landasan utama. Pancasila sebagai dasar negara dan etika pemilu sebagai panduan perilaku dalam konteks pemilihan umum memiliki peran krusial dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia.Pancasila, sebagai ideologi dasar negara Indonesia, memberikan landasan filosofis dan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam pelaksanaan pemilihan umum. Sila-sila Pancasila, seperti Kebhinekaan, Keadilan Sosial, dan Demokrasi Terpimpin, harus tercermin dalam seluruh tahapan pemilu untuk memastikan representasi dan keadilan.

A. Kebhinekaan: Pemilu harus mencerminkan keberagaman masyarakat Indonesia. Partisipasi politik dari berbagai kelompok masyarakat harus dihargai, dan perbedaan keyakinan serta suku bangsa tidak boleh menjadi alasan diskriminatif.

B. Keadilan Sosial: Pemilu harus menjadi sarana untuk mewujudkan keadilan sosial. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilihan tanpa adanya diskriminasi. Kesejahteraan rakyat juga harus menjadi fokus agar pemilih dapat membuat keputusan secara bijak.

C. Demokrasi Terpimpin: Dalam konteks pemilu, demokrasi terpimpin tidak berarti otoriter, tetapi mengacu pada pengelolaan pemerintahan yang sesuai dengan kehendak rakyat. Proses pemilihan harus transparan, dan keputusan masyarakat harus dihormati.

2. Etika Pemilu

Selain Pancasila, etika pemilu juga menjadi fondasi dalam menjaga proses pemilihan yang adil dan bersih. Etika pemilu mencakup perilaku dan integritas seluruh pelaku pemilu, mulai dari penyelenggara, peserta, hingga pemilih.

A. Transparansi dan Akuntabilitas: Proses pemilu harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Penyelenggara harus memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada masyarakat mengenai tahapan pemilu, calon, dan peraturan yang berlaku. Akuntabilitas juga penting untuk menjamin tanggung jawab setiap pihak terkait.

B. Netralitas: Seluruh penyelenggara pemilu dan peserta harus menjaga netralitas. Penyelenggara pemilu harus bertindak adil tanpa memihak, dan peserta pemilu juga diharapkan untuk bersaing secara sehat tanpa melakukan tindakan yang merugikan peserta lain.

c. Partisipasi Masyarakat: Pemilu yang adil memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat. Pendidikan pemilih dan upaya meningkatkan kesadaran politik perlu ditekankan agar pemilih dapat membuat keputusan yang cerdas dan berdasarkan informasi yang akurat.


PENUTUP

Pancasila dan etika pemilu memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pemilihan umum di Indonesia berjalan secara adil, bersih, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Dengan memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan mengikuti etika pemilu, Indonesia dapat terus mengukuhkan fondasi demokrasinya dan memberikan contoh bagi negara-negara lain dalam melaksanakan pemilihan umum yang berkualitas. Secara konsepsi kepemiluan, penyelenggaraan pemilu terdapat 4 (empat) komponen utama yang terlibat secara langsung, yakni pertama, penyelenggara pemilu, kedua, peserta pemilu, ketiga, kandidat atau calon, dan keempat pemilih sebagai pemilik kedaulatan rakyat. DKPP sebagai lembaga peradilan etik dalam melaksanakan penegakan kode etik senantiasa mengidealkan agar keempat komponen itu sama-sama dapat diproses secara berintegritas. Jika rakyat pemilih menghalalkan praktik suap atau jual beli suara, dengan mengambil uangnya, tetapi tidak memilih pemberinya, maka dampak buruknya adalah para kandidat atau peserta pemilu akan terus membiasakan diri dengan praktik suap dan jual beli suara. Praktik kecurangan bukan saja akan terjadi di antara kandidat atau peserta pemilu dengan pemilih, tetapi jika iklim sudah terbentuk dengan kebiasaan buruk menjadi sesuatu yang dianggap benar, maka praktik demikian akan terus berkembang hingga ke aparat penyelenggara.


DAFTAR PUSTA

Fauzi, Achmad, Abdillah, 2012, Tata Kelola Bernegara Dalam Perspektif Politik, Jakarta: GoldenTerayon Press.

Gaffar, Afan, 1999, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gatara, A.A. Sahid, 2009, Ilmu Politik: Memahami dan Menerapkan, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Haryatmoko, 2003, Etika Politik dan Kekuasaan, Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Hoesein, Zainal, Arifin, dan Arifuddin, 2017, Penetapan Pemilih Dalam Sistem Pemilihan Umum, Jakarta:RajaGrafindo.

No comments:

Post a Comment

Budaya Hukum Masyarakat Mengapa Masih Banyak Main Hakim Sendiri

Budaya hukum  Masyarakat: Mengapa Masih Banyak Main Hakim Sendiri Oleh : Clarista Anastasya Nafilah (D-35)  Abstrak Fenomena main hakim send...