Friday, May 30, 2025

D33 SISTEM PERADILAN ANAK SUDAHKAN RAMAH GENERASI MUDA

 

Abstrak
Sistem peradilan pidana anak di Indonesia mengalami reformasi signifikan sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Undang-undang ini menekankan pendekatan restoratif dan diversi sebagai strategi utama untuk melindungi hak anak dalam proses hukum. Namun, dalam praktiknya, masih ditemukan tantangan besar, termasuk diskriminasi, kurangnya fasilitas ramah anak, serta stigma sosial terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana sistem ini telah ramah terhadap generasi muda, mengulas pelaksanaan UU SPPA, serta memberikan saran konkret untuk perbaikan. Pendekatan kualitatif digunakan melalui studi literatur dan telaah kasus.

Kata Kunci: peradilan anak, ramah anak, diversi, UU SPPA, keadilan restoratif

Pendahuluan
Anak-anak adalah masa depan bangsa dan berhak atas perlindungan hukum yang adil dan manusiawi. Namun, ketika mereka berhadapan dengan hukum, sering kali perlakuan yang diterima tidak mencerminkan pendekatan yang sesuai dengan usia dan kondisi psikologis mereka. Seiring perkembangan sistem hukum di Indonesia, muncul dorongan untuk membentuk sistem peradilan pidana anak yang lebih ramah terhadap perkembangan dan masa depan anak.

Salah satu tonggak penting adalah lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang menggantikan pendekatan represif dengan pendekatan restoratif. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk menjamin hak-hak anak, menghindari pemenjaraan sebagai hukuman utama, serta mengedepankan prinsip diversi sejak tahap penyidikan.

Permasalahan
Walaupun secara normatif sistem hukum anak telah mengalami reformasi, namun sejumlah persoalan tetap menjadi penghambat terciptanya sistem yang benar-benar ramah anak:

Diskriminasi dalam Penegakan Hukum
Masih ditemukan perlakuan berbeda antara anak dari keluarga miskin dan kaya dalam proses hukum, termasuk dalam hal akses bantuan hukum.

Kurangnya Sarana dan Prasarana Ramah Anak
Fasilitas seperti ruang tahanan khusus anak, ruang pemeriksaan, dan layanan psikososial sering kali tidak tersedia atau belum memenuhi standar yang ditetapkan.

Minimnya Pemahaman Aparat Penegak Hukum
Banyak aparat penegak hukum, termasuk polisi dan jaksa, belum sepenuhnya memahami konsep keadilan restoratif dan diversi.

Stigma Sosial terhadap Anak yang Pernah Berhadapan dengan Hukum
Anak yang sudah menyelesaikan proses hukum masih menghadapi stigma dari masyarakat yang berdampak negatif terhadap reintegrasi sosial mereka.

Pembahasan
1. Dasar Hukum dan Prinsip SPPA
UU SPPA menegaskan bahwa pendekatan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) harus bersifat restoratif, bukan semata-mata retributif. Prinsip utama UU ini antara lain:

Diversi: penyelesaian di luar proses peradilan

Non-pemenjaraan sebagai langkah terakhir

Perlakuan manusiawi dan adil terhadap anak

2. Diversi sebagai Alternatif Pemidanaan
Diversi merupakan upaya penyelesaian perkara anak di luar proses peradilan formal, yang melibatkan korban, pelaku, keluarga, dan pihak terkait. Diversi dapat dilakukan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Namun, tantangan utama dalam penerapan diversi adalah:

Belum semua aparat memahami atau mendukung diversi

Kurangnya fasilitator yang kompeten

Tidak semua kasus memenuhi syarat diversi (misalnya kejahatan berat)

3. Kelembagaan dan Peran Lembaga Perlindungan Anak
Banyak lembaga seperti Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) belum memenuhi standar internasional. Perlu ada sinergi antar lembaga seperti Komnas Perlindungan Anak, Bapas, dan LPKA dalam pemulihan anak.

4. Implementasi Nyata di Berbagai Daerah
Implementasi sistem ini bervariasi antar daerah. Di kota-kota besar, penerapan diversi lebih lancar karena tersedianya sumber daya. Sebaliknya, di daerah terpencil, sering kali anak langsung ditahan tanpa alternatif.

Contoh kasus positif:

Diversi di Yogyakarta: keberhasilan mengembalikan anak ke lingkungan sosial tanpa stigma
Contoh kasus negatif:

Penahanan anak di Papua tanpa pendamping hukum

5. Keterlibatan Masyarakat dan Sekolah
Sekolah dan masyarakat memegang peran penting dalam reintegrasi anak pasca proses hukum. Masih minimnya program sekolah ramah anak yang mengakomodasi anak ABH menjadi sorotan.

Kesimpulan
Sistem peradilan pidana anak di Indonesia telah mengarah ke arah yang lebih progresif dan ramah anak melalui UU SPPA dan berbagai mekanisme seperti diversi dan keadilan restoratif. Namun, praktiknya masih jauh dari ideal. Masih ada banyak anak yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, tidak mendapatkan bantuan hukum yang layak, serta mengalami stigma sosial yang menghambat masa depan mereka.

Saran
Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum
Perlu pelatihan dan sertifikasi berkala bagi polisi, jaksa, dan hakim tentang pendekatan peradilan restoratif.

Pembangunan Fasilitas yang Memadai
Pemerintah pusat dan daerah harus berkomitmen menyediakan ruang tahanan, ruang pemeriksaan, dan pusat rehabilitasi anak yang layak.

Peran Aktif Sekolah dan Komunitas
Sekolah perlu dilatih untuk mendampingi dan menerima kembali anak-anak yang telah menyelesaikan proses hukum.

Evaluasi Berkala dan Reformasi Berkelanjutan
Evaluasi sistem SPPA perlu dilakukan secara berkala untuk menjamin kesesuaian dengan perkembangan sosial dan hak anak.

Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (2023). Laporan Tahunan.

UNICEF Indonesia. (2022). Child Justice System Reform in Indonesia.

Idrus, M. (2020). Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta: Prenadamedia.

Badan Pembinaan Hukum Nasional. (2021). Pedoman Diversi dalam Penanganan Anak.

Sulaeman, R. (2022). “Evaluasi Pelaksanaan Diversi dalam SPPA.” Jurnal Hukum & HAM, 14(2), 155–172.

No comments:

Post a Comment

Wawasan Nusantara dan Perubahan Iklim: Tenggelamnya Pulau-Pulau Kecil

 Haekal Fahmi D47 Wawasan Nusantara dan Perubahan Iklim: Tenggelamnya Pulau-Pulau Kecil Abstrak Perubahan iklim global menjadi ancaman nyata...