Thursday, April 10, 2025

Sistem Pemerintahan di Indonesia: Presidensial atau Parlementer?

 


Oleh: Cindy Felisha (D18)


Abstrak

            Sistem pemerintahan di Indonesia merupakan sistem presidensial yang diatur dalam UUD 1945. Namun, dalam praktiknya, sistem pemerintahan Indonesia sering kali menampilkan ciri-ciri parlementer, seperti peran signifikan partai politik dalam menentukan arah kebijakan. Kondisi ini memicu perdebatan mengenai, apakah Indonesia benar-benar menganut sistem presidensial murni, atau justru telah mengalami pergeseran menuju sistem semi-presidensial, bahkan mendekati sistem parlementer. Artikel ini mengkaji karakteristik sistem pemerintahan Indonesia, membahas perbedaan mendasar antara sistem presidensial dan parlementer, serta menganalisis perkembangan sistem pemerintahan Indonesia dan bagaimana elemen-elemen kedua sistem tersebut tercermin dalam praktik politik nasional.

Kata Kunci: Sistem Pemerintahan, Presidensial, Parlementer, Konstitusi, Politik Indonesia.

Pendahuluan

            Sistem pemerintahan merupakan salah satu elemen fundamental dalam suatu negara yang menentukan bagaimana kekuasaan dijalankan dan diorganisir. Menurut Mahfud MD sebagaimana yang dikutip oleh Mexsasai sistem pemerintahan merupakan suatu sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara (Susilo & Roesli, 2019). Sementara itu, menurut Sarundajang:2012 dalam jurnal (Anangkota, 2017) sistem pemerintahan dapat disebut sebagai keseluruhan dari susunan atau tatanan yang teratur dari lembaga-lembaga negara yang berkaitan satu dengan yang lainnya baik langsung ataupun tidak langsung menurut suatu rencana atau pola untuk mencapai tujuan negara tersebut. Dalam teori ketatanegaraan, sistem pemerintahan merupakan struktur utama yang menentukan bagaimana kekuasaan dijalankan di dalam suatu negara.

            Dua bentuk sistem pemerintahan yang paling umum dikenal di dunia modern adalah sistem presidensial dan sistem parlementer. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda secara fundamental dan memiliki dampak yang besar terhadap hubungan antarlembaga negara, efektivitas pemerintahan, serta kestabilan politik.

            Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem di mana kepala negara dan kepala pemerintahan dijabat oleh satu orang, yaitu presiden, yang dipilih langsung oleh rakyat atau melalui mekanisme pemilihan tersendiri di luar parlemen. Dalam sistem ini, presiden memiliki kedudukan yang relatif stabil karena masa jabatannya ditentukan oleh konstitusi dan tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi tidak percaya. Ciri utama dari sistem presidensial adalah adanya pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang tegas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Meskipun terdapat mekanisme check and balance, masing-masing lembaga memiliki kemandirian fungsional dan tidak saling mengintervensi secara langsung.

            Sebaliknya, sistem pemerintahan parlementer ditandai dengan penyatuan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, di mana pemerintahan dijalankan oleh kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri yang berasal dari partai atau koalisi mayoritas di parlemen. Dalam sistem ini, kepala negara biasanya memiliki peran simbolik atau seremonial, seperti raja dalam sistem monarki konstitusional atau presiden dalam negara republik parlementer. Perdana menteri sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab langsung kepada parlemen dan dapat dijatuhkan kapan saja melalui mosi tidak percaya. Oleh karena itu, sistem parlementer lebih cocok diterapkan di negara-negara yang memiliki tradisi demokrasi yang matang dan stabilitas partai politik yang kuat.

            Indonesia menganut sistem presidensial berdasarkan UUD 1945, dengan Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat dengan masa jabatan tetap. Dalam sistem presidensial, kekuasaan eksekutif tidak berasal dari legislatif, dan Presiden tidak dapat dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. Sistem ini menjamin stabilitas pemerintahan dan pembagian kekuasaan yang tegas. Namun praktiknya, Indonesia menunjukkan kecenderungan parlementer. Presiden sering membentuk koalisi dengan partai-partai di parlemen untuk mendapatkan dukungan kebijakan. Parlemen juga memiliki kekuasaan besar dalam mengawasi eksekutif melalui hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.

Permasalahan

            Dalam dinamika sistem pemerintahan Indonesia, muncul berbagai permasalahan yang berkaitan dengan efektivitas pemerintahan, keseimbangan kekuasaan, serta stabilitas politik. Beberapa permasalahan utama yang dihadapi antara lain:

1.      Ketidakseimbangan antara Eksekutif dan Legislatif

Meskipun Indonesia secara konstitusional menganut sistem presidensial, dalam praktiknya, hubungan antara presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sering kali mencerminkan karakteristik sistem parlementer. Presiden harus mendapatkan dukungan dari parlemen untuk menjalankan kebijakan, yang sering kali menyebabkan tarik-menarik kepentingan politik dan menghambat proses pengambilan keputusan.

2.      Dominasi Partai Politik dalam Pemerintahan

Sistem multipartai yang diterapkan di Indonesia sering kali menghasilkan pemerintahan yang bergantung pada koalisi politik. Hal ini dapat melemahkan posisi presiden dalam menjalankan kebijakan secara independen dan memperumit proses legislasi karena adanya kepentingan berbagai partai yang harus diakomodasi.

3.      Efektivitas Mekanisme Checks and Balances

Sistem checks and balances bertujuan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, dalam praktiknya, mekanisme ini tidak selalu berjalan dengan optimal. Misalnya, DPR memiliki kewenangan untuk mengawasi eksekutif, tetapi sering kali terjadi politisasi dalam proses pengawasan, yang dapat mengarah pada kompromi politik atau konflik berkepanjangan.

4.      Stabilitas Pemerintahan

Pergantian kepemimpinan dan perubahan dinamika politik sering kali menyebabkan ketidakstabilan dalam pemerintahan. Meskipun sistem presidensial seharusnya menjamin stabilitas eksekutif, realitas politik Indonesia menunjukkan bahwa tekanan dari parlemen dan partai-partai politik dapat menghambat keberlanjutan kebijakan pemerintahan.

5.      Ambiguitas dalam Praktik Sistem Pemerintahan

Indonesia sering kali disebut sebagai negara dengan sistem presidensial yang memiliki karakteristik parlementer (presidensialisme semu). Ambiguitas ini menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaan kewenangan antara lembaga eksekutif dan legislatif, serta menciptakan tantangan dalam membangun sistem pemerintahan yang efektif dan transparan.

Pembahasan

            Terdapat kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia jika dibandingkan dengan sistem parlementer, khususnya dalam konteks stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan

·         Kelebihan

Salah satu kelebihan utama sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah stabilitas politik yang lebih terjaga, karena presiden memiliki masa jabatan tetap yang tidak tergantung pada kepercayaan parlemen. Dalam sistem parlementer, pergantian pemerintahan bisa terjadi sewaktu-waktu jika parlemen menjatuhkan mosi tidak percaya, yang dapat menyebabkan ketidakpastian politik. Sebaliknya, dalam sistem presidensial, Presiden tetap menjabat selama masa periode yang ditentukan, sehingga pemerintahan cenderung lebih stabil dan tidak mudah terguncang oleh dinamika politik jangka pendek.

Dari sisi efektivitas pemerintahan, sistem presidensial memberi kewenangan yang kuat kepada presiden untuk menentukan kebijakan dan memilih menteri tanpa harus bergantung pada parlemen. Hal ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat, terutama dalam situasi darurat atau ketika dibutuhkan kebijakan strategis. Presiden memiliki kontrol penuh terhadap jalannya pemerintahan dan tidak perlu menunggu persetujuan legislatif dalam pembentukan kabinet, sehingga koordinasi internal lebih mudah dilakukan.

Selain itu, sistem presidensial memberikan legitimasi langsung dari rakyat, karena Presiden dipilih melalui pemilu. Ini memperkuat posisi Presiden dalam menghadapi tekanan politik dari parlemen atau kepentingan partai, karena mandat kekuasaannya bersumber dari rakyat, bukan dari konfigurasi politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan legitimasi yang kuat, Presiden lebih percaya diri dalam menegakkan visi dan program kerja, sehingga jalannya pemerintahan bisa lebih terarah dan konsisten.

·         Kekurangan

Salah satu kekurangan sistem presidensial di Indonesia dalam konteks stabilitas politik adalah potensi terjadinya kebuntuan antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) apabila berasal dari koalisi politik yang berbeda. Meskipun Presiden tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen, perbedaan pandangan politik yang tajam dapat menghambat kerja sama antara lembaga eksekutif dan legislatif, yang akhirnya berdampak pada kelambanan pengambilan keputusan penting. Hal ini berbeda dengan sistem parlementer, di mana kepala pemerintahan biasanya berasal dari partai mayoritas, sehingga cenderung lebih selaras dengan parlemen.

Dalam hal efektivitas pemerintahan, sistem presidensial juga bisa menghadapi tantangan ketika Presiden harus membentuk koalisi besar untuk memperoleh dukungan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Koalisi ini sering kali tidak berdasarkan kesamaan visi, melainkan kompromi politik yang kompleks, sehingga bisa melemahkan independensi Presiden dalam menjalankan program kerja. Berbeda dengan sistem parlementer, di mana kabinet secara langsung lahir dari kekuatan politik mayoritas dan cenderung memiliki kesatuan arah kebijakan.

Selain itu, sistem presidensial di Indonesia berisiko menciptakan konflik kepentingan dan tarik-menarik kekuasaan antar-lembaga, karena adanya pemisahan kekuasaan yang tegas. Ketika tidak ada budaya politik yang dewasa dan mekanisme check and balance yang kuat, sistem ini dapat memunculkan ego sektoral antar-lembaga, yang memperlambat penyelesaian masalah negara. Dalam sistem parlementer, hubungan antar-lembaga cenderung lebih cair dan koordinatif karena kabinet bertanggung jawab langsung kepada parlemen, sehingga pengambilan keputusan lebih terintegrasi.

 

Implementasi Sistem Presidensial Dalam Praktik Ketatanegaraan Saat Ini

            Indonesia secara konstitusional menganut sistem pemerintahan presidensial, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Hal ini ditegaskan melalui ketentuan bahwa Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, serta dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Dalam sistem ini, Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan Presiden melalui mosi tidak percaya. Pilihan Indonesia untuk menggunakan sistem presidensial didasarkan pada pertimbangan historis dan politis.

            Namun, implementasi sistem presidensial di Indonesia tidak selalu murni sebagaimana konsep dasarnya. Misalnya, dalam hal penyusunan undang-undang, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bekerja secara bersama-sama, tidak terpisah secara mutlak. Selain itu, Presiden juga sering kali perlu membangun koalisi politik dengan partai-partai di parlemen. Dalam praktik pemerintahan sehari-hari, Presiden memiliki kewenangan yang besar dalam menentukan arah kebijakan nasional, membentuk kabinet, dan mengatur pelaksanaan pemerintahan. Menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh Presiden tanpa perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UUD 1945. Namun demikian, untuk efektivitas pelaksanaan program pemerintah, Presiden tetap memerlukan dukungan politik di parlemen, khususnya untuk pengesahan anggaran dan regulasi strategis lainnya.

            Selain itu, sistem presidensial di Indonesia telah mengalami penguatan melalui serangkaian amendemen UUD 1945 yang dilakukan pasca-reformasi tahun 1998. Salah satu penguatan utama adalah mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, yang memperkuat legitimasi politik Presiden dan mengurangi ketergantungan terhadap parlemen. Selain itu, masa jabatan Presiden dibatasi hanya dua periode, untuk menghindari dominasi kekuasaan seperti yang terjadi pada masa Orde Baru. Reformasi ini menjadi salah satu bentuk penyesuaian sistem presidensial di Indonesia agar lebih demokratis dan responsif terhadap kehendak rakyat, sekaligus memperjelas pembagian kekuasaan antara cabang eksekutif dan legislatif.

            Meskipun secara normatif Indonesia telah memilih sistem presidensial, tantangan dalam implementasinya masih tetap ada. Salah satunya adalah dominasi partai politik dalam pemerintahan, yang kadang menimbulkan tarik menarik kepentingan dan membatasi ruang gerak Presiden. Selain itu, masih terdapat perdebatan tentang efektivitas kontrol dan pengawasan antar-lembaga negara, serta masalah transparansi dan akuntabilitas pejabat publik. Oleh karena itu, meskipun sistem presidensial telah menjadi pilihan konstitusional Indonesia, dalam praktiknya diperlukan penguatan lembaga-lembaga negara, peningkatan kapasitas birokrasi, dan konsistensi dalam menegakkan prinsip checks and balances agar sistem ini benar-benar mampu menjalankan fungsi pemerintahan secara stabil, demokratis, dan berpihak kepada rakyat.

Kesimpulan

Sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensial, di mana Presiden memiliki kedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem ini memberikan kestabilan politik karena presiden tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen. Di sisi lain, sistem ini juga memberikan keleluasaan kepada Presiden dalam menyusun kabinet. Meskipun begitu, dalam praktiknya, sistem presidensial di Indonesia tidak sepenuhnya murni karena adanya realitas politik berupa koalisi partai yang harus dibentuk oleh Presiden agar mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Fenomena ini melahirkan praktik yang dikenal sebagai “presidensialisme koalisi” yang menggabungkan karakteristik sistem parlementer ke dalam praktik sistem presidensial.

Namun demikian, sistem ini tidak lepas dari tantangan dan kelemahan, terutama dalam konteks efektivitas pemerintahan dan hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif. Ketika tidak terjadi keselarasan politik antara Presiden dan mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), proses pengambilan kebijakan dapat terhambat, bahkan menimbulkan kebuntuan. Berbeda dengan sistem parlementer, yang umumnya lebih terkoordinasi karena kepala pemerintah berasal dari partai mayoritas di parlemen. Oleh karena itu, keberhasilan sistem presidensial di Indonesia sangat bergantung pada kedewasaan politik dan profesionalisme birokrasi.

Saran

Untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial di Indonesia agar berjalan lebih efektif, stabil, dan demokratis, maka diperlukan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak:

  1. Bagi Pemerintah (Eksekutif)

Pemerintah perlu memperkuat sistem presidensial dengan mengurangi ketergantungan pada koalisi politik transaksional, dan fokus pada kerja sama berbasis visi pembangunan nasional. Transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan, anggaran, dan penunjukan pejabat harus ditingkatkan guna mewujudkan prinsip good governance. Reformasi birokrasi juga harus terus didorong untuk membentuk aparatur yang profesional, netral, dan berorientasi pada pelayanan publik.

  1. Bagi DPR (Legislatif)

DPR perlu menjalankan fungsi pengawasan secara objektif dan konstruktif agar mekanisme checks and balances tetap seimbang. Kapasitas legislasi harus ditingkatkan agar produk hukum lebih sesuai dengan kebutuhan rakyat dan mendukung efektivitas pemerintah. Selain itu, praktik politik transaksional, terutama dalam penyusunan undang-undang dan anggaran, harus dihindari demi menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik.

  1. Bagi Masyarakat

Masyarakat perlu meningkatkan pemahaman tentang politik dan hak-hak sebagai warga negara. Dengan literasi politik yang baik, masyarakat bisa berpartisipasi secara aktif, kritis, dan bertanggung jawab dalam proses demokrasi. Selain itu, peran masyarakat sangat penting untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap transparan dan berpihak pada kepentingan publik.

 Daftar Pustaka

Anangkota , M. (2017). KLASIFIKASI SISTEM PEMERINTAHAN Perspektif Pemerintahan Modern Kekinian. CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan , 148-152.

Basri, A. R., Sawir, M., Kamaluddin, S., & Pongtuluran, R. (2024). Lanskap Pemerintahan: Memahami Perbedaan dan Implikasi Sistem Presidensial, Parlementer, dan Semi Presidensial. Journal of Governance and Local Politics (JGLP), 6(1), 63-73.

Ismail, R. R., & Setiawan, A. (2022). Corak Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Jatijajar Law Review, 1(1), 70-85.

Jamil, A. (2020). Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal Transformasi Administrasi, 10(02), 189-202.

Koalisi, I. (2020). Koalisi Partai Politik Dan Implikasinya Terhadap Sistem Presidensial Multipartai Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 8(1), 8.

Octovina, R. (2018). SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA. Jurnal Ilmu Pemerintahan.

Safitri, C. N. A. (2020). Koalisi Partai Politik Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia.

Susilo, D., & Roesli, M. (2019). KONSEP PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945. Mimbar Yustitia Jurnal Hukum dan Hak Asasi Manusia.

 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

KUIS 13-2 (11 JULI 2025) SUSULAN

 D04,D05,D07,D09,D16,D18,D20,D46,D47