Fahlevi Vici Febriyani (D20)
ABSTRAK
Kewajiban bela negara merupakan tanggung jawab setiap warga negara dalam mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari berbagai ancaman. Namun, di era damai dan globalisasi saat ini, muncul pertanyaan mengenai relevansi kewajiban bela negara. Penelitian ini mengkaji permasalahan yang menyebabkan berkurangnya pemahaman dan semangat bela negara, serta menguraikan bentuk-bentuk bela negara yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan pendekatan multidimensi, penelitian ini menunjukkan bahwa kewajiban bela negara tetap relevan dan perlu dipahami secara lebih luas, meliputi aspek pendidikan, ekonomi, teknologi, dan sosial budaya. Implementasi bela negara yang adaptif dan kontekstual sangat penting untuk menjaga persatuan dan kedaulatan bangsa menghadapi ancaman modern. Oleh karena itu, peran pemerintah, institusi pendidikan, media, dan masyarakat sangat vital dalam memperkuat kesadaran bela negara di era damai.
KATA KUNCI: Kewajiban bela negara, era damai, nasionalisme, ancaman non-fisik, partisipasi warga negara
PENDAHULUAN
Kewajiban bela negara adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap warga negara untuk mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa dari berbagai ancaman, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Konsep ini sudah menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah Indonesia sejak masa perjuangan kemerdekaan, di mana seluruh rakyat tergerak untuk melawan penjajah demi kemerdekaan bangsa. Dalam konteks hukum, kewajiban bela negara tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
Seiring perkembangan zaman, bentuk ancaman terhadap negara tidak lagi hanya berupa serangan militer secara langsung, tetapi juga muncul ancaman-ancaman baru yang lebih kompleks, seperti ancaman ideologi, terorisme, disinformasi, serangan siber, serta tekanan ekonomi dan budaya asing. Kondisi ini menuntut perubahan cara pandang terhadap konsep bela negara, dari yang dulunya dianggap hanya sebagai tugas fisik militer menjadi tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat dalam menjaga keutuhan bangsa.
Namun demikian, di era damai seperti sekarang, muncul pertanyaan penting di tengah masyarakat dan akademisi: “Masih relevankah kewajiban bela negara di era damai?” Beberapa kalangan beranggapan bahwa kewajiban ini mulai kehilangan maknanya karena tidak ada ancaman militer yang nyata, sedangkan sebagian lain melihat kewajiban bela negara tetap penting sebagai upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Fenomena ini menarik untuk dikaji secara mendalam agar pemahaman terhadap bela negara dapat diperbaharui dan disesuaikan dengan kondisi dan tantangan zaman saat ini.
PERMASALAHAN
Di era damai saat ini, sejumlah permasalahan yang muncul menyebabkan menurunnya efektivitas dan semangat pelaksanaan kewajiban bela negara. Salah satu permasalahan utama adalah kurangnya pemahaman yang komprehensif di masyarakat tentang arti dan makna bela negara yang sesungguhnya. Banyak warga negara, khususnya generasi muda, beranggapan bahwa bela negara identik dengan aktivitas militer atau pelatihan yang bersifat formal dan kaku, seperti wajib militer atau latihan dasar militer. Pemahaman yang sempit ini menyebabkan mereka tidak melihat kaitan antara bela negara dengan kehidupan sehari-hari, sehingga kewajiban ini dirasa kurang relevan (Wahyudi, 2022).
Selain itu, pendidikan bela negara selama ini masih bersifat normatif dan cenderung mengutamakan aspek teori tanpa mengaitkannya dengan realitas kehidupan modern. Materi pembelajaran bela negara belum terintegrasi secara efektif dalam kurikulum pendidikan formal maupun non-formal yang dapat menarik minat peserta didik. Kurangnya inovasi dalam metode pembelajaran, termasuk minimnya pemanfaatan teknologi digital sebagai media edukasi, membuat pembelajaran bela negara kurang berdampak (Nugroho, 2021).
Globalisasi yang pesat membawa arus budaya dan nilai-nilai asing yang masuk tanpa filter ke dalam masyarakat Indonesia. Fenomena ini berpotensi mengikis rasa nasionalisme dan solidaritas sosial. Banyak generasi muda yang cenderung mengadopsi budaya asing secara berlebihan sehingga mengurangi identifikasi mereka terhadap budaya dan nilai-nilai bangsa sendiri. Sikap individualistis dan hedonistik juga semakin marak di kalangan masyarakat, sehingga nilai-nilai kolektivitas dan tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bela negara mulai tergerus (Sukma, 2020).
Permasalahan lain yang signifikan adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap ancaman non-militer yang bersifat modern, seperti serangan siber, penyebaran hoaks, radikalisme digital, serta manipulasi informasi yang dapat memecah belah bangsa. Meskipun ancaman ini sangat berbahaya, namun edukasi dan kampanye tentang ancaman tersebut masih sangat minim dan belum mendapatkan perhatian serius dari banyak kalangan. Akibatnya, masyarakat belum siap secara mental dan intelektual dalam menghadapi tantangan ini (Siregar, 2020).
Terakhir, kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam upaya bela negara juga menjadi permasalahan tersendiri. Banyak individu yang hanya menuntut hak tanpa menjalankan kewajibannya secara seimbang. Sikap apatis dan tidak peduli terhadap isu-isu kebangsaan serta lemahnya kesadaran kolektif terhadap pentingnya mempertahankan kedaulatan dan keutuhan bangsa memperlemah implementasi kewajiban bela negara secara menyeluruh (Wahyudi, 2022).
PEMBAHASAN
Kewajiban bela negara di era modern harus dipahami dalam konteks yang lebih luas dan dinamis. Bela negara bukan hanya soal angkat senjata atau pelatihan militer, melainkan mencakup seluruh tindakan aktif warga negara dalam menjaga kedaulatan, stabilitas, dan persatuan bangsa dari berbagai ancaman, baik fisik maupun non-fisik. Di zaman sekarang, ancaman tidak hanya datang dari agresi militer langsung, melainkan juga berupa serangan siber, penyebaran disinformasi, radikalisme digital, hingga pengaruh budaya asing yang dapat mengikis nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, konsep bela negara harus diperluas agar dapat merespons tantangan global yang semakin kompleks dan beragam (Siregar, 2020).
Pendidikan menjadi kunci utama dalam menanamkan kesadaran bela negara. Namun, pendidikan bela negara saat ini masih cenderung bersifat teoritis dan formal, kurang menyentuh aspek aplikatif yang dekat dengan kehidupan sehari-hari generasi muda. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk merevitalisasi kurikulum dengan memasukkan nilai-nilai kebangsaan yang terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran serta menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dan menarik, seperti pembelajaran berbasis proyek, simulasi, atau pemanfaatan teknologi digital. Dengan demikian, generasi muda tidak hanya memahami kewajiban bela negara secara teoritis, tetapi juga termotivasi untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata (Kusuma, 2023).
Selain pendidikan, setiap warga negara memiliki peran strategis dalam melaksanakan bela negara sesuai dengan kapasitas dan profesinya. Misalnya, seorang guru yang berdedikasi membentuk karakter generasi muda, seorang pegawai negeri yang bekerja dengan jujur menjaga integritas birokrasi, atau seorang warga yang aktif melestarikan budaya lokal turut berkontribusi dalam menjaga keutuhan dan identitas bangsa. Di era digital, peran warga juga dapat diwujudkan dalam menjaga keamanan informasi dan melawan penyebaran berita palsu melalui literasi digital yang baik. Dengan demikian, bela negara menjadi sikap hidup sehari-hari yang inklusif dan tidak terbatas pada aktivitas militer saja (Kusuma, 2023; Siregar, 2020).
Peran media massa dan teknologi komunikasi juga sangat penting dalam memperkuat semangat bela negara. Media sosial, televisi, radio, dan platform digital lainnya dapat digunakan sebagai sarana edukasi dan kampanye nasionalisme yang kreatif dan relevan bagi masyarakat, terutama generasi milenial dan Z. Melalui konten-konten yang menarik seperti video pendek, game edukatif, dan cerita sejarah perjuangan bangsa, nilai-nilai kebangsaan dapat disampaikan secara lebih efektif. Di sisi lain, literasi digital perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat menyaring informasi dengan bijak dan tidak mudah terprovokasi oleh hoaks atau propaganda yang berpotensi memecah belah bangsa (Rahmat, 2022).
Jika kewajiban bela negara diabaikan, implikasinya sangat berbahaya bagi ketahanan nasional. Lemahnya kesadaran bela negara dapat menyebabkan tergerusnya nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme, yang pada akhirnya menimbulkan keretakan sosial, konflik internal, dan memudahkan masuknya pengaruh negatif dari luar. Disintegrasi bangsa menjadi ancaman nyata jika persatuan dan kesatuan tidak dijaga secara konsisten. Oleh karena itu, penguatan bela negara merupakan upaya strategis untuk menjaga eksistensi dan kedaulatan bangsa dalam menghadapi tantangan yang terus berkembang (Sukma, 2020).
Secara keseluruhan, kewajiban bela negara tetap relevan bahkan semakin penting di era damai ini. Bentuk dan cara pelaksanaannya memang harus disesuaikan dengan konteks zaman yang berubah, tetapi semangat dan tujuan utamanya adalah menjaga bangsa tetap bersatu dan kuat menghadapi berbagai ancaman. Peran pemerintah, lembaga pendidikan, media, dan seluruh lapisan masyarakat menjadi sangat penting dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya bela negara yang modern, adaptif, dan inklusif.
Kesimpulan
Kewajiban bela negara tetap relevan, bahkan semakin penting di era damai. Ancaman terhadap bangsa tidak lagi hanya berupa perang fisik, melainkan berkembang menjadi ancaman ideologis, budaya, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, konsep bela negara perlu dipahami secara lebih luas dan diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan mengedepankan kontribusi aktif dalam menjaga stabilitas nasional, bela negara dapat menjadi kekuatan kolektif untuk mempertahankan identitas dan kedaulatan bangsa di tengah dinamika global.
Saran
Agar semangat bela negara tidak luntur, diperlukan pendekatan yang adaptif dan kontekstual. Pemerintah perlu memperkuat pendidikan bela negara yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila dan karakter kebangsaan. Selain itu, media massa dan media sosial perlu dilibatkan dalam kampanye bela negara yang lebih kreatif dan relevan bagi generasi muda. Di sisi lain, setiap individu harus menyadari bahwa membela negara tidak harus dilakukan dengan senjata, melainkan melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan profesi dan peran sosialnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, R. A. (2023). Pendidikan Bela Negara dan Tantangan Era Global. Yogyakarta: Pilar Nusantara Press.
Nugroho, H. (2021). Globalisasi dan Nasionalisme di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rahmat, M. (2022). Literasi Digital dan Penguatan Ideologi Pancasila. Bandung: Literindo.
Siregar, F. (2020). Ancaman Siber dan Urgensi Ketahanan Nasional. Surabaya: Lintas Informasi.
Sukma, R. (2020). Relevansi Bela Negara di Era Modern. Jurnal Ketahanan Nasional, 25(1), 45–58.
Wahyudi, A. (2022). Krisis Nasionalisme Generasi Z? Jakarta: Forum Kajian Kebangsaan.