Oleh : FEBBY AISHA ARDELLIA (febbyaishaa@gmail.com)
ABSTRAK
Globalisasi sebagai sebuah konsep yang mendominasi di era saat ini telah menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia dalam berbagai bidang, tak terkecuali aspek budaya dan identitas.
Salah satu dampak nyata glo- balisasi terhadap budaya yaitu munculnya budaya global yang menjadi tren di negara-negara seluruh dunia seperti Westernisasi. Pada perkem- bangannya, Westernisasi mendapatkan rival sebagai budaya global yang ditandai dengan munculnya Hallyu (Korean Wave) yang dapat di- katakan sebagai Westernisasi versi Asia. Dengan menggunakan metode eksplanatif yang berbasis studi literatur bersumber pada buku, jurnal dan media, penulis bertujuan untuk mengkaji mengenai globalisasi bu- daya yang menimbulkan munculnya budaya global seperti Westernisasi dan Koreanisasi, terutama terkait pengaruh dan eksistensi keduanya di Indonesia. Untuk mengkaji topik tersebut, penulis menggunakan kon- sep tiga skenario budaya dalam globalisasi (The Scenario of Culture in Globalization) atau yang dikenal sebagai Skenario 3H (the Three H Sce- narios). Hasil analisis penulis menunjukkan bahwa Korean Wave mulai menggeser posisi Westernisasi sebagai budaya global di Indonesia yang dibuktikan dengan meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap simbol-simbol kebudayaan Korea seperti musik, makanan, fashion, make up, bahkan juga bahasa.
PENDAHULUANA.
Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu proses tatanan
masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. GlobalisasiHADAP pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh
bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu.
Globalisasi berlangsung di
semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi
informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung
utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk
dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya,
terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa
dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak
sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal
sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah
yang dikenal dengan billingual school,
dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin
sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai
jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi
pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja
berkualitas yang semakin ketat.
Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi
dengan akan diterapkannya perdagangan bebas,
misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia
pendidikan di Indonesia harus
menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri
sendiri.
Selain itu hendaknya
peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras
dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang
berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati
pendidikan dengan kualitas
yang baik tadi tentu saja memerlukan
biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan
oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh
untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi
terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta.
Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
RUMUSAN MASALAH
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Berkembang Pesat Globalisasi dan Pengaruhnya di Dunia Pendidikan” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut.
1. Apa dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
2. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
3. Cara penyesuaian pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
TUJUAN
Adapun tujuan
dari pembuatan karya ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Karya ilmiah disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah kewarganegaraan. Selain itu, bagi diri kami pribadi ini juga diharapkan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa.
Untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Globalisasi terhadap
dunia Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga
merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang
lembaga pendidikan dan tenaga pendidik
dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki
manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan
pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan Dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. DAMPAK POSITIF GLOBALISASI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA ( PENGAJARAN INTERAKTIF MULTIMEDIA)
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah
pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru
seperti internet dan computer. Apabila dulu,
guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat
gambar sederhana atau menggunakan
suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah
ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
2. DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
B. BAHAYA DUNIA MAYA
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses
informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak
negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya:
pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya.
Berita yang bersifat pelecehan
seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa.
Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba
banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu
diberitakan salah seorang
siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal
melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar
mengajar.
C. KETERGANTUNGAN
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computerdan internet
dapat menyebabkan kecanduan
pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar
tanpa bantuan alat- alat tersebut.
B. KEADAAN BURUK PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat
terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI
tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi
: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari
pasal ini tampak jelas adanya
dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan
dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan
manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi
secara kelembagaan,
sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi
agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah
dasar, sekolah menengah,
kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Terdapat kesan yang sangat
kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai
tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara
serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya
sangat minimal, bukan menjadi landasan
seluruh aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa
melahirkan orang yang menguasai
sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal
membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan
ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai
ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi
buta dari segi sains dan teknologi.
Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri,
karena tidak mampu terjun ke sektor modern.
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar
di kalangan masyarakat. Mereka
menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin
memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai
sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu,
komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha
memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya,
setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan
komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat
kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang
Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).
Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat
besar. Dengan perubahan status itu
pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya
kepada pemilik badan
hukum yang sosoknya
tidak jelas.
Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti
itu, tujuan pendidikan menjadi
bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan.
3. KUALITAS SDM YANG RENDAH
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas
kepribadian anak didik di Indonesia
semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian
pun
sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan
dengan India, sebuah Negara dengan
segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah),
ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang
mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-
bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang
dikirim ke luar negeri, banyak
orang India mendapat posisi
bergengsi di pasar
Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di
beberapa daerah di Indonesia masih
kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk
tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK
untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini
menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
C. PENYESUAIAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita
belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan
hanyut begitu saja dalam arus global
tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk
memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks
regional. Inilah salah satu tantangan
dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun
dari uraian di atas, kita optimis bahwa
masih ada peluang.
Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan
fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan
pada pendidikan informal
sebagai bagian dari pendidikan
formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan
yang sangat penting
dalam pendidikan anak akan membuat
kita lebih hati-hati
untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional
kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat,
karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan
harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga
yang menyadari urgensi peranan
keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi,
maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran
kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga
mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
A. Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia
1. Dampak positif
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah
pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan
computer.
Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya kekuatan
kontrol pendidikan oleh negara.
Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat
dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
2. Dampak negatif
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “MasaDepan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses
informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya:
pornografi, kebencian, rasisme,
kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat
pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses
oleh siapa pun, termasuk siswa.
Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui
internet.
Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang,
itu yang mengakibatkan pendidikan
tidak berjalan dengan lancer
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu.
DAFTAR PUSTAKA
Faizah, F. 2009. Dampak Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan, (Online),
(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127),
Wardoyo, C. 2007. Urgensi Pendidikan Moral (Online), (http://www.nu.or.i)
https://hukum.unidayan.ac.id/index.php/JFKIP/article/download/84/58
https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/pandawa/article/download/907/626/
https://www.kompasiana.com/akrie_style/5500dc29a333117c6f512447/globalisasi-pendidikan
No comments:
Post a Comment