Abstrak
Sistem pemerintahan di Indonesia
merupakan sistem presidensial yang diatur dalam UUD 1945. Namun, dalam
praktiknya, sistem pemerintahan Indonesia sering kali menampilkan ciri-ciri
parlementer, seperti peran signifikan partai politik dalam menentukan arah
kebijakan. Kondisi ini memicu perdebatan mengenai, apakah Indonesia benar-benar
menganut sistem presidensial murni, atau justru telah mengalami pergeseran
menuju sistem semi-presidensial, bahkan mendekati sistem parlementer. Artikel
ini mengkaji karakteristik sistem pemerintahan Indonesia, membahas perbedaan
mendasar antara sistem presidensial dan parlementer, serta menganalisis
perkembangan sistem pemerintahan Indonesia dan bagaimana elemen-elemen kedua
sistem tersebut tercermin dalam praktik politik nasional.
Kata Kunci: Sistem Pemerintahan, Presidensial, Parlementer, Konstitusi, Politik Indonesia.
Pendahuluan
Sistem pemerintahan merupakan salah
satu elemen fundamental dalam suatu negara yang menentukan bagaimana kekuasaan
dijalankan dan diorganisir. Menurut Mahfud MD sebagaimana yang dikutip oleh Mexsasai
sistem pemerintahan merupakan suatu sistem hubungan tata kerja antar
lembaga-lembaga negara
Dua
bentuk sistem pemerintahan yang paling umum dikenal di dunia modern adalah
sistem presidensial dan sistem parlementer. Keduanya memiliki karakteristik
yang berbeda secara fundamental dan memiliki dampak yang besar terhadap
hubungan antarlembaga negara, efektivitas pemerintahan, serta kestabilan
politik.
Sistem
pemerintahan presidensial adalah sistem di mana kepala negara dan kepala
pemerintahan dijabat oleh satu orang, yaitu presiden, yang dipilih langsung
oleh rakyat atau melalui mekanisme pemilihan tersendiri di luar parlemen. Dalam
sistem ini, presiden memiliki kedudukan yang relatif stabil karena masa
jabatannya ditentukan oleh konstitusi dan tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen
melalui mosi tidak percaya. Ciri utama dari sistem presidensial adalah adanya
pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang tegas antara eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Meskipun terdapat mekanisme check and balance,
masing-masing lembaga memiliki kemandirian fungsional dan tidak saling
mengintervensi secara langsung.
Sebaliknya,
sistem pemerintahan parlementer ditandai dengan penyatuan kekuasaan antara
eksekutif dan legislatif, di mana pemerintahan dijalankan oleh kabinet yang
dipimpin oleh perdana menteri yang berasal dari partai atau koalisi mayoritas
di parlemen. Dalam sistem ini, kepala negara biasanya memiliki peran simbolik
atau seremonial, seperti raja dalam sistem monarki konstitusional atau presiden
dalam negara republik parlementer. Perdana menteri sebagai kepala pemerintahan
bertanggung jawab langsung kepada parlemen dan dapat dijatuhkan kapan saja
melalui mosi tidak percaya. Oleh karena itu, sistem parlementer lebih cocok
diterapkan di negara-negara yang memiliki tradisi demokrasi yang matang dan
stabilitas partai politik yang kuat.
Indonesia menganut sistem presidensial berdasarkan UUD 1945, dengan Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat dengan masa jabatan tetap. Dalam sistem presidensial, kekuasaan eksekutif tidak berasal dari legislatif, dan Presiden tidak dapat dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. Sistem ini menjamin stabilitas pemerintahan dan pembagian kekuasaan yang tegas. Namun praktiknya, Indonesia menunjukkan kecenderungan parlementer. Presiden sering membentuk koalisi dengan partai-partai di parlemen untuk mendapatkan dukungan kebijakan. Parlemen juga memiliki kekuasaan besar dalam mengawasi eksekutif melalui hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.
Permasalahan
Dalam dinamika sistem pemerintahan
Indonesia, muncul berbagai permasalahan yang berkaitan dengan efektivitas
pemerintahan, keseimbangan kekuasaan, serta stabilitas politik. Beberapa
permasalahan utama yang dihadapi antara lain:
1. Ketidakseimbangan
antara Eksekutif dan Legislatif
Meskipun Indonesia secara konstitusional menganut
sistem presidensial, dalam praktiknya, hubungan antara presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) sering kali mencerminkan karakteristik sistem
parlementer. Presiden harus mendapatkan dukungan dari parlemen untuk
menjalankan kebijakan, yang sering kali menyebabkan tarik-menarik kepentingan
politik dan menghambat proses pengambilan keputusan.
2. Dominasi
Partai Politik dalam Pemerintahan
Sistem multipartai yang diterapkan di Indonesia sering
kali menghasilkan pemerintahan yang bergantung pada koalisi politik. Hal ini
dapat melemahkan posisi presiden dalam menjalankan kebijakan secara independen
dan memperumit proses legislasi karena adanya kepentingan berbagai partai yang
harus diakomodasi.
3. Efektivitas
Mekanisme Checks and Balances
Sistem checks and balances bertujuan untuk
menjaga keseimbangan kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Namun, dalam praktiknya, mekanisme ini tidak selalu berjalan dengan
optimal. Misalnya, DPR memiliki kewenangan untuk mengawasi eksekutif, tetapi
sering kali terjadi politisasi dalam proses pengawasan, yang dapat mengarah
pada kompromi politik atau konflik berkepanjangan.
4. Stabilitas
Pemerintahan
Pergantian kepemimpinan dan perubahan dinamika politik
sering kali menyebabkan ketidakstabilan dalam pemerintahan. Meskipun sistem
presidensial seharusnya menjamin stabilitas eksekutif, realitas politik
Indonesia menunjukkan bahwa tekanan dari parlemen dan partai-partai politik
dapat menghambat keberlanjutan kebijakan pemerintahan.
5. Ambiguitas
dalam Praktik Sistem Pemerintahan
Indonesia sering kali disebut sebagai negara dengan sistem presidensial yang memiliki karakteristik parlementer (presidensialisme semu). Ambiguitas ini menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaan kewenangan antara lembaga eksekutif dan legislatif, serta menciptakan tantangan dalam membangun sistem pemerintahan yang efektif dan transparan.
Pembahasan
Terdapat
kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia jika
dibandingkan dengan sistem parlementer, khususnya dalam konteks stabilitas
politik dan efektivitas pemerintahan
·
Kelebihan
Salah
satu kelebihan utama sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah
stabilitas politik yang lebih terjaga, karena presiden memiliki masa jabatan
tetap yang tidak tergantung pada kepercayaan parlemen. Dalam sistem
parlementer, pergantian pemerintahan bisa terjadi sewaktu-waktu jika parlemen
menjatuhkan mosi tidak percaya, yang dapat menyebabkan ketidakpastian politik.
Sebaliknya, dalam sistem presidensial, Presiden tetap menjabat selama masa
periode yang ditentukan, sehingga pemerintahan cenderung lebih stabil dan tidak
mudah terguncang oleh dinamika politik jangka pendek.
Dari
sisi efektivitas pemerintahan, sistem presidensial memberi kewenangan yang kuat
kepada presiden untuk menentukan kebijakan dan memilih menteri tanpa harus
bergantung pada parlemen. Hal ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih
cepat, terutama dalam situasi darurat atau ketika dibutuhkan kebijakan
strategis. Presiden memiliki kontrol penuh terhadap jalannya pemerintahan dan
tidak perlu menunggu persetujuan legislatif dalam pembentukan kabinet, sehingga
koordinasi internal lebih mudah dilakukan.
Selain
itu, sistem presidensial memberikan legitimasi langsung dari rakyat, karena
Presiden dipilih melalui pemilu. Ini memperkuat posisi Presiden dalam
menghadapi tekanan politik dari parlemen atau kepentingan partai, karena mandat
kekuasaannya bersumber dari rakyat, bukan dari konfigurasi politik di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan legitimasi yang kuat, Presiden lebih percaya
diri dalam menegakkan visi dan program kerja, sehingga jalannya pemerintahan
bisa lebih terarah dan konsisten.
·
Kekurangan
Salah
satu kekurangan sistem presidensial di Indonesia dalam konteks stabilitas
politik adalah potensi terjadinya kebuntuan antara Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) apabila berasal dari koalisi politik yang berbeda.
Meskipun Presiden tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen, perbedaan pandangan
politik yang tajam dapat menghambat kerja sama antara lembaga eksekutif dan
legislatif, yang akhirnya berdampak pada kelambanan pengambilan keputusan
penting. Hal ini berbeda dengan sistem parlementer, di mana kepala pemerintahan
biasanya berasal dari partai mayoritas, sehingga cenderung lebih selaras dengan
parlemen.
Dalam
hal efektivitas pemerintahan, sistem presidensial juga bisa menghadapi
tantangan ketika Presiden harus membentuk koalisi besar untuk memperoleh
dukungan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Koalisi ini sering kali tidak
berdasarkan kesamaan visi, melainkan kompromi politik yang kompleks, sehingga
bisa melemahkan independensi Presiden dalam menjalankan program kerja. Berbeda
dengan sistem parlementer, di mana kabinet secara langsung lahir dari kekuatan
politik mayoritas dan cenderung memiliki kesatuan arah kebijakan.
Selain
itu, sistem presidensial di Indonesia berisiko menciptakan konflik kepentingan
dan tarik-menarik kekuasaan antar-lembaga, karena adanya pemisahan kekuasaan
yang tegas. Ketika tidak ada budaya politik yang dewasa dan mekanisme check and
balance yang kuat, sistem ini dapat memunculkan ego sektoral antar-lembaga,
yang memperlambat penyelesaian masalah negara. Dalam sistem parlementer,
hubungan antar-lembaga cenderung lebih cair dan koordinatif karena kabinet
bertanggung jawab langsung kepada parlemen, sehingga pengambilan keputusan
lebih terintegrasi.
Implementasi Sistem Presidensial Dalam
Praktik Ketatanegaraan Saat Ini
Indonesia secara konstitusional
menganut sistem pemerintahan presidensial, sebagaimana tercantum dalam UUD
1945. Hal ini ditegaskan melalui ketentuan bahwa Presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan, serta dipilih langsung oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Dalam sistem ini, Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun tidak memiliki
kewenangan untuk menjatuhkan Presiden melalui mosi tidak percaya. Pilihan
Indonesia untuk menggunakan sistem presidensial didasarkan pada pertimbangan
historis dan politis.
Namun, implementasi sistem
presidensial di Indonesia tidak selalu murni sebagaimana konsep dasarnya.
Misalnya, dalam hal penyusunan undang-undang, Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) bekerja secara bersama-sama, tidak terpisah secara mutlak. Selain
itu, Presiden juga sering kali perlu membangun koalisi politik dengan
partai-partai di parlemen. Dalam praktik pemerintahan sehari-hari, Presiden
memiliki kewenangan yang besar dalam menentukan arah kebijakan nasional,
membentuk kabinet, dan mengatur pelaksanaan pemerintahan. Menteri-menteri dalam
kabinet diangkat dan diberhentikan oleh Presiden tanpa perlu persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UUD 1945. Namun
demikian, untuk efektivitas pelaksanaan program pemerintah, Presiden tetap
memerlukan dukungan politik di parlemen, khususnya untuk pengesahan anggaran
dan regulasi strategis lainnya.
Selain itu, sistem presidensial di
Indonesia telah mengalami penguatan melalui serangkaian amendemen UUD 1945 yang
dilakukan pasca-reformasi tahun 1998. Salah satu penguatan utama adalah
mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat,
yang memperkuat legitimasi politik Presiden dan mengurangi ketergantungan
terhadap parlemen. Selain itu, masa jabatan Presiden dibatasi hanya dua
periode, untuk menghindari dominasi kekuasaan seperti yang terjadi pada masa
Orde Baru. Reformasi ini menjadi salah satu bentuk penyesuaian sistem
presidensial di Indonesia agar lebih demokratis dan responsif terhadap kehendak
rakyat, sekaligus memperjelas pembagian kekuasaan antara cabang eksekutif dan
legislatif.
Meskipun secara normatif Indonesia telah memilih sistem presidensial, tantangan dalam implementasinya masih tetap ada. Salah satunya adalah dominasi partai politik dalam pemerintahan, yang kadang menimbulkan tarik menarik kepentingan dan membatasi ruang gerak Presiden. Selain itu, masih terdapat perdebatan tentang efektivitas kontrol dan pengawasan antar-lembaga negara, serta masalah transparansi dan akuntabilitas pejabat publik. Oleh karena itu, meskipun sistem presidensial telah menjadi pilihan konstitusional Indonesia, dalam praktiknya diperlukan penguatan lembaga-lembaga negara, peningkatan kapasitas birokrasi, dan konsistensi dalam menegakkan prinsip checks and balances agar sistem ini benar-benar mampu menjalankan fungsi pemerintahan secara stabil, demokratis, dan berpihak kepada rakyat.
Kesimpulan
Sistem pemerintahan Indonesia
menganut sistem presidensial, di mana Presiden memiliki kedudukan sebagai
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem ini memberikan kestabilan
politik karena presiden tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen. Di sisi lain,
sistem ini juga memberikan keleluasaan kepada Presiden dalam menyusun kabinet.
Meskipun begitu, dalam praktiknya, sistem presidensial di Indonesia tidak
sepenuhnya murni karena adanya realitas politik berupa koalisi partai yang
harus dibentuk oleh Presiden agar mendapat dukungan dari Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
Fenomena ini melahirkan praktik yang dikenal sebagai “presidensialisme koalisi”
yang menggabungkan karakteristik sistem parlementer ke dalam praktik sistem
presidensial.
Namun demikian, sistem ini tidak lepas dari tantangan dan kelemahan, terutama dalam konteks efektivitas pemerintahan dan hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif. Ketika tidak terjadi keselarasan politik antara Presiden dan mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), proses pengambilan kebijakan dapat terhambat, bahkan menimbulkan kebuntuan. Berbeda dengan sistem parlementer, yang umumnya lebih terkoordinasi karena kepala pemerintah berasal dari partai mayoritas di parlemen. Oleh karena itu, keberhasilan sistem presidensial di Indonesia sangat bergantung pada kedewasaan politik dan profesionalisme birokrasi.
Saran
Untuk
memperkuat sistem pemerintahan presidensial di Indonesia agar berjalan lebih
efektif, stabil, dan demokratis, maka diperlukan langkah-langkah strategis dari
berbagai pihak:
- Bagi
Pemerintah (Eksekutif)
Pemerintah
perlu memperkuat sistem presidensial dengan mengurangi ketergantungan pada
koalisi politik transaksional, dan fokus pada kerja sama berbasis visi
pembangunan nasional. Transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan, anggaran,
dan penunjukan pejabat harus ditingkatkan guna mewujudkan prinsip good
governance. Reformasi birokrasi juga harus terus didorong untuk membentuk
aparatur yang profesional, netral, dan berorientasi pada pelayanan publik.
- Bagi
DPR (Legislatif)
DPR
perlu menjalankan fungsi pengawasan secara objektif dan konstruktif agar
mekanisme checks and balances tetap seimbang. Kapasitas legislasi harus
ditingkatkan agar produk hukum lebih sesuai dengan kebutuhan rakyat dan
mendukung efektivitas pemerintah. Selain itu, praktik politik transaksional,
terutama dalam penyusunan undang-undang dan anggaran, harus dihindari demi
menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik.
- Bagi
Masyarakat
Masyarakat perlu meningkatkan pemahaman tentang politik dan hak-hak sebagai warga negara. Dengan literasi politik yang baik, masyarakat bisa berpartisipasi secara aktif, kritis, dan bertanggung jawab dalam proses demokrasi. Selain itu, peran masyarakat sangat penting untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap transparan dan berpihak pada kepentingan publik.
Anangkota , M.
(2017). KLASIFIKASI SISTEM PEMERINTAHAN Perspektif Pemerintahan Modern
Kekinian. CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan , 148-152.
Basri, A. R.,
Sawir, M., Kamaluddin, S., & Pongtuluran, R. (2024). Lanskap Pemerintahan:
Memahami Perbedaan dan Implikasi Sistem Presidensial, Parlementer, dan Semi
Presidensial. Journal of Governance and
Local Politics (JGLP), 6(1),
63-73.
Ismail, R.
R., & Setiawan, A. (2022). Corak Sistem Pemerintahan Negara Republik
Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Jatijajar Law Review, 1(1), 70-85.
Jamil, A.
(2020). Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jurnal Transformasi Administrasi,
10(02), 189-202.
Koalisi, I.
(2020). Koalisi Partai Politik Dan Implikasinya Terhadap Sistem Presidensial
Multipartai Di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 8(1), 8.
Octovina, R. (2018).
SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA. Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Safitri, C.
N. A. (2020). Koalisi Partai Politik Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial
Indonesia.
Susilo, D., &
Roesli, M. (2019). KONSEP PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945. Mimbar
Yustitia Jurnal Hukum dan Hak Asasi Manusia.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.