Konstitusi vs Kebijakan Pemerintah Ketika Regulasi Bertentangan UUD
ABSTRAK
Wewenang hukum tertinggi dan landasan untuk menyusun pemerintahan Indonesia serta membuat undang-undang dan peraturan adalah konstitusi negara. Namun, pada kenyataannya, sering kali terdapat perbedaan antara praktik pemerintahan dan standar konstitusional yang diuraikan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dengan menggunakan analisis empiris dan hukum, artikel ini mengeksplorasi fenomena konflik ini, dengan menggunakan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai ilustrasi khusus. Kurangnya pemahaman tentang konsep ketatanegaraan, dominannya kepentingan politik-ekonomi, kurangnya partisipasi publik, dan prosedur perundang-undangan yang tidak tepat diidentifikasi sebagai penyebab utama konflik antara peraturan dan konstitusi. Pergumulan ini mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat, ketidakpastian hukum, dan menurunnya legitimasi pemerintahan. Pentingnya peran lembaga negara, khususnya Mahkamah Konstitusi, dalam menegakkan supremasi konstitusi ditegaskan dalam artikel ini, yang juga mengusulkan langkah-langkah preventif seperti pendidikan ketatanegaraan, reformasi legislatif, dan penguatan sistem pengujian hukum. Negara hukum yang demokratis dan adil dapat dicapai dengan menjadikan konstitusi sebagai sumber utama pedoman bagi semua kebijakan publik.
ABSTRACT
The highest legal authority and basis for organizing the Indonesian government and making laws and regulations is the country's constitution. However, in reality, there are often differences between government practices and constitutional standards outlined in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (UUD 1945). Using empirical and legal analysis, this article explores this conflict phenomenon, using the Job Creation Law as a specific illustration. Lack of understanding of the concept of constitutionality, the dominance of political-economic interests, lack of public participation, and inappropriate legislative procedures are identified as the main causes of the conflict between regulations and the constitution. This struggle results in public dissatisfaction, legal uncertainty, and declining government legitimacy. The importance of the role of state institutions, especially the Constitutional Court, in upholding the supremacy of the constitution is emphasized in this article, which also proposes preventive measures such as constitutional education, legislative reform, and strengthening the legal testing system. A democratic and just state based on law can be achieved by making the constitution the main source of guidance for all public policies.
PENDAHULUAN
Landasan dari seluruh struktur hukum dan pemerintahan suatu negara adalah konstitusinya, yang merupakan peraturan perundang-undangan yang paling mendasar. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) berfungsi sebagai kerangka utama untuk menetapkan dan melaksanakan sejumlah undang-undang, peraturan, dan persyaratan hukum lainnya di Indonesia. Namun, pada kenyataannya, sering kali terdapat perbedaan antara persyaratan UUD 1945 dan kebijakan pemerintah. Ada sejumlah konsekuensi hukum dan sosial dari ketidaksepakatan ini yang memerlukan pertimbangan yang cermat.
Masalah ini menjadi lebih penting dalam konteks dinamika politik dan hukum kontemporer, di mana pemerintah dipaksa untuk membuat keputusan dengan cepat, sering kali dengan mengorbankan norma-norma konstitusional, karena cepatnya perubahan sosial dan ekonomi. Demokrasi, keadilan, dan kepastian hukum semuanya terancam ketika kebijakan pemerintah tidak lagi sejalan dengan prinsip-prinsip konstitusional. Dengan demikian, penting untuk melihat lebih dekat bagaimana dan mengapa konflik ini muncul serta solusi potensial untuk mempertahankan keutamaan konstitusi dalam menghadapi perubahan kebijakan.
PEMBAHASAN
Konsitusi Sebagai Hukum Tertinggi
Sebagai hukum tertinggi, konstitusi memegang peranan penting dalam struktur politik suatu negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) merupakan dokumen tertulis yang mengatur susunan pemerintahan negara, pembagian kewenangan, dan landasan hukum bagi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Pedoman dasar pengelolaan negara tertuang dalam konstitusi, yang juga memberikan kewenangan dan membatasi penggunaannya oleh lembaga pemerintah serta memastikan bahwa hak-hak individu dilindungi dari perilaku yang tidak wajar. Oleh karena itu, semua kebijakan dan peraturan pemerintah harus mematuhi dan tidak bertentangan dengan konstitusi yang menempati kedudukan tertinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 semakin menegaskan tentang supremasi konstitusi dengan menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, artinya kekuasaan pemerintahan harus digunakan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh konstitusi. Oleh karena itu, konstitusi berfungsi sebagai landasan hukum utama sekaligus alat untuk mengawasi kewenangan pemerintahan agar sesuai dengan cita-cita demokrasi dan hak asasi manusia. Sebagai lembaga yang melindungi konstitusi, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945 dan memastikan bahwa semua produk hukum mematuhinya.
Karakteristik utama konstitusi sebagai hukum tertinggi, antara lain:
1. Landasan pada pembatas kekuasaan: Selain menjamin hak-hak warga negara, Konstitusi membatasi kekuatan pemerintah untuk tidak sewenang-wenang.
2. Norma yang lebih luas dan kuat: Konstitusi menjadi lebih stabil dan tidak mudah diubah karena memuat aturan umum yang menjadi dasar bagi seluruh peraturan perundang-undangan lainnya. Perubahan konstitusi memerlukan proses yang lebih rumit dan biaya yang lebih besar daripada perubahan undang-undang biasa.
3. Mengalahkan hukum yang lainnya: Jika konstitusi dan peraturan lain bertentangan, konstitusi harus diutamakan. Bahkan dalam kasus konflik biasa, konstitusi mengalahkan hukum internasional.
Fungsi Utama Konstitusi
1. Memberikan landasan hukum: Konstitusi berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi yang mengatur bagaimana pemerintah beroperasi dan menjadi dasar bagi peraturan perundang-undangan yang dibuat di bawahnya.
2. Sebagai identitas nasional dan simbol persatuan: Konstitusi juga berfungsi sebagai undang-undang nasional yang menunjukkan persatuan dan identitas bangsa.
3. Mengatur hubungan antara pemerintah dan rakyat: Konstitusi menetapkan hak dan kewajiban pemerintah dan warga negara dalam hubungan mereka.
4. Melindungi hak asasi manusia: Dengan hak-hak dasar seperti kebebasan berpendapat, hak atas pendidikan, dan hak hidup yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi, warga negara memiliki landasan hukum yang kuat untuk menuntut hak-haknya untuk dipenuhi.
5. Membatasi dan mengawasi kekuasaaan pemerintahan: Konstitusi yang membatasi kewenangan lembaga negara dan menetapkan sistem pengawasan dan keseimbangan antara cabang kekuasaan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan atau tindakan sewenang-wenang pemerintah.
6. Menetapkan proses perubahan hukum: Konstitusi mengatur perubahan (amendemen) terhadap dirinya sendiri dengan aturan ketat dan persetujuan luas.
Kebijakan Pemerintah: Implementasi dan Tantangan
Kebijakan pemerintah adalah alat utama untuk memasukkan ketentuan konstitusi ke dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dalam prosesnya, kebijakan pemerintah seringkali dihadapkan pada dinamika yang kompleks dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Tidak jarang kebijakan pemerintah menyimpang atau bahkan melanggar prinsip-prinsip konstitusi.
Berikut, tantangan utama dalam mengimplementasi sebuah kebijakan pemerintah yang sejalan dengan konstitusi antara lain:
1. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan: Praktek korupsi pada kalangan pejabat pemerintah sangat menghambat pelaksanaan konstitusi dan menghasilkan kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat.
2. Pengaruh politik: Kepentingan atau dominasi partai politik sering memengaruhi kebijakan publik, bahkan dapat menyebabkan kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi.
3. Kurangnya partisipasi publik: Jika masyarakat tidak terlibat dalam proses pembuatan kebijakan, kebijakan yang dibuat bisa saja tidak mencerminkan dari aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta prinsip-prinsip konstitusi.
Ketegangan antara Konstitusi dengan Kebijakan Pemerintah
Berbagai bentuk konflik antara konstitusi dan kebijakan pemerintah termasuk:
1. Pembuatan undang-undang yang brtentangan dengan UUD 1945: Misalnya, jika pemerintah dan DPR telah menetapkan undang-undang yang secara tidak proporsional dan membatasi hak-hak dasar warga negaranya, undang-undang tersebut dapat dianggap bertentangan dengan konstitusi.
2. Kebijakan administratif yang diskriminatif: Selain itu, kebijakan pemerintah yang sangat tidak adil atau melanggar keadilan sosial dapat dianggap melanggar konstitusi.
3. Peraturan pemerintah yang melebihi kewenangan: Contoh lain adalah ketika peraturan pemerintah menggantikan kewenangan legislatif. Hal ini terjadi dalam perdebatan seputar Pasal 170 RUU Cipta Kerja, di mana pemerintah diberi kewenangan untuk mengubah undang-undang melalui peraturan, yang secara terang-terangan bertentangan dengan Pasal 20 UUD 1945.
Mekanisme penyelesaian konflik: Judicial Review
Sistem hukum Indonesia memiliki mekanisme peninjauan kembali untuk menyelesaikan perselisihan antara kebijakan pemerintah dan konstitusi, dengan sistem hukum Indonesia yang telah menyediakan mekanisme judicial review:
1. Mahkamah Konstitusi (MK): Berwenang untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Dan MK dapat membatalkannya jika dianggap bertentangan dengan konstitusi.
2. Mahkamah Agung (MA): Berwenang untuk menguji peraturan di bawah naungan undang-undang (seperti Peraturan Pemerintah, Perpres, Permen) terhadap undang-undang dan UUD 1945.
Proses peninjauan hukum yang dapat memastikan supremasi konstitusi dan membatalkan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan konstitusi.
Ketidaksesuaian Regulasi dan UUD: Studi Kasus
Beberapa kasus telah menunjukkan bagaimana jika kebijakan pemerintah atau undang-undang yang telah disahkan DPR menentang dengan UUD 1945. Misalnya, Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) telah menjadi subjek kontroversi dan gugatan konstitusional karena dianggap mengabaikan prinsip-prinsip dasar UUD, seperti hak atas pekerjaan yang layak dan perlindungan lingkungan hidup.
Menurut Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, UU Cipta Kerja tidak konstitusional karena tidak sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang diatur dalam Konstitusi dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ini menunjukkan bahwa MK dapat membatalkan kebijakan karena ketidaksesuaian antara kebijakan dan konstitusi.
Penyebab Terjadinya Adanya Pertentangan
Terdapat beberapa faktor adanya yang menyebabkan terjadinya pertentangan antara kebijakan pemerintah dan konstitusi:
1. Kurang adanya pemahaman terhadap konstitusi: Para pembuat kebijakan mungkin tidak akan memahami secara menyeluruh tentang aturan konstitusional.
2. Kepentingan Politik dan Ekonomi: Kepentingan politik atau adanya tekanan dari suatu kelompok tertentu sering kali menentukan kebijakan, yang dapat bertentangan dengan prinsip konstitusi.
3. Lemahnya Partisipasi Publik: Proses legislatif yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara luas atau terbuka, dapat menghasilkan undang-undang yang sangat bertentangan dengan UUD dan tidak menguntungkan semua orang.
4. Prosedur Legislasi yang Tidak Sesuai: Banyaknya peraturan yang telah disahkan tanpa mengikuti prosedur formal yang telah ditetapkan, yang dapat menyebabkan cacat secara formal dan materil.
Implikasi dalam hukum dan sosial
Secara hukum, perselisihan yang terjadi antara kebijakan pemerintah dan UUD memiliki dampak yang negatif. Secara hukum, MK dapat membatalkan kebijakan atau undang-undang yang bertentangan dengan UUD melalui uji materiil. Ketidakpastian hukum ini merugikan investor dan masyarakat.
Secara sosial, kebijakan yang sangat bertentangan dengan konstitusi dapat menyebabkan ketidakpuasan pada publik, protes sosial, serta penurunan kepercayaan kepada pemerintah. Contohnya, gelombang demonstrasi yang menentang UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa masyarakat sangat sensitif terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan tidak konstitusional.
Peran pada lembaga negara
Beberapa lembaga negara dapat bertanggung jawab secara signifikan untuk memastikan bahwa kebijakan sesuai dengan konstitusi:
1. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR): Memiliki tanggung jawab untuk membuat undang-undang yang selaras dengan konstitusi.
2. Presiden: Sebagai kepala negara dan pemerintahan, presiden harus memastikan bahwa kebijakan eksekutif tidak melanggar konstitusi.
3. Mahkamah Konstitusi (MK) : Jika undang-undang dianggap inkonstitusional, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkannya.
4. Mahkamah Agung (MA): Mahkamah Agung telah memastikan bahwa peraturan yang dibuat oleh undang-undang harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pencegahan dan Penanganan
Untuk menghindari konflik antara kebijakan dan UUD, beberapa tindakan penting harus dilakukan:
1. Pendidikan Konstitusi: Meningkatkan pemahaman konstitusi bagi masyarakat umum dan pembuat kebijakan.
2. Pendidikan Konstitusi: Meningkatkan pemahaman konstitusi bagi masyarakat umum dan pembuat kebijakan.
3. Transparansi dan Partisipasi Publik: Menggalakkan proses legislatif yang transparan yang melibatkan semua bagian masyarakat.
4. Penguatan Sistem Uji Materiil: Meningkatkan tanggung jawab MK untuk mengawasi konstitusi.
5. Reformasi Prosedural: memastikan bahwa setiap peraturan dibuat secara sah dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
KESIMPULAN:
Konstitusi adalah dasar dari seluruh kehidupan bernegara. Ketika kebijakan pemerintah bertentangan dengan konstitusi, bukan hanya supremasi hukum yang terancam, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap institusi negara. Selain itu, inkonsistensi antara kebijakan dan konstitusi akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan masyarakat, dunia usaha, dan keberlangsungan demokrasi itu sendiri. Pemerintah dan pembuat undang-undang harus menjadikan konstitusi sebagai titik tolak dan rujukan utama dalam setiap pembuatan kebijakan. Tidak cukup hanya mematuhi prosedur hukum, tetapi juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai substansial yang terkandung dalam UUD 1945 seperti keadilan sosial, perlindungan hak asasi manusia, dan partisipasi publik yang bermakna.
SARAN:
1. Peningkatan literasi konstitusi di kalangan pejabat publik, aparat penegak hukum, dan masyarakat luas melalui pendidikan formal dan informal.
2. Penguatan peran Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi tidak hanya dalam uji materiil, tetapi juga dalam memberikan tafsir konstitusional yang progresif.
3. Penerapan prinsip checks and balances secara efektif antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar tidak ada satu lembaga pun yang bertindak melebihi kewenangannya.
4. Peningkatan transparansi dalam proses legislasi agar publik dapat terlibat secara aktif dan substansial dalam setiap tahapan pembentukan peraturan.
5. Revisi atau pembatalan terhadap kebijakan yang terbukti bertentangan dengan konstitusi harus segera dilakukan sebagai bentuk komitmen terhadap supremasi hukum.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan negara akan menjadi demokratis, adil, dan berkeadaban dengan pemerintah menjalankan kekuasaan secara sah dan sesuai dengan semangat dan isi konstitusi.
Pusdik Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (n.d.). Konstitusi dan Konstitusionalisme.
Ali Akbar, Tasdin Tahrim, & Emy Yunita Rahma Pratiwi. (2022). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Yuliandri. (n.d.). Konstitusi dan konstitusionalisme. Pusdik Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Kusuma, F. A., Apriliani, D., Tania, R., Febriyanti, S., & Rozalia. (2024). Analisis Peran Konstitusi Dalam Sistem Hukum Tata Negara. Law and Justice Journal, 3(1), 1-15.
Pusat Pendidikan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (n.d.). Konstitusi dan Konstitusionalisme.
No comments:
Post a Comment