Thursday, April 24, 2025

Nasionalisme Inklusif: Membangun Rasa Cinta Tanah Air Tanpa SARA

Oleh: Maulidya (D12)

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman etnis, agama, dan budaya. Keberagaman ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan dalam menjaga persatuan nasional.
Nasionalisme yang inklusif menjadi pendekatan penting untuk membangun rasa cinta tanah air yang menghargai perbedaan. Artikel ini membahas perbedaan antara nasionalisme eksklusif dan inklusif, serta tantangan dan strategi dalam mengimplementasikan nasionalisme inklusif di tengah masyarakat Indonesia. Dengan menekankan pentingnya toleransi, keadilan, dan keterlibatan semua kelompok dalam pembangunan bangsa, nasionalisme inklusif diyakini mampu memperkuat persatuan dan mencegah konflik sosial. Penelitian ini merekomendasikan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, media, dan masyarakat sipil untuk membangun nasionalisme yang merangkul semua warga negara tanpa terkecuali.


Kata Kunci:

Nasionalisme inklusif, keberagaman, toleransi, persatuan, diskriminasi, pendidikan multikultural.


Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang dibangun atas fondasi keberagaman. Sejak awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah menyadari bahwa kemajemukan etnis, budaya, agama, dan bahasa merupakan karakter khas bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dirawat. Dengan lebih dari 1.300 kelompok etnis, enam agama resmi yang diakui negara, dan lebih dari 700 bahasa daerah yang masih digunakan hingga kini, Indonesia menjadi salah satu negara paling plural di dunia. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman tersebut.

Namun, realitas sosial-politik menunjukkan bahwa keberagaman tidak selalu berjalan harmonis. Sejarah mencatat sejumlah peristiwa yang mencerminkan rapuhnya kohesi sosial akibat sentimen Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Konflik horizontal di Ambon, Poso, dan Sampit, serta berbagai kasus intoleransi berbasis agama dan ras di berbagai daerah, menjadi bukti nyata bahwa nasionalisme yang dibangun belum sepenuhnya merangkul semua elemen masyarakat. Bahkan, di era digital saat ini, ujaran kebencian berbasis SARA semakin mudah tersebar melalui media sosial, memperburuk polarisasi sosial dan memperlemah solidaritas kebangsaan.

Nasionalisme sebagai ideologi yang mengajarkan kecintaan dan loyalitas terhadap tanah air semestinya menjadi perekat utama antar kelompok sosial. Akan tetapi, dalam praktiknya, nasionalisme di Indonesia kadang diwujudkan dalam bentuk yang eksklusif, di mana identitas mayoritas dijadikan sebagai ukuran utama dalam menilai ke-Indonesiaan seseorang. Kondisi seperti ini memicu marginalisasi terhadap kelompok minoritas, baik dari sisi agama, etnis, maupun budaya. Nasionalisme yang bersifat eksklusif tidak hanya menghambat terciptanya kesetaraan sosial, tetapi juga menumbuhkan sikap intoleran yang dapat membahayakan persatuan bangsa dalam jangka panjang.

Dalam konteks ini, nasionalisme inklusif menjadi konsep penting yang perlu dikedepankan. Nasionalisme inklusif merupakan bentuk kecintaan terhadap tanah air yang tidak menghapus atau menyeragamkan perbedaan, melainkan menerima dan menghargai keberagaman sebagai kekayaan bangsa. Konsep ini menekankan bahwa setiap warga negara, apa pun latar belakangnya, memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nasionalisme inklusif menghindari pembelahan antara “kita” dan “mereka”, serta mendorong semangat kolektif dalam membangun kehidupan kebangsaan yang harmonis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam bagaimana nasionalisme inklusif dapat menjadi solusi atas tantangan integrasi nasional di tengah kemajemukan Indonesia. Kajian ini akan membahas perbedaan antara nasionalisme eksklusif dan inklusif, menelaah berbagai tantangan implementasi nasionalisme inklusif, serta merumuskan strategi-strategi yang dapat diterapkan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, media, dan organisasi masyarakat sipil. Dengan pembahasan tersebut, diharapkan artikel ini mampu memberikan kontribusi dalam memperkuat nasionalisme yang tidak hanya mencintai tanah air, tetapi juga menghormati setiap warga negara sebagai bagian utuh dari bangsa Indonesia.


Permasalahan

Beberapa permasalahan utama yang akan dikaji dalam artikel ini antara lain:

  1. Apa perbedaan antara nasionalisme eksklusif dan nasionalisme inklusif di Indonesia?
  2. Mengapa nasionalisme inklusif penting dalam konteks keberagaman masyarakat Indonesia?
  3. Apa saja karakteristik atau ciri khas nasionalisme inklusif yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa?
  4. Apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan nasionalisme inklusif?
  5. Strategi apa yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak untuk menumbuhkan nasionalisme inklusif?


Pembahasan

A. Nasionalisme Eksklusif: Akar Permasalahan

Nasionalisme adalah rasa cinta dan bangga terhadap tanah air. Namun dalam kenyataannya, ada sebagian orang atau kelompok yang memahami nasionalisme secara sempit. Mereka hanya menganggap kelompok tertentu, seperti suku mayoritas atau agama tertentu, sebagai satu-satunya yang benar-benar mewakili Indonesia. Pandangan ini disebut sebagai nasionalisme eksklusif.

Nasionalisme eksklusif bisa membuat orang-orang dari kelompok lain merasa tidak diterima. Mereka dianggap berbeda, tidak sepenuhnya “Indonesia”, atau bahkan dicurigai kesetiaannya pada negara. Padahal, Indonesia dibangun oleh banyak suku, agama, dan budaya yang semuanya punya peran penting dalam sejarah bangsa. Tidak adil jika hanya satu kelompok saja yang dianggap sebagai wakil dari ke-Indonesiaan.

Masalah ini sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ada orang yang dicurigai atau tidak dipercayai hanya karena berbeda agama. Atau ada yang mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan karena berasal dari etnis tertentu. Bahkan dalam politik, isu perbedaan suku dan agama sering digunakan untuk menjatuhkan lawan. Ini semua adalah dampak dari cara pandang nasionalisme yang tidak terbuka dan tidak menghargai keberagaman.

Selain itu, media sosial juga memperparah masalah ini. Di internet, banyak orang menyebarkan ujaran kebencian, berita bohong, dan komentar negatif yang menyerang kelompok tertentu. Tanpa disadari, ini bisa memperkuat prasangka dan membuat perbedaan terasa semakin tajam. Ketika kebencian dibiarkan berkembang, rasa persatuan akan melemah dan masyarakat menjadi mudah terpecah.

Nasionalisme eksklusif juga bisa menghambat pembangunan. Jika hanya kelompok tertentu yang dianggap penting, maka akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan publik bisa menjadi tidak merata. Kelompok-kelompok yang tersisih akan merasa tidak dihargai dan kehilangan semangat untuk ikut membangun bangsa. Ini tentu merugikan semua pihak, karena pembangunan yang baik harus melibatkan seluruh warga negara tanpa kecuali.

Oleh karena itu, nasionalisme eksklusif perlu dikritisi dan dihindari. Kita perlu menyadari bahwa semua warga negara Indonesia, apapun latar belakangnya, memiliki hak yang sama untuk dicintai dan dihargai. Nasionalisme yang sehat bukan hanya soal mencintai tanah air, tetapi juga tentang menghargai sesama anak bangsa. Hanya dengan cara pandang yang terbuka dan inklusif, Indonesia bisa menjadi negara yang benar-benar adil, damai, dan bersatu.


B. Nasionalisme Inklusif: Sebuah Pendekatan Alternatif

Nasionalisme inklusif adalah bentuk cinta tanah air yang menghargai keberagaman dan menerima semua kelompok masyarakat sebagai bagian dari Indonesia. Nasionalisme ini tidak melihat perbedaan suku, agama, ras, atau budaya sebagai penghalang, tetapi sebagai kekayaan yang harus dirawat bersama.

Berbeda dengan nasionalisme eksklusif yang hanya menganggap sebagian kelompok sebagai “Indonesia sejati”, nasionalisme inklusif mengakui bahwa seluruh warga negara, dari berbagai latar belakang, memiliki peran yang sama penting dalam membangun bangsa. Prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” menjadi dasar pemikiran ini, yaitu bersatu dalam perbedaan.

Nasionalisme inklusif juga mendorong persatuan tanpa mengorbankan identitas masing-masing. Dalam pendekatan ini, orang bisa tetap mencintai budaya dan keyakinannya, sambil tetap memiliki rasa bangga menjadi bagian dari Indonesia. Dengan begitu, semua orang merasa dihargai dan diakui, sehingga semangat persatuan bisa tumbuh lebih kuat.


C. Ciri-ciri Nasionalisme Inklusif:

1. Mengakui Hak Asasi Semua Warga Negara

Nasionalisme inklusif mengakui bahwa semua warga negara, tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras, atau golongan, memiliki hak yang sama. Semua orang berhak mendapatkan perlakuan adil dan kesempatan yang setara.

2. Menolak Intoleransi dan Diskriminasi

Nasionalisme inklusif menolak segala bentuk intoleransi dan diskriminasi. Setiap orang harus saling menghormati dan menerima perbedaan sebagai kekuatan, bukan sebagai penghalang.

3. Mendorong Partisipasi yang Setara

Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Dengan cara ini, setiap orang dapat berkontribusi untuk kemajuan negara.

4. Menumbuhkan Empati dan Penghargaan terhadap Keberagaman

Nasionalisme inklusif mendorong masyarakat untuk saling menghargai dan memahami perbedaan. Ini membantu menciptakan rasa kebersamaan yang kuat di antara semua kelompok.

5. Membangun Cinta Tanah Air yang Bersifat Universal

Nasionalisme inklusif mengajarkan bahwa cinta tanah air bukan hanya milik satu kelompok, tetapi milik semua warga negara Indonesia. Ini memperkuat rasa persatuan dan kebersamaan.


D. Tantangan Implementasi Nasionalisme Inklusif

Beberapa tantangan dalam mewujudkan nasionalisme inklusif di Indonesia antara lain:

1. Sistem Pendidikan Belum Multikultural

Pelajaran di sekolah masih banyak menyoroti sejarah dan budaya kelompok mayoritas, sehingga keberagaman kurang dikenalkan secara menyeluruh.

2. Media Menyebarkan Narasi SARA

Beberapa media dan konten di media sosial masih memuat ujaran kebencian atau memicu prasangka terhadap kelompok tertentu.

3. Politik Identitas

Isu SARA sering digunakan dalam kampanye politik untuk menarik dukungan, yang justru memecah belah masyarakat.

4. Kurangnya Ruang Dialog antar Kelompok

Sedikitnya forum atau kegiatan yang mempertemukan orang dari latar belakang berbeda membuat pemahaman antar kelompok jadi minim.

5. Kurangnya Edukasi tentang Toleransi

Pendidikan tentang pentingnya saling menghargai dan hidup berdampingan masih belum menjadi fokus utama di banyak lingkungan, baik sekolah maupun masyarakat.


E. Strategi Menumbuhkan Nasionalisme Inklusif

Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mendorong nasionalisme inklusif:

1. Reformasi Pendidikan Multikultural

Pendidikan sejak dini harus mengajarkan nilai-nilai toleransi, saling menghargai perbedaan, dan sejarah dari berbagai kelompok, agar siswa tumbuh dengan sikap terbuka.

2. Peran Media dalam Menyebarkan Pesan Positif

Media massa dan media sosial sebaiknya digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan keberagaman, serta melawan konten yang mengandung kebencian atau diskriminasi.

3. Kebijakan Pemerintah yang Adil dan Inklusif

Pemerintah perlu membuat kebijakan yang menjamin semua warga mendapat perlakuan yang setara, terutama dalam layanan publik, hukum, dan hak politik.

4. Pemberdayaan Masyarakat Sipil

Komunitas, organisasi pemuda, dan gerakan sosial bisa ikut aktif mengampanyekan toleransi dan kebersamaan melalui berbagai kegiatan yang melibatkan lintas kelompok.

5. Literasi Digital dan Anti-Intoleransi

Masyarakat perlu diedukasi agar mampu mengenali hoaks dan ujaran kebencian, serta tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu SARA di internet.


Kesimpulan

Nasionalisme inklusif merupakan jawaban atas tantangan keberagaman di Indonesia. Dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan budaya, nasionalisme tidak seharusnya memihak atau menyingkirkan kelompok tertentu. Nasionalisme inklusif menekankan bahwa seluruh warga negara, tanpa memandang latar belakang, memiliki hak dan peran yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mengakui keberagaman sebagai kekayaan, bukan ancaman, nasionalisme inklusif dapat memperkuat rasa persatuan dan mencegah konflik sosial.

Namun, mewujudkan nasionalisme inklusif bukan hal yang mudah. Masih ada tantangan besar seperti sistem pendidikan yang belum multikultural, narasi intoleran di media, serta politik identitas yang memecah belah. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi bersama dari berbagai pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, media, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai toleransi, keadilan, dan kesetaraan. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat menjadi bangsa yang benar-benar bersatu dalam keberagaman.


Saran

  1. Pemerintah perlu membuat kebijakan afirmatif yang memastikan keterwakilan semua golongan dalam proses pembangunan nasional.
  2. Lembaga pendidikan sebaiknya menyusun kurikulum inklusif yang mencerminkan keberagaman dan menumbuhkan sikap toleran sejak dini.
  3. Media harus menjadi jembatan informasi yang sehat, menghindari eksploitasi isu SARA, dan mengedukasi publik tentang pentingnya nasionalisme inklusif.
  4. Generasi muda diharapkan aktif dalam membangun komunitas yang inklusif, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
  5. Tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan menjadi agen perdamaian yang aktif mengedukasi komunitasnya tentang pentingnya hidup rukun dalam keberagaman.


Daftar Pustaka

Rusmulyani, K. (2020). Semangat Nasionalisme dalam Bingkai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Nizamia Learning Center.


No comments:

Post a Comment

  Eka Tama Dzikrullah  D49 Wawasan Nusantara vs Globalisasi: Pertahankan Identitas Bangsa Abstrak Globalisasi membawa dampak besar dalam seg...