Wednesday, April 23, 2025

REFLEKSI NASIONALISME DI KALANGAN MILENIAL

 


Disusun Oleh: Fitri Handayani D14

Abstrak

Nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang menjadi fondasi penting dalam membangun identitas dan integritas suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, nasionalisme tidak hanya menjadi simbol persatuan, tetapi juga menjadi pilar utama dalam mempertahankan keutuhan negara yang multikultural. Namun, seiring perkembangan zaman, muncul tantangan baru terutama di kalangan generasi milenial yang hidup di era digital dan globalisasi. Generasi ini memiliki karakteristik unik: melek teknologi, berpikir kritis, serta memiliki akses luas terhadap informasi dan budaya global. Artikel ini bertujuan untuk merefleksikan sejauh mana nasionalisme masih tertanam dalam kehidupan generasi milenial serta menganalisis bentuk-bentuk baru dari nasionalisme yang mereka ekspresikan. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan studi pustaka, ditemukan bahwa nilai-nilai nasionalisme di kalangan milenial tidak hilang, tetapi mengalami transformasi. Bentuk-bentuk nasionalisme baru ini diwujudkan dalam berbagai cara, seperti kampanye media sosial, gerakan sosial komunitas, serta partisipasi dalam isu-isu kebangsaan secara kritis. Oleh karena itu, perlu strategi pendekatan baru dalam menanamkan nasionalisme yang relevan dengan perkembangan zaman dan karakteristik generasi milenial.

Kata Kunci: nasionalisme, milenial, identitas bangsa, media digital, pendidikan karakter.

 

Pendahuluan:

Nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang tumbuh dari kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan, cinta tanah air, dan kesediaan untuk membela negara. Dalam sejarah bangsa Indonesia, nasionalisme telah menjadi kekuatan penggerak utama dalam perjuangan melawan penjajahan dan dalam pembentukan identitas nasional yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Namun, perkembangan zaman membawa tantangan baru bagi nasionalisme, khususnya di kalangan generasi muda.

 

Generasi milenial, atau yang sering disebut sebagai digital natives, hidup dalam era revolusi industri 4.0 di mana teknologi digital menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang penuh keterbukaan informasi, interaksi lintas budaya, dan dinamika sosial yang cepat berubah. Ketersediaan informasi yang luas, kebebasan berekspresi, serta akses terhadap budaya luar yang semakin mudah, memberikan dampak signifikan terhadap cara pandang generasi milenial terhadap identitas nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah generasi milenial masih memiliki semangat nasionalisme seperti generasi sebelumnya? Ataukah semangat tersebut mulai luntur karena pengaruh globalisasi dan budaya populer dari luar negeri? Tentu saja, cara generasi milenial mengekspresikan nasionalisme tidak bisa disamakan dengan generasi sebelumnya. Namun, apakah transformasi ekspresi ini tetap mencerminkan esensi nasionalisme atau justru menjauh darinya?

Penelitian ini mencoba melihat bagaimana wajah nasionalisme generasi milenial dalam konteks kontemporer. Refleksi ini penting dilakukan agar nilai-nilai kebangsaan tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman. Pendidikan, media, keluarga, dan kebijakan pemerintah harus berjalan beriringan untuk memastikan bahwa nasionalisme tetap menjadi bagian dari identitas milenial, meskipun dalam bentuk yang mungkin berbeda dari sebelumnya.

Permasalahan

Seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi, nasionalisme mengalami berbagai bentuk dinamika, terutama di kalangan generasi milenial. Beberapa permasalahan pokok yang muncul antara lain:

  • Perubahan Pola Ekspresi Nasionalisme

Generasi milenial tidak lagi mengekspresikan nasionalisme secara formal seperti mengikuti upacara bendera, menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengenakan batik pada hari tertentu. Ekspresi mereka lebih fleksibel dan sering kali diwujudkan dalam bentuk aksi sosial digital, kritik terhadap pemerintah, atau kampanye sosial berbasis isu-isu kebangsaan. Perubahan ini menimbulkan perdebatan mengenai apakah bentuk nasionalisme yang mereka tunjukkan masih mencerminkan nilai-nilai asli nasionalisme.

  •  Pengaruh Budaya Global dan Media Sosial

Arus informasi yang begitu deras melalui internet dan media sosial membuat generasi milenial sangat mudah terpengaruh oleh budaya asing. Budaya populer dari negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, hingga Barat seringkali lebih dominan dalam keseharian mereka dibanding budaya lokal. Akibatnya, keterikatan terhadap budaya nasional dan simbol-simbol kebangsaan mengalami penurunan. 

  •  Kurangnya Keteladanan dan Pendidikan Karakter

Keteladanan dari tokoh masyarakat, pejabat publik, maupun pendidik dalam menerapkan nilai-nilai nasionalisme juga masih minim. Di sisi lain, pendidikan karakter yang seharusnya menjadi penguat rasa cinta tanah air sering kali belum terinternalisasi dengan baik di lingkungan sekolah maupun keluarga.

  •  Krisis Identitas Sosial dan Politik

Dalam konteks sosial-politik, generasi milenial sering kali berada dalam posisi skeptis. Mereka mudah mengkritik, tetapi juga mudah kecewa terhadap institusi negara yang dianggap tidak adil atau korup. Hal ini menimbulkan jarak emosional antara generasi muda dengan simbol-simbol kenegaraan, yang berpotensi melemahkan semangat nasionalisme.

Pembahasan

  • Transformasi Nasionalisme Milenial: Dari Tradisional ke Digital

Nasionalisme di era milenial tidak lagi bersifat simbolik dan seremonial seperti pada masa Orde Baru. Generasi ini cenderung mengekspresikan cinta tanah air melalui tindakan nyata, baik secara offline maupun online. Misalnya, kampanye digital untuk mendukung produk lokal, gerakan peduli lingkungan, donasi digital untuk daerah terdampak bencana, hingga kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil. Semua ini merupakan bentuk nasionalisme dalam wujud yang lebih kontekstual dan kritis. Hal ini menunjukkan bahwa nasionalisme tidak mati di kalangan milenial, melainkan bertransformasi. Mereka tidak menerima begitu saja ajakan nasionalisme tanpa kritik, melainkan menuntut integritas dan transparansi dari negara yang mereka cintai.

  •  Peran Media Digital sebagai Sarana Nasionalisme Baru

Media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan Twitter telah menjadi panggung utama generasi milenial dalam menyuarakan pendapat mereka tentang bangsa. Konten edukatif tentang sejarah nasional, perjuangan pahlawan, maupun keberagaman budaya Indonesia mulai banyak diproduksi oleh kreator konten muda. Fenomena ini membuka ruang baru bagi nasionalisme yang lebih dekat dengan gaya hidup milenial: visual, singkat, dan menghibur. Namun, di sisi lain, media digital juga menjadi ruang subur bagi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda asing. Jika tidak dibekali dengan literasi digital dan kebangsaan yang kuat, generasi milenial bisa tersesat dalam narasi yang menyesatkan dan menjauh dari semangat nasionalisme sejati.

  •  Nasionalisme dan Konsumsi Budaya Lokal

Salah satu dimensi penting dari nasionalisme generasi milenial dapat ditinjau melalui pilihan mereka terhadap produk dan budaya lokal. Dalam era globalisasi ini, budaya asing sangat mudah diakses dan seringkali mendominasi kehidupan sehari-hari, mulai dari makanan cepat saji, film luar negeri, hingga gaya hidup modern. Namun di sisi lain, muncul pula geliat kebangkitan minat terhadap produk dalam negeri dan budaya tradisional yang menunjukkan bahwa nasionalisme masih hidup, meskipun dalam bentuk yang lebih modern dan personal. Fenomena seperti tren kopi lokal, musik indie berbahasa Indonesia, film nasional yang menembus pasar global, hingga gerakan memakai produk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) merupakan contoh konkret dari bentuk nasionalisme kultural. Generasi milenial mulai menunjukkan kebanggaan terhadap identitas lokal mereka, dengan cara yang sesuai dengan gaya hidup mereka. Kampanye seperti “Cinta Produk Lokal” yang ramai di media sosial menjadi ruang bagi milenial untuk menyatakan nasionalismenya melalui konsumsi dan gaya hidup. Dukungan terhadap budaya lokal ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga memperkuat rasa kebangsaan. Melalui konsumsi budaya lokal, generasi muda ikut menjaga keberlanjutan warisan budaya sekaligus menunjukkan identitas kolektif sebagai bangsa Indonesia. Namun, agar hal ini terus tumbuh, diperlukan dukungan dari pemerintah dan pelaku industri kreatif untuk menyediakan akses, edukasi, dan promosi yang menarik dan relevan bagi kalangan milenial.

 

Nasionalisme di kalangan generasi milenial tidak dapat diukur dengan parameter lama yang kaku dan simbolis. Generasi ini hidup dalam realitas sosial yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang serba cepat, dinamis, dan dipenuhi oleh arus informasi yang masif dari berbagai penjuru dunia. Oleh karena itu, ekspresi nasionalisme yang mereka miliki cenderung bersifat cair, kontekstual, dan sering kali tidak kasatmata. Namun, ini bukan berarti bahwa rasa cinta tanah air dan kepedulian terhadap bangsa telah pudar. Justru, dalam banyak hal, nasionalisme generasi milenial mengalami redefinisi sesuai dengan perubahan zaman.

Salah satu perubahan paling menonjol adalah pergeseran dari ekspresi nasionalisme yang bersifat formal dan seremonial menjadi ekspresi yang lebih kritis, reflektif, dan digital. Generasi milenial cenderung menunjukkan rasa cinta tanah airnya melalui media sosial dan aktivitas digital lainnya. Dalam banyak kasus, mereka terlibat aktif dalam isu-isu nasional melalui kampanye online, petisi digital, serta konten-konten edukatif mengenai sejarah bangsa, budaya lokal, dan pentingnya persatuan. Mereka juga tidak segan untuk mengkritik pemerintah atau institusi negara jika dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Ini menandakan bahwa nasionalisme tidak lagi bersifat top-down, melainkan tumbuh dari kesadaran individual yang aktif dan partisipatif.

Kehadiran media digital turut menjadi instrumen penting dalam membentuk identitas nasional generasi ini. Akses mudah terhadap informasi memungkinkan milenial untuk lebih memahami konteks kebangsaan secara global dan lokal. Namun, di sisi lain, media digital juga membawa tantangan berupa paparan terhadap budaya asing yang dapat menggerus nilai-nilai lokal dan nasional jika tidak diimbangi dengan literasi yang memadai. Dalam konteks ini, nasionalisme milenial sangat bergantung pada kapasitas individu dalam memilih dan memilah informasi serta dalam membentuk opini yang sehat terhadap bangsanya sendiri. Oleh karena itu, literasi digital dan literasi kebangsaan menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan karakter nasionalisme era kini. Pendidikan juga memiliki peran vital dalam membentuk nasionalisme generasi muda. Sayangnya, sistem pendidikan formal masih sering kali terjebak dalam penyampaian materi kebangsaan yang bersifat normatif dan membosankan. Pendidikan sejarah, Pancasila, dan kewarganegaraan masih dipahami sebagai mata pelajaran hafalan, bukan sebagai proses pembentukan kesadaran kebangsaan yang reflektif dan relevan dengan kehidupan nyata. Padahal, jika disampaikan dengan pendekatan kontekstual dan partisipatif, nilai-nilai kebangsaan bisa tertanam lebih dalam. Misalnya, melalui diskusi isu-isu aktual, kunjungan ke situs bersejarah, proyek-proyek sosial berbasis komunitas, atau bahkan produksi konten kreatif bertema kebangsaan.

Di luar institusi formal, keluarga dan lingkungan sosial juga menjadi faktor penting dalam membentuk semangat nasionalisme. Sayangnya, dalam realitas masyarakat saat ini, banyak keluarga yang kurang menyadari pentingnya menanamkan nilai kebangsaan sejak dini. Banyak anak muda tumbuh tanpa pemahaman yang kuat mengenai sejarah perjuangan bangsa, nilai-nilai luhur budaya, serta pentingnya menjaga persatuan dalam keberagaman. Dalam konteks ini, peran keluarga sebagai tempat pertama dan utama pendidikan karakter sangat krusial. Keteladanan orang tua, cara mereka mencintai tanah air, menghargai perbedaan, serta menggunakan produk lokal dapat menjadi contoh konkret bagi anak-anak dan remaja. Sementara itu, pemerintah sebagai pemegang kebijakan strategis memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan ekosistem sosial-politik yang mendukung tumbuhnya nasionalisme di kalangan milenial. Program-program nasionalisme harus diarahkan ke kanal-kanal yang digemari anak muda, seperti media sosial, platform digital edukatif, maupun kegiatan komunitas berbasis aksi sosial. Misalnya, kampanye digital tentang pentingnya menjaga keragaman budaya Indonesia, pemberdayaan desa melalui teknologi, atau kolaborasi dengan influencer dan kreator konten untuk memproduksi konten bertema nasionalisme secara menarik. Kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah, pendidik, komunitas, media, dan keluarga—merupakan kunci dalam membangun nasionalisme yang berkelanjutan dan relevan di kalangan generasi milenial.

Dengan demikian, nasionalisme milenial bukanlah nasionalisme yang lemah atau hilang, melainkan nasionalisme yang sedang berproses dan mengalami adaptasi. Bentuk dan ekspresinya mungkin berbeda dari generasi sebelumnya, tetapi esensinya tetap sama: kepedulian terhadap bangsa, kesadaran akan identitas nasional, serta semangat untuk menjaga persatuan dan kedaulatan. Tantangannya kini adalah bagaimana semua pihak—baik negara maupun masyarakat—mampu menyesuaikan cara pendekatan dan narasi kebangsaan agar mampu menyentuh hati dan pikiran generasi muda masa kini.

Kesimpulan

Nasionalisme di kalangan generasi milenial Indonesia tidak sedang mengalami kemunduran, melainkan mengalami pergeseran bentuk dan cara ekspresi. Dalam dinamika sosial yang dipengaruhi oleh globalisasi, kemajuan teknologi, serta arus informasi yang tidak terbendung, generasi ini mengadaptasi nilai-nilai kebangsaan dengan pendekatan yang lebih fleksibel, kritis, dan digital. Rasa cinta tanah air kini tidak selalu diwujudkan melalui simbol-simbol formal atau kegiatan seremonial, tetapi muncul dalam bentuk partisipasi aktif di media sosial, keterlibatan dalam isu-isu sosial, hingga dukungan terhadap produk dan budaya lokal. Ini menandakan bahwa nasionalisme tetap hidup dalam diri milenial, hanya saja membutuhkan pembacaan yang lebih kontekstual dan terbuka terhadap perubahan zaman.

Namun demikian, tantangan besar masih membayangi, terutama dalam hal literasi kebangsaan, pendidikan karakter, dan keteladanan dari berbagai elemen masyarakat. Nasionalisme tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus dirawat dan dipupuk secara konsisten dalam lingkungan yang mendukung. Perlu adanya usaha kolektif dari semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, maupun komunitas, untuk memastikan bahwa nilai-nilai nasionalisme tetap relevan dan melekat dalam kehidupan generasi muda. Kesadaran akan pentingnya menjaga persatuan dalam keberagaman, menghargai warisan budaya, dan membangun bangsa secara kritis harus terus ditanamkan agar nasionalisme tidak sekadar menjadi slogan, tetapi menjadi sikap hidup yang nyata.

Saran

Agar nasionalisme di kalangan generasi milenial semakin kuat dan kontekstual, maka pendekatan terhadap penanaman nilai kebangsaan harus bersifat kreatif, partisipatif, dan sesuai dengan karakteristik zaman. Pemerintah perlu memanfaatkan media digital secara strategis untuk menyampaikan pesan-pesan kebangsaan dengan cara yang inspiratif dan membumi. Lembaga pendidikan diharapkan mampu mengembangkan metode pembelajaran yang mampu menyentuh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam memahami dan menghidupi nilai-nilai nasionalisme. Di sisi lain, keluarga sebagai unit pendidikan pertama dan utama juga harus berperan aktif dalam membentuk kepribadian nasionalis anak melalui teladan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih dari itu, penting untuk membangun ruang-ruang dialog dan aksi yang melibatkan generasi milenial secara langsung dalam persoalan bangsa. Keterlibatan mereka bukan hanya sebagai penerima kebijakan, tetapi sebagai mitra dalam pembangunan identitas kebangsaan yang baru—yang tidak hanya mengakar pada sejarah masa lalu, tetapi juga tumbuh di tengah realitas masa kini. Dengan demikian, nasionalisme tidak akan kehilangan makna, tetapi justru akan menemukan bentuknya yang baru dalam wajah generasi muda Indonesia.

 

DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, M. A. (2022). Peran media sosial dalam pembentukan nasionalisme digital generasi milenial. Jurnal Komunikasi dan Media Digital, 3(2), 45–58. https://doi.org/10.25077/jkmd.3.2.2022.45-58

Triyanto. (2019). Pendidikan karakter dan nasionalisme generasi milenial. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 24(3), 365–374. https://doi.org/10.24832/jpnk.v24i3.1234

Nasution, A. R. (2020). Nasionalisme milenial dalam era globalisasi: Studi reflektif terhadap semangat kebangsaan generasi muda. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 24(1), 15–28. https://doi.org/10.22146/jsp.50811

Kominfo. (2020). Literasi digital untuk Indonesia maju. Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Retrieved from https://www.kominfo.go.id

 

 


No comments:

Post a Comment

  Eka Tama Dzikrullah  D49 Wawasan Nusantara vs Globalisasi: Pertahankan Identitas Bangsa Abstrak Globalisasi membawa dampak besar dalam seg...