Nasionalisme
merupakan semangat kebangsaan yang menjadi fondasi penting dalam membangun
identitas dan integritas suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, nasionalisme
tidak hanya menjadi simbol persatuan, tetapi juga menjadi pilar utama dalam
mempertahankan keutuhan negara yang multikultural. Namun, seiring perkembangan
zaman, muncul tantangan baru terutama di kalangan generasi milenial yang hidup
di era digital dan globalisasi. Generasi ini memiliki karakteristik unik: melek
teknologi, berpikir kritis, serta memiliki akses luas terhadap informasi dan
budaya global. Artikel ini bertujuan untuk merefleksikan sejauh mana
nasionalisme masih tertanam dalam kehidupan generasi milenial serta
menganalisis bentuk-bentuk baru dari nasionalisme yang mereka ekspresikan.
Dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan studi pustaka, ditemukan bahwa
nilai-nilai nasionalisme di kalangan milenial tidak hilang, tetapi mengalami
transformasi. Bentuk-bentuk nasionalisme baru ini diwujudkan dalam berbagai
cara, seperti kampanye media sosial, gerakan sosial komunitas, serta
partisipasi dalam isu-isu kebangsaan secara kritis. Oleh karena itu, perlu
strategi pendekatan baru dalam menanamkan nasionalisme yang relevan dengan
perkembangan zaman dan karakteristik generasi milenial.
Kata Kunci:
nasionalisme, milenial, identitas bangsa, media digital, pendidikan karakter.
Pendahuluan:
Nasionalisme merupakan semangat
kebangsaan yang tumbuh dari kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan, cinta
tanah air, dan kesediaan untuk membela negara. Dalam sejarah bangsa Indonesia,
nasionalisme telah menjadi kekuatan penggerak utama dalam perjuangan melawan
penjajahan dan dalam pembentukan identitas nasional yang berlandaskan pada
Pancasila dan UUD 1945. Namun, perkembangan zaman membawa tantangan baru bagi
nasionalisme, khususnya di kalangan generasi muda.
Generasi milenial, atau yang sering
disebut sebagai digital natives, hidup dalam era revolusi industri 4.0 di mana
teknologi digital menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang penuh keterbukaan informasi, interaksi
lintas budaya, dan dinamika sosial yang cepat berubah. Ketersediaan informasi
yang luas, kebebasan berekspresi, serta akses terhadap budaya luar yang semakin
mudah, memberikan dampak signifikan terhadap cara pandang generasi milenial terhadap
identitas nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kondisi ini menimbulkan
pertanyaan: apakah generasi milenial masih memiliki semangat nasionalisme
seperti generasi sebelumnya? Ataukah semangat tersebut mulai luntur karena
pengaruh globalisasi dan budaya populer dari luar negeri? Tentu saja, cara
generasi milenial mengekspresikan nasionalisme tidak bisa disamakan dengan
generasi sebelumnya. Namun, apakah transformasi ekspresi ini tetap mencerminkan
esensi nasionalisme atau justru menjauh darinya?
Penelitian ini mencoba melihat
bagaimana wajah nasionalisme generasi milenial dalam konteks kontemporer.
Refleksi ini penting dilakukan agar nilai-nilai kebangsaan tetap hidup dan
relevan di tengah perkembangan zaman. Pendidikan, media, keluarga, dan kebijakan
pemerintah harus berjalan beriringan untuk memastikan bahwa nasionalisme tetap
menjadi bagian dari identitas milenial, meskipun dalam bentuk yang mungkin
berbeda dari sebelumnya.
Permasalahan
Seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi, nasionalisme mengalami berbagai bentuk dinamika, terutama di kalangan generasi milenial. Beberapa permasalahan pokok yang muncul antara lain:
- Perubahan Pola Ekspresi Nasionalisme
Generasi milenial tidak lagi mengekspresikan nasionalisme secara formal seperti mengikuti upacara bendera, menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengenakan batik pada hari tertentu. Ekspresi mereka lebih fleksibel dan sering kali diwujudkan dalam bentuk aksi sosial digital, kritik terhadap pemerintah, atau kampanye sosial berbasis isu-isu kebangsaan. Perubahan ini menimbulkan perdebatan mengenai apakah bentuk nasionalisme yang mereka tunjukkan masih mencerminkan nilai-nilai asli nasionalisme.
- Pengaruh Budaya Global dan Media Sosial
Arus informasi yang begitu deras melalui internet dan media sosial membuat generasi milenial sangat mudah terpengaruh oleh budaya asing. Budaya populer dari negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, hingga Barat seringkali lebih dominan dalam keseharian mereka dibanding budaya lokal. Akibatnya, keterikatan terhadap budaya nasional dan simbol-simbol kebangsaan mengalami penurunan.
- Kurangnya Keteladanan dan Pendidikan Karakter
Keteladanan dari tokoh masyarakat, pejabat publik, maupun pendidik dalam menerapkan nilai-nilai nasionalisme juga masih minim. Di sisi lain, pendidikan karakter yang seharusnya menjadi penguat rasa cinta tanah air sering kali belum terinternalisasi dengan baik di lingkungan sekolah maupun keluarga.
- Krisis Identitas Sosial dan Politik
Dalam konteks sosial-politik, generasi milenial sering kali berada dalam posisi skeptis. Mereka mudah mengkritik, tetapi juga mudah kecewa terhadap institusi negara yang dianggap tidak adil atau korup. Hal ini menimbulkan jarak emosional antara generasi muda dengan simbol-simbol kenegaraan, yang berpotensi melemahkan semangat nasionalisme.
Pembahasan
- Transformasi Nasionalisme Milenial: Dari Tradisional ke Digital
Nasionalisme di era milenial tidak lagi bersifat simbolik dan seremonial seperti pada masa Orde Baru. Generasi ini cenderung mengekspresikan cinta tanah air melalui tindakan nyata, baik secara offline maupun online. Misalnya, kampanye digital untuk mendukung produk lokal, gerakan peduli lingkungan, donasi digital untuk daerah terdampak bencana, hingga kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil. Semua ini merupakan bentuk nasionalisme dalam wujud yang lebih kontekstual dan kritis. Hal ini menunjukkan bahwa nasionalisme tidak mati di kalangan milenial, melainkan bertransformasi. Mereka tidak menerima begitu saja ajakan nasionalisme tanpa kritik, melainkan menuntut integritas dan transparansi dari negara yang mereka cintai.
- Peran Media Digital sebagai Sarana Nasionalisme Baru
Media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan Twitter telah menjadi panggung utama generasi milenial dalam menyuarakan pendapat mereka tentang bangsa. Konten edukatif tentang sejarah nasional, perjuangan pahlawan, maupun keberagaman budaya Indonesia mulai banyak diproduksi oleh kreator konten muda. Fenomena ini membuka ruang baru bagi nasionalisme yang lebih dekat dengan gaya hidup milenial: visual, singkat, dan menghibur. Namun, di sisi lain, media digital juga menjadi ruang subur bagi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda asing. Jika tidak dibekali dengan literasi digital dan kebangsaan yang kuat, generasi milenial bisa tersesat dalam narasi yang menyesatkan dan menjauh dari semangat nasionalisme sejati.
- Nasionalisme dan Konsumsi Budaya Lokal
Salah satu dimensi penting dari nasionalisme generasi milenial dapat ditinjau melalui pilihan mereka terhadap produk dan budaya lokal. Dalam era globalisasi ini, budaya asing sangat mudah diakses dan seringkali mendominasi kehidupan sehari-hari, mulai dari makanan cepat saji, film luar negeri, hingga gaya hidup modern. Namun di sisi lain, muncul pula geliat kebangkitan minat terhadap produk dalam negeri dan budaya tradisional yang menunjukkan bahwa nasionalisme masih hidup, meskipun dalam bentuk yang lebih modern dan personal. Fenomena seperti tren kopi lokal, musik indie berbahasa Indonesia, film nasional yang menembus pasar global, hingga gerakan memakai produk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) merupakan contoh konkret dari bentuk nasionalisme kultural. Generasi milenial mulai menunjukkan kebanggaan terhadap identitas lokal mereka, dengan cara yang sesuai dengan gaya hidup mereka. Kampanye seperti “Cinta Produk Lokal” yang ramai di media sosial menjadi ruang bagi milenial untuk menyatakan nasionalismenya melalui konsumsi dan gaya hidup. Dukungan terhadap budaya lokal ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga memperkuat rasa kebangsaan. Melalui konsumsi budaya lokal, generasi muda ikut menjaga keberlanjutan warisan budaya sekaligus menunjukkan identitas kolektif sebagai bangsa Indonesia. Namun, agar hal ini terus tumbuh, diperlukan dukungan dari pemerintah dan pelaku industri kreatif untuk menyediakan akses, edukasi, dan promosi yang menarik dan relevan bagi kalangan milenial.
Nasionalisme di kalangan generasi
milenial tidak dapat diukur dengan parameter lama yang kaku dan simbolis.
Generasi ini hidup dalam realitas sosial yang jauh berbeda dari generasi
sebelumnya. Mereka lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang serba cepat, dinamis,
dan dipenuhi oleh arus informasi yang masif dari berbagai penjuru dunia. Oleh
karena itu, ekspresi nasionalisme yang mereka miliki cenderung bersifat cair,
kontekstual, dan sering kali tidak kasatmata. Namun, ini bukan berarti bahwa
rasa cinta tanah air dan kepedulian terhadap bangsa telah pudar. Justru, dalam
banyak hal, nasionalisme generasi milenial mengalami redefinisi sesuai dengan
perubahan zaman.
Salah satu perubahan paling menonjol
adalah pergeseran dari ekspresi nasionalisme yang bersifat formal dan
seremonial menjadi ekspresi yang lebih kritis, reflektif, dan digital. Generasi
milenial cenderung menunjukkan rasa cinta tanah airnya melalui media sosial dan
aktivitas digital lainnya. Dalam banyak kasus, mereka terlibat aktif dalam
isu-isu nasional melalui kampanye online, petisi digital, serta konten-konten
edukatif mengenai sejarah bangsa, budaya lokal, dan pentingnya persatuan.
Mereka juga tidak segan untuk mengkritik pemerintah atau institusi negara jika
dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Ini menandakan bahwa
nasionalisme tidak lagi bersifat top-down, melainkan tumbuh dari kesadaran
individual yang aktif dan partisipatif.
Kehadiran media digital turut
menjadi instrumen penting dalam membentuk identitas nasional generasi ini.
Akses mudah terhadap informasi memungkinkan milenial untuk lebih memahami
konteks kebangsaan secara global dan lokal. Namun, di sisi lain, media digital
juga membawa tantangan berupa paparan terhadap budaya asing yang dapat
menggerus nilai-nilai lokal dan nasional jika tidak diimbangi dengan literasi
yang memadai. Dalam konteks ini, nasionalisme milenial sangat bergantung pada
kapasitas individu dalam memilih dan memilah informasi serta dalam membentuk
opini yang sehat terhadap bangsanya sendiri. Oleh karena itu, literasi digital
dan literasi kebangsaan menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam
pembangunan karakter nasionalisme era kini. Pendidikan juga memiliki peran
vital dalam membentuk nasionalisme generasi muda. Sayangnya, sistem pendidikan
formal masih sering kali terjebak dalam penyampaian materi kebangsaan yang
bersifat normatif dan membosankan. Pendidikan sejarah, Pancasila, dan
kewarganegaraan masih dipahami sebagai mata pelajaran hafalan, bukan sebagai
proses pembentukan kesadaran kebangsaan yang reflektif dan relevan dengan
kehidupan nyata. Padahal, jika disampaikan dengan pendekatan kontekstual dan
partisipatif, nilai-nilai kebangsaan bisa tertanam lebih dalam. Misalnya,
melalui diskusi isu-isu aktual, kunjungan ke situs bersejarah, proyek-proyek
sosial berbasis komunitas, atau bahkan produksi konten kreatif bertema
kebangsaan.
Di luar institusi formal, keluarga
dan lingkungan sosial juga menjadi faktor penting dalam membentuk semangat
nasionalisme. Sayangnya, dalam realitas masyarakat saat ini, banyak keluarga
yang kurang menyadari pentingnya menanamkan nilai kebangsaan sejak dini. Banyak
anak muda tumbuh tanpa pemahaman yang kuat mengenai sejarah perjuangan bangsa,
nilai-nilai luhur budaya, serta pentingnya menjaga persatuan dalam keberagaman.
Dalam konteks ini, peran keluarga sebagai tempat pertama dan utama pendidikan
karakter sangat krusial. Keteladanan orang tua, cara mereka mencintai tanah
air, menghargai perbedaan, serta menggunakan produk lokal dapat menjadi contoh
konkret bagi anak-anak dan remaja. Sementara itu, pemerintah sebagai pemegang
kebijakan strategis memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan ekosistem
sosial-politik yang mendukung tumbuhnya nasionalisme di kalangan milenial.
Program-program nasionalisme harus diarahkan ke kanal-kanal yang digemari anak
muda, seperti media sosial, platform digital edukatif, maupun kegiatan
komunitas berbasis aksi sosial. Misalnya, kampanye digital tentang pentingnya
menjaga keragaman budaya Indonesia, pemberdayaan desa melalui teknologi, atau
kolaborasi dengan influencer dan kreator konten untuk memproduksi konten
bertema nasionalisme secara menarik. Kolaborasi lintas sektor—antara
pemerintah, pendidik, komunitas, media, dan keluarga—merupakan kunci dalam
membangun nasionalisme yang berkelanjutan dan relevan di kalangan generasi
milenial.
Dengan demikian, nasionalisme
milenial bukanlah nasionalisme yang lemah atau hilang, melainkan nasionalisme
yang sedang berproses dan mengalami adaptasi. Bentuk dan ekspresinya mungkin
berbeda dari generasi sebelumnya, tetapi esensinya tetap sama: kepedulian
terhadap bangsa, kesadaran akan identitas nasional, serta semangat untuk
menjaga persatuan dan kedaulatan. Tantangannya kini adalah bagaimana semua
pihak—baik negara maupun masyarakat—mampu menyesuaikan cara pendekatan dan
narasi kebangsaan agar mampu menyentuh hati dan pikiran generasi muda masa
kini.
Kesimpulan
Nasionalisme di kalangan generasi
milenial Indonesia tidak sedang mengalami kemunduran, melainkan mengalami
pergeseran bentuk dan cara ekspresi. Dalam dinamika sosial yang dipengaruhi
oleh globalisasi, kemajuan teknologi, serta arus informasi yang tidak
terbendung, generasi ini mengadaptasi nilai-nilai kebangsaan dengan pendekatan
yang lebih fleksibel, kritis, dan digital. Rasa cinta tanah air kini tidak
selalu diwujudkan melalui simbol-simbol formal atau kegiatan seremonial, tetapi
muncul dalam bentuk partisipasi aktif di media sosial, keterlibatan dalam
isu-isu sosial, hingga dukungan terhadap produk dan budaya lokal. Ini
menandakan bahwa nasionalisme tetap hidup dalam diri milenial, hanya saja
membutuhkan pembacaan yang lebih kontekstual dan terbuka terhadap perubahan
zaman.
Namun demikian, tantangan besar
masih membayangi, terutama dalam hal literasi kebangsaan, pendidikan karakter,
dan keteladanan dari berbagai elemen masyarakat. Nasionalisme tidak dapat
tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus dirawat dan dipupuk secara konsisten
dalam lingkungan yang mendukung. Perlu adanya usaha kolektif dari semua pihak,
baik pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, maupun komunitas, untuk
memastikan bahwa nilai-nilai nasionalisme tetap relevan dan melekat dalam
kehidupan generasi muda. Kesadaran akan pentingnya menjaga persatuan dalam
keberagaman, menghargai warisan budaya, dan membangun bangsa secara kritis
harus terus ditanamkan agar nasionalisme tidak sekadar menjadi slogan, tetapi
menjadi sikap hidup yang nyata.
Saran
Agar nasionalisme di kalangan
generasi milenial semakin kuat dan kontekstual, maka pendekatan terhadap
penanaman nilai kebangsaan harus bersifat kreatif, partisipatif, dan sesuai
dengan karakteristik zaman. Pemerintah perlu memanfaatkan media digital secara
strategis untuk menyampaikan pesan-pesan kebangsaan dengan cara yang inspiratif
dan membumi. Lembaga pendidikan diharapkan mampu mengembangkan metode
pembelajaran yang mampu menyentuh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
siswa dalam memahami dan menghidupi nilai-nilai nasionalisme. Di sisi lain,
keluarga sebagai unit pendidikan pertama dan utama juga harus berperan aktif
dalam membentuk kepribadian nasionalis anak melalui teladan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Lebih dari itu, penting untuk
membangun ruang-ruang dialog dan aksi yang melibatkan generasi milenial secara
langsung dalam persoalan bangsa. Keterlibatan mereka bukan hanya sebagai
penerima kebijakan, tetapi sebagai mitra dalam pembangunan identitas kebangsaan
yang baru—yang tidak hanya mengakar pada sejarah masa lalu, tetapi juga tumbuh
di tengah realitas masa kini. Dengan demikian, nasionalisme tidak akan
kehilangan makna, tetapi justru akan menemukan bentuknya yang baru dalam wajah
generasi muda Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman, M. A. (2022).
Peran media sosial dalam pembentukan nasionalisme digital generasi milenial.
Jurnal Komunikasi dan Media Digital, 3(2), 45–58. https://doi.org/10.25077/jkmd.3.2.2022.45-58
Triyanto. (2019).
Pendidikan karakter dan nasionalisme generasi milenial. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 24(3), 365–374. https://doi.org/10.24832/jpnk.v24i3.1234
Nasution, A. R. (2020).
Nasionalisme milenial dalam era globalisasi: Studi reflektif terhadap semangat
kebangsaan generasi muda. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 24(1), 15–28. https://doi.org/10.22146/jsp.50811
Kominfo. (2020).
Literasi digital untuk Indonesia maju. Kementerian Komunikasi dan Informatika
RI. Retrieved from https://www.kominfo.go.id
No comments:
Post a Comment