Oleh:Kejora Gemilang Gaza Al-Faruq (D32)
Raja dan Ratu: Simbol atau Pemegang Kekuasaan?
Sepanjang sejarah umat manusia, institusi kerajaan telah memainkan peran penting dalam membentuk peradaban, politik, dan struktur sosial suatu bangsa. Raja dan ratu tidak hanya menjadi penguasa wilayah tertentu, tetapi juga menjadi figur agung yang merepresentasikan nilai-nilai, ideologi, dan bahkan kepercayaan masyarakat. Namun, dalam dunia modern yang semakin demokratis, muncul pertanyaan besar: apakah raja dan ratu masih memiliki kekuasaan nyata, ataukah kini sekadar simbol tanpa pengaruh langsung terhadap jalannya pemerintahan?
Akar Historis Kekuasaan Raja dan Ratu
Dalam berbagai kebudayaan, kekuasaan raja dan ratu berasal dari keyakinan religius maupun mitologis. Di Mesir Kuno, para firaun dianggap sebagai dewa di bumi—perpanjangan tangan Dewa Ra. Begitu pula dalam peradaban Tiongkok kuno, kaisar dikenal sebagai “Putra Langit” yang dipercaya menerima mandat ilahi untuk memerintah. Konsep ini dikenal sebagai Mandate of Heaven.
Di Eropa, sistem monarki berkembang pesat sejak Abad Pertengahan. Kekuasaan raja sering diasosiasikan dengan "divine right" atau hak ilahi, di mana seorang raja dipercaya mendapatkan legitimasi langsung dari Tuhan. Hal ini menjadikan posisi raja tak tergugat oleh rakyat, bahkan oleh bangsawan sekalipun.
Namun, sejarah juga mencatat bahwa kekuasaan yang absolut sering kali memunculkan penyalahgunaan wewenang dan penindasan. Inilah yang memicu gelombang revolusi di banyak negara yang akhirnya meruntuhkan atau mengurangi kekuasaan monarki.
Monarki Absolut vs Monarki Konstitusional
Secara garis besar, sistem kerajaan di dunia terbagi menjadi dua jenis utama: monarki absolut dan monarki konstitusional.
Monarki absolut adalah sistem di mana raja atau ratu memiliki kekuasaan penuh atas negara dan rakyatnya, tanpa batasan hukum atau institusi lain yang mengontrolnya. Negara seperti Arab Saudi, Brunei Darussalam, dan Eswatini masih mempertahankan sistem ini. Di Brunei, Sultan Hassanal Bolkiah berperan sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, kepala militer, dan bahkan sebagai pemimpin agama Islam di negaranya.
Sementara itu, monarki konstitusional adalah bentuk kerajaan di mana kekuasaan raja/ratu dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi) dan lembaga demokratis seperti parlemen. Di sistem ini, raja dan ratu lebih banyak berperan sebagai simbol negara, sedangkan pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh perdana menteri. Contoh negara yang menganut sistem ini antara lain Inggris, Jepang, Belanda, Norwegia, dan Swedia.
Peran Simbolik dalam Monarki Modern
Meski tidak lagi memegang kekuasaan politik, raja dan ratu dalam monarki konstitusional memiliki peran simbolik yang sangat kuat. Mereka sering kali dianggap sebagai lambang persatuan nasional, penjaga nilai-nilai tradisional, dan representasi sejarah negara tersebut.
Contohnya, Ratu Elizabeth II dari Inggris (yang wafat pada 2022) dihormati bukan karena kuasanya dalam politik, tetapi karena dedikasinya sebagai simbol kontinuitas kerajaan selama lebih dari tujuh dekade. Ia melewati berbagai masa krisis, perubahan pemerintahan, hingga pandemi global, namun tetap menjadi sosok pemersatu rakyat Inggris dan negara-negara persemakmuran.
Raja Naruhito dari Jepang juga menjalankan peran simbolik yang sangat dijunjung tinggi. Meskipun tidak memiliki kekuasaan politik, keberadaan Kaisar Jepang sangat penting dalam upacara-upacara kenegaraan dan keagamaan, serta menjadi sosok yang dihormati oleh rakyat Jepang sebagai simbol dari "negara dan kesatuan rakyat."
Kekuasaan yang Masih Bertahan di Balik Simbolisme
Walau secara resmi hanya simbolik, bukan berarti raja dan ratu modern sepenuhnya tanpa pengaruh. Di banyak kasus, mereka memiliki pengaruh moral dan pengaruh informal yang sangat besar. Ketika seorang raja memberikan pendapat, publik dan media akan memperhatikannya secara serius, meskipun secara hukum hal tersebut tidak mengikat.
Di beberapa negara, konstitusi memberi hak prerogatif tertentu bagi raja atau ratu, seperti menunjuk perdana menteri, membubarkan parlemen, atau mengesahkan undang-undang. Meski jarang digunakan, hak ini dapat menjadi alat diplomatik atau politik dalam situasi genting.
Raja dan Ratu dalam Konteks Budaya dan Pariwisata
Di luar fungsi politik, peran raja dan ratu juga memiliki nilai ekonomi dan budaya. Industri pariwisata kerajaan adalah aset penting bagi negara-negara seperti Inggris dan Thailand. Istana Buckingham, upacara pengangkatan, hingga pernikahan keluarga kerajaan selalu menarik perhatian wisatawan dunia dan meningkatkan pendapatan negara.
Selain itu, kerajaan juga memainkan peran dalam pelestarian budaya dan adat istiadat. Di Indonesia sendiri, meskipun tidak memiliki sistem monarki nasional, masih terdapat kerajaan-kerajaan tradisional seperti Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang memiliki peran penting dalam menjaga kebudayaan Jawa.
Refleksi Masa Depan: Apakah Monarki Masih Relevan?
Pertanyaan mengenai relevansi monarki di era modern terus menjadi topik perdebatan. Sebagian kalangan menilai bahwa sistem kerajaan sudah tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan kesetaraan. Beberapa negara seperti Jerman, Italia, dan India telah menghapus sistem kerajaan secara total.
Namun, di sisi lain, banyak masyarakat masih memandang institusi kerajaan sebagai bagian dari identitas nasional yang tak tergantikan. Bahkan, dalam beberapa kasus, tingkat kepercayaan publik terhadap raja/ratu jauh lebih tinggi dibandingkan pemimpin politik.
Monarki yang berhasil bertahan di abad ke-21 adalah monarki yang adaptif, mampu menyeimbangkan antara pelestarian tradisi dan keterbukaan terhadap perubahan zaman. Mereka yang berperan aktif dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan isu global seperti lingkungan hidup, sering kali mendapatkan simpati dan dukungan luas dari masyarakat.
Kesimpulan
Raja dan ratu telah menempuh perjalanan panjang dari penguasa mutlak hingga simbol negara modern. Di beberapa tempat, mereka masih memegang kendali penuh atas pemerintahan, tetapi di banyak negara lainnya, peran mereka lebih bersifat seremonial dan simbolik.
Meski begitu, kekuatan simbolik ini tidak boleh diremehkan. Raja dan ratu memiliki kemampuan untuk menjadi jangkar moral, sumber inspirasi, dan pemersatu bangsa di tengah dinamika politik yang berubah-ubah. Maka dari itu, mereka bukan sekadar sosok yang hidup di balik dinding istana, tetapi bagian penting dari narasi sejarah dan masa depan suatu negara.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.